Setelah Digertak Ketua Pemuda Muhammadiyah, Junimart Minta Maaf ke Buya Syafii Maarif

JAKARTA – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, meminta maaf kepada mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif atau yang akrab disapa Buya.Ini setelah Junimart pernah menyebut Buya dengan sebutan ‘orang tidak jelas’ setelah Syafii mengumumkan pembicaraannya dengan Presiden Joko Widodo sekitar dua pekan lalu. Saat itu, Syafii mengatakan Jokowi batal melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan, calon tunggal kapolri.

“Kedatangan kami untuk silahturahmi sekaligus meminta maaf. Jika bersalah, saya mohon maaf,” kata Junimart yang didampingi rekannya Ahmad Basarah di Maarif Institute, Jalan Raya Tebet Barat, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Februari 2015.

Selain meminta maaf, Junimart juga meminta saran kepada Buya bagaimana bertutur. Tujuannya, kata Junimart, agar tidak kembali mengulang kesalahan. “Tidak salah juga kami meminta masukan dari beliau untuk bisa berkomunikasi dengan baik sesama partai politik,” ucap Junimart.

Tak hanya itu, kata Junimart, Buya juga meminta agar internal PDIP tetap solid. Dalam pertemuan ini, Buya tidak menyinggung soal permasalahan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. “Beliau mengatakan jangan sampai ada perpicahan. Kalau ada gas, harus ada rem,” ucap Junimart.

Junimart bahkan sempat meminta Ketua Tim 9, yang dibentuk Presiden Jokowi, itu untuk tidak memperkeruh suasana kisruh seputar pelantikan calon Kapolri.

Gertak Politikus PDIP

Sebelumnya, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjuntak melontarkan peringatan bagi politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang. Ia mengatakan seluruh umat Muhammadiyah tersinggung oleh ucapan Junimart yang menyebut Syafii Maarif sebagai orang tak jelas. “Dia harus hati-hati. Jaga statement dia. Buya (Syafii Maarif) itu pemimpin 30 juta umat Muhammadiyah di Indonesia,” kata Dahnil di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Kamis, 5 Februari 2015 lalu.

Junimart menyebut Syafii Maarif sebagai orang tak jelas setelah pendiri Maarif Institute itu mengaku dihubungi Presiden Joko Widodo untuk diberi tahu bahwa Presiden tak jadi melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri. Junimart bahkan meminta Ketua Tim 9 itu tak memperkeruh suasana kisruh seputar pelantikan calon kapolri.

Tim 9 adalah tim bentukan Jokowi yang diminta memberikan masukan dan rekomendasi atas masalah pelantikan calon Kapolri dan polemik KPK versus Polri. Tim yang dipimpin Maarif ini beranggotakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie; mantan Wakil Kepala Polri, Komjen Polisi Purnawirawan Oegroseno; guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana; pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar; mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas; sosiolog Imam Prasodjo; dan mantan Kapolri, Jenderal Purnawirawan Sutanto.

Dahnil mengatakan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu tak pernah meminta menjadi anggota Tim 9. Presiden Jokowi-lah yang meminta Syafii memimpin tim itu. Jadi Junimart jangan asal bicara,” kata Dahnil.

PDI Perjuangan tampaknya memang kukuh mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kapolri terpilih. Partai utama pendukung pemerintah ini tetap memaksa pelantikan Budi meski KPK telah menetapkannya sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Hubungan antara Budi Gunawan dan PDI Perjuangan bisa dikatakan erat. Budi pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat Ketua Umum PDI Perjuangan itu menjabat presiden. Sejak saat itu, Budi lekat dengan partai berlambang banteng bermoncong putih itu.

PDI Perjuangan pun membela Budi dalam soal penetapannya sebagai tersangka. Salah satunya dengan menyerang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad. Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu bahkan menyatakan bahwa Abraham melanggar kode etik karena pernah bertemu dengan dia dan sejumlah politikus PDI Perjuangan lain untuk menjajaki kemungkinan menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo dalam Pemilu 2014. (sp/goriau)