Selagi Kaya Ingat Miskin


Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Assalamualaikum wr. wb.

Apa kabar saudaraku? Semoga kita diberi kesehatan untuk mencari rida Allah SWT. Amin!
Allah SWT berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali Imran:14)

Harta adalah perhiasan hidup seperti juga wanita dan anak. Sebagai perhiasan, manusia pasti senang dan berusaha sekuat tenaga untuk mengumpulkannya. Seperti disebutkan di ayat itu, harta itu bisa berbentuk emas dan perak (uang), kuda pilihan (kendaraan), binatang-binatang ternak (peternakan) , dan sawah ladang (pertanian). Bisa juga sektor ekonomi yang lain yang menjadi sumber pendapatan.
Allah SWT pun memerintahkan manusia untuk mencari rezeki. Perintah itu menjadi kewajiban bagi manusia, khususnya mukmin. Bukankah bumi Allah SWT itu luas untuk mencari sumber penghidupan? Allah berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah salat ditunaikan, bertebaranlah kamu di muka bumi. Carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al-Jumu’ah: 10)

Berdasarkan ayat itu, carilah rezeki Allah SWT setelah melaksanakan kewajiban salat. Hal itu menjadi syarat bahwa rezeki yang Allah SWT sediakan untuk orang beriman diraih dengan menjalin komunikasi dulu dengan Pamberi rezeki.

Kesenangan manusia dalam mencari harta kadang-kadang melampaui batas. Mereka mencari kekayaan tidak puas-puasnya sehingga menjadi “ketagihan” yang luar biasa. Hal itu disinggung oleh Allah SWT.

وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّا جَمًّا

“Kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS At-Tagabun: 20)

Harta kakayaan pada hakikatnya bukanlah milik kita. Pemiliknya adalah Allah SWT sehingga Dia berkuasa atas harta kita. Manusia hanya pemakai harta. Jika Allah SWT menghendaki untuk menganugerahkan kekayaan berlimpah kepada seseorang, itu hal yang mudah bagi-Nya. Sebaliknya, jika Allah SWT ingin mengambilnya, itu juga tidak ada halangannya. Karena itu, harta kekayaan yang diberikan kepada seseorang akan menjadi ujian baginya apakah pandai bersyukur atau tidak, seperti yang difirmankan-Nya,

وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ﴿٢٨﴾

” … bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.” (QS Al-Anfal: 27–28)

Ujian harta ini akan datang dari berbagai sisi.
Pertama, ujian dari cara mencari harta
Allah SWT telah memberi rambu-rambu untuk mendapatkan harta yang dilakukan atas dasar keadilan dan terhindar dari perbuatan zalim, tipuan, korupsi, dan pemerasan. Selain itu, harta tidak diperoleh dari riba, judi, dan bentuk kezaliman yang lain. Prinsip pemerolehan harta secara hak dan terhindar dari batil menjadi prasyarat.

Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan dengan suka sama suka di antara kalian (QS An-Nisa’ [4]: 29).

Kedua, ujian dorongan untuk memiliki harta
Ada orang yang berambisi mencari kesenangan dunia melalui harta. Siang dan malam memikirkan bagaimana cara mendapatkan harta. Tidak jarang muncul pikiran-pikiran yang tidak sehat untuk mendapatkan harta. Kalau itu yang terjadi, pikirannya sudah terbelenggu dengan keinginan duniawi yang dapat menimbulkan dirinya tidak tenang.

Demi terwujud harta yang diinginkan, apa pun kadang-kadang dilakukan. Tidak jarang terjadi pengelapan uang atau korupsi. Padahal, barang yang diambil secara tidak sah harus dikembalikan kepada pemiliknya. Nabi saw bersbda
عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَ
“Tangan yang mengambil barang orang dengan cara yang tidak diridainya wajib menanggung barang tersebut hingga dikembalikan kepada pemiliknya.” [HR Ahmad]

Ketiga, ujian penggunaan harta

Dalam menggunakan harta ada orang yang manganggap bahwa hartanya adalah miliknya sehingga dia tidak mau mengeluarkannya untuk apa pun dan kepada siapa pun. Semuanya serba berhitung, apalagi untuk kepentingan sosial dan akhirat. Itulah orang yang telah dikuasai oleh kikir yang berlebihan. Manakala seseorang yang sudah dikungkung oleh sifat kikir, harta sudah dianggapnya segala-galanya, bahkan orang itu sudah menjadikannya sebagai “Tuhan”.

Karena kikir itu, kewajiban pengeluaran sebagian hartanya berupa infak, sedekah, dan zakat pun tidak dilakukannya. Karena itu, hartanya itu akan menjadi siksaan baginya, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia hati dan pikirannya tidak tenang karena dihantui oleh perasaan kalau-kalau hartanya hilang atau dicuri orang. Malam pun matanya tidak dapat dipejamkan karena mesih memikirkan hartanya. Sementara itu, di akhirat dia akan mendapat siksaan yang berat, seperti firman Allah SWT,

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, beri tahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At-Taubah: 34)

Sebaliknya, ada juga mereka yang justru hartanya itu dihambur-hamburnya untuk hal-hal yang sia-sia dan maksiat. Pemanfaatan hartanya itu menjadi ujian bagi mereka, apakah digunakan untuk kepentingan ibadah dan umat atau untuk kepantingan pemuasan hawa nafsunya. Mukmin yang cerdas akan dapat menyalurkan sebagian hartanya untuk barbagi kepada orang yang memerlukan dan kepentingan fi sabilillah.
Bukankah Allah SWT sudah mengingatkannya dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya yang artinya,
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا

” Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
(QS Al-Isra [17]: 26–27).

Harta harus digunakan dengan sebaik-baiknya pada jalan yang diridai Allah SWT. Manakala sebagian harta itu disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya dan lembaga sosial keagamaan, harta itu akan berkah. Keberkahan harta terlihat dari berkembangnya harta dan kekayaan akan menjadi bertambah. Allah SWT akan menjamin penambahan harta dengan berinfak, bersedekah, dan berzakat. Justru sifat kikir dengan tidak mengeluarkan hartanya kepada pihak yang memerlukan akan mengurangi dan menggerogoti hartanya. Bagi Allah SWT mudah saja menjadikan kekayaan itu berkurang dalam sekejap. Oleh karena itu, orang kaya harus sadar bahwa hari ini kaya, bisa jadi besok melarat. Rasulullah sudah mengingatkan dengan sabdanya,
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun, aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.”[HR Bukhari-Muslim]
Kehancuran dan kebinasaan orang-orang dahulu adalah karena kesombongan dan kekikiran mereka sehingga menumpuk kekayaan yang tidak dirasakan oleh keluarga yang terlunta-lunta dan fakir miskin di sekitarnya. Qarun manusia terkaya pada saatnya dibinasakan oleh Allah SWT karena kesombongan dan kebakhilannya. Allah membenamkannya ke dalam bumi bersama kekayaannya. Itu yang dikhawatirkan Rasullah saw. terhadap umatnya.
Perlu diingat bahwa orang kaya akan dimintai pertangungjawaban hartanya di akhirat, seperti yang disampaikan Rasulullah saw. dalam sabdanya,

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ…وَعَنْ مَالِهِ ، مِنْ أَيْنَ اكتَسَبه ؟ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ؟

“Kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari Kiamat sampai dia ditanya empat hal, antara lain,… tentang hartanya: dari mana harta itu diperoleh dan untuk apa harta itu dibelanjakan…” (HR Tirmidzi, Ad-Darimi, dan At-Thabrani)
Akhirnya, jika Allah menitipkan harta atau kekayaan, kita harus mampu mensyukuri dengan menyalurkan sebagian harta itu kepada yang berhak. Sadarilah bahwa keberkahan dan berkembangnya harta ditentukan oleh rasa syukurnya kita kepada Allah SWT atas anugerahnya. Kebakhilan orang kaya akan menyengsarakan batin dan kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Manakala Allah SWT menegurnya dengan mengambil hartanya, baik sebagian maupun seluruhnya, di sana manusia akan tersadar bahwa pada saat kaya lupa akan kemiskinan. Mudah-mudahan hal itu terjauh dari kita yang masih punya iman dan takwa kepada Allah SWT. Amin!
Wallahu a’lam bissawab.
Wassalamualaikum wr. wb.
Ciledug, 3 Juni 2020

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899