Dekadensi Moral Pelajar Akibat Sekularisasi Diktat Pendidikan

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc.M.M:

Belakangan kita sering membaca berita seputar tawuran pelajar. Di beberapa kasus bahkan sampai memakan korban jiwa. Selain tawuran, pelajar juga dihantui oleh miras, narkoba dan pergaulan bebas.

Tentu sangat memprihatinkan, pelajar yang tugas utamanya adalah menuntut ilmu, namun yang terjadi justru dekadensi moral. Pelajar yang semestinya sebagai penggerak motor keilmuan, malah banyak yang jatuh ke prilaku amoral.

Pertanyaannya, ada apa dengan sistem pendidikan kita sehingga banyak pelajar yang melakukan perbuatan tercela? Bukankah sekolahan merupakan lembaga pendidikan? Mengapa tidak mampu mencetak para murid yang berilmu dan berakhlak mulia?

Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya ada beberapa persoalan yang mempengaruhi prilaku siswa, di antaranya adalah:
1. Lingkungan.
2. Pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai.
3. Pendidikan akhlak yang tidak lagi mendapatkan perhatian maksimal.
4. Buku diktat yang bersifat sekuler dan tidak ada nilai relegiusitas.

5. orang tua yang terkesan cuwek terhadap rpilaku anak.

Dari lima poin di atas, penulis akan menyoroti poin ke 4.

Jika kita lihat buku-buku diktat sekolahan, kita buka lembaran dari awal hingga akhir, yang kita dapatkan adalah materi yang kosong dari nilai ketuhanan. Dari awal hingga akhir, sama sekali tidak pernah disinggung mengenai tujuan pendidikan yang dapat meningkatkan iman anak didik. Tidak ada satu kalimat pun yang memberikan gambaran mengenai keutamaan ilmu, asal muasal ilmu pengetahuan, tujuan dari pembelajaran keilmuan yang berorientasi tauhid dan lain sebagainya. Poin-poin terkait etika ilmu tersebut sama sekali tidak pernah disinggung.

Akibatnya, murid belajar ilmu hanya untuk ilmu itu sendiri. Ilmu bukan dijadikan sarana mengikat keagungan Tuhan, tapi hanya sekadar belajar untuk mengejar target agar dapat mendapatkan nilai tinggi di ujian akhir.

Sisi kedua, dari sisi epistem, ilmu yang diajarkan pada siswa adalah ilmu empirik semata. Siswa secara tidak sadar dijerumuskan pada pemahaman positifisme yang hanya mengakui kebenaran melalui penelitian ilmiah.

Ilmu pengetahuan, semuanya bermula dari sisi materialistik dan eksperimental. Tuhan dilupakan dan seakan tidak mempunyai peran sama sekali. Ilmu lepas dari sumber ketuhanan.

Bahkan banyak teori materialistik yang diajarkan ke siswa. Teori penciptaan alam semesta tanpa melibatkan peran Tuhan, teori Darwin, teori kekekalan energi, psikoanalisis, hukum yang berasal dari kesepakatan publik dan banyak lagi teori materialistik yang semuanya menjadikan materi atau manusia sebagai pusat keilmuan. Tuhan sama sekali terlupakan. Tuhan tidak punya peran apapun. Bahkan mungkin Tuhan telah mati.

Akibat dari sisi materialistik dua poin diatas, yaitu terkait dengan etika berilmu (aksiologi) dan sumber ilmu (epistemologi), maka mengakibatkan siswa jatuh ke jurang materialisme. Siswa belajar, bukan menambah keimanan dan mengenal Allah yang Maha Pencipta, namun menambah jiwa materialistiknya.

Dampak negatifnya jelas. Tanpa melibatkan Tuhan dalam materi sekolah, akhirnya Tuhan juga “tercerabut” dari hati para siswa. Implikasinya, akhlak siswa menurun. Ilmu yang mereka dapatkan tidak menambah baik akhlak mereka. Sebaliknya, dengan sekularisasi pembelajaran tadi, mengakibatkan dekadensi moral di kalangan para pelajar.

Benar bahwa ada materi keagamaan. Namun porsinya sangat sedikit dan hanya sebagai pelengkap saja. Padahal sejatinya, semua ilmu itu adalah ilmu agama. Fisika, biologi, kimia dan lain sebagainya, bisa dibentuk dan diarahkan untuk mempertebal tauhid siswa didik.

Memperbaiki akhlak pelajar sesungguhnya bisa mulai dari sini. Memulai dengan memasukkan epistemologi dan kasiologi Islam dalam muatan semua materi keilmuan. Dengan demikian, siswa belajar dengan tetap terpaut dengan Tuhan. Jika Tuhan selalu ada dalam semua materi, dan nilai materialistik tadi bisa dihilangkan, yang akan terjadi adalah “revolusi mental” bagi para siswa. Mereka belajar mendapatkan ilmu dan juga menambah iman. Mereka akan menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Kelak tatkala menjadi ilmuan, mereka akan menjadi ilmuan muslim yang oleh al-Quran disebut sebagai ulil albab. Wallahu a’lam

Comments