Gerakan Jamaah & Dakwah Jamaah Dalam Muhammadiyah

Oleh : Fathurrahman Kamal, Lc.,MA

(Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah 2010-2015)

IFTITAH : MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR, JATI DIRI, MKCH & KEPRIBADIAN

(SYAKHSHIYYAH) WARGA MUHAMMADIYAH[3] SEBAGAI MUNTHALAQ DAKWAH KITA

1. Muqaddimah Anggaran Dasar

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ

نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ

عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.

رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمدصلى الله عليه وسلم نبياورسولا

AMMA BA’DU, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semat-mata.
Ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah
satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas
kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat
diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong,
bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas
dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan
berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan
sebaik-baiknya.
Menjujung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum manapun juga, adalah kewjiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk
mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakatyang bahagia dan sentausa sebagai yang
tersebut di atas itu, tiap-tiap orang terutama umat Islam, umat yang percaya
akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci;
beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan
dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat
yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan
karunia Allah dan ridha-nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di
hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal
bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,
atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat
dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman,
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah
golongan yang beruntung berbahagia

“. وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ

بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

(QS Ali-Imran:104)

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh

almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam”

dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis

(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura”

yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.

Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah

Allah dan mengikuti sunnah Rasul-nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia

dan ridha-nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa

dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga

merupakan:

“Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan

Yang Maha Pengampun”. بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantarkan ke

pintu gerbang syurga “Jannatun Na’im” dengan keridhaan Allah Yang Rahman dan

Rahim.

2) JATI DIRI MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah adalah suatu Persyarikatan yang merupakan “Gerakan Islam”. Maksud

gerakan ialah Dakwah Islam dan amar ma’ruf dan nahi munkar yang ditujukan

kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat

Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi menjadi dua

golongan :

a. Kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan

kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni;

b. Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama

Islam.

Adapun dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar bidang kedua ialah kepada

masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.

Kesemuanya itu dilaksanakan dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap

keridhaan Allah semata-mata.

Dengan melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya

masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuan

ialah mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah

subhanahu wata’ala.

3. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)

1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar,

beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan

bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah

s.w.t. untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah

Allah di muka bumi.

2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan

kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai

kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada

umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan

spiritual, duniawi dan ukhrawi.

3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :

* Al-Qur’an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

* Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang

diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan menggunakan akal fikiran sesuai

dengan jiwa ajaran Islam.

4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi

bidang-bidang :

* Aqidah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari

gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip

toleransi menurut ajaran Islam.

* Akhlak

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman

ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada

nilai-nilai ciptaan manusia.

* Ibadah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah

SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

* Muamalah Duniawiyah

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat dunyawiyah (pengelolaan

dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua

kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat

karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan,

kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu

negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT (Surah Saba’ ayat 15) :

4). Kepribadian (Syakhshiyyah) Warga Muhammadiyah

1) Memahami hakekat Islam secara menyeluruh mencakup aspek akidah, ibadah,

akhlaq dan mu’amalat dunyawiyah; bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Maqbulah.

2) Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridla Allah SWT

semata-mata.

3) Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupannya,

dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga

dan kehidupan bermasyarakat sehingga terwujud masyarakat utama yang diridlai

oleh Allah SWT.

4) Memiliki semangat jihad untuk memperjuangklan Islam.

5) Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam baik korban waktu,

harta, tenaga bahkan nyawa sekalipun.

6) Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan

Islam dengan arti kata tidak mundur karena ancaman dan tidak terbujuk dengan

rayuan dan selalu istiqamah dalam kebenaran.

7) Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disukai dan tidak disukai selama berada

dalam garis kebenaran. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dia dan

pimpinandalam hal yang sifatnya mubah atau ijtihadi dia akan mendahulukan

pendapat pimpinan.

8) Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat.

9) Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.

10) Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.

KESADARAN BERJAMAAH : ANTARA TUNTUTAN SYAR’IY DAN FORMALITAS ORGANISASI

Dalam lembar tanfidz keputusan muktamar Muhammadiyah ke-39 terbitan PP

Muhammadiyah tertanggal 29 Muharam 1395 / 10 Februari 1975 yang ditandatangani

oleh pejabat PP Muhammadiyah : H.M. Djindar Tamimy dan H. Djarnawi Hadikusuma

pada halaman 29-33 lampiran I tentang realisasi jama’ah dan dan dakwah jama’ah

dalam konsep Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah, dinyatakan bahwa gerakan yang

dimaksud dalam rangka Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah ialah suatu usaha

Persyarikatan Muhammadiyah melalui anggotanya yang tersebar di seluruh tanah

air untuk secara serempak teratur dan berencana meningkatkan keaktifannya dalam

membina lingkungannya ke arah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin.

Namun demikian, gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah yang diidealkan sampai saat

ini tampaknya belum menjadi kenyataan yang menggembirakan. Terbaca pada

“Pengantar” buku Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah yang diterbitkan oleh MTDK

PPM (2006) beberapa faktor sebagai berikut; (1) Informasi / penjelasan tak

tersebar secara merata; (2) Pergeseran nilai kegotong-royongan ke

individualistis; (3) Masih adanya pengurus Persyarikatan yang tidak mau

melaksanakan gerakan dakwah jama’ah; (4) Masih adanya sikap mental acuh tak

acuh warga Muhammadiyah akan pelakanaan cita-cita luhur Muhammadiyah; (5) Belum

semua warga Muhammadiyah siap melakukan perubahan; (6)Belum semua warga

Muhammadiyah siap ittiba’ Rasul dalam hidup berjama’ah/ bermasyarakat.

Dalam hemat pembacaan dan perenungan penulis, tentunya ini subyektif namun

dapat didiskusikan, sebagian warga kita berjamaah dan bermuhammadiyah baru pada

level formalitas organisasi/persyarikatan semata, dalam artian hanya sebagai

rutinitas yang pada titik tertentu justeru membosankan, dan lekas kehilangan

stamina. Dalam ungkapan yang lain, kesadaran kita baru pada wilayah

‘aqliyah-jasadiyah dan belum menembus relung jiwa yang terdalam,

ruhiyah-qalbiyah kita. Dapat pula dikatakan, kita belum menyadari dengan baik

dan kemudian mengamalkan bahwa, berjamaah atau bermuhammadiyah sejatinya adalah

tuntutan yang bersifat syar’iy, berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, Sunnah serta

tauladan yang aktual pada masa dakwah Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau,

radlyallahu ‘anhum.

Beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini dapat kita tadabburi berasama:

1. Surah Ali Imran ayat 103

اللَّهِ بِحَبْلِ وَاعْتَصِمُوا جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ

اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ

فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ

النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ

لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ [6]

1. Surah Ali Imran ayat 105

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ

الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ[7]

1. Surah Al-Rum ayat 31-32

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ

الْمُشْرِكِينَ. مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ

حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ[8]

1. Surah Al-Tawbah ayat 107-108

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ

الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ

وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ

لَكَاذِبُونَ. لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا[9]

1. Surah An-Nisa’ ayat 59

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى

اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا[10]

Adapun hadis-hadis Rasulullah SAW adalah :

1. HR Bukhari dan Muslim

لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث النفس

بالنفس والثيب الزاني والمفارق لدينه التارك للجماعة[11]

1. HR Bukhari & Muslim

عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ

اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ

عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا

كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ

بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ

الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ

قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ

بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ

جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ

اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ

بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ

جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ

جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ

تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

1. HR Bukhari

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ

وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ …وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا

يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ

يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ

1. HR Muslim

عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أن رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم

عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ

وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ

Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

permasalahan berjamaah merupakan tuntutan dan kewajiban secara syar’iy yang

mesti disadari dan diamalkan oleh setiap muslim. Berjama’ah bukanlah hanya

tuntutan formalitas organisasi semata.

Setelah mencermati hadis-hadis Rasulullah SAW tentang jamaah, Al-Imam

Asy-Syathiby menyimpulkan sebagai berikut; jamaah ialah umat Islam yang sepakat

(ijma’) atas suatu urusan; mayoritas umat Islam; jama’ah para ulama dan ahli

ijtihad; umat Islam yang sepakat atas satu pemimpin/amir; jama’ah secara

spesifik ialah golongan para sahabat radliallahu ‘anhum.

Di antara pendapat-pendapat tersebut, Imam Asy-Syathiby cenderung untuk

menyatakan bahwa jama’ah ialah jama’ah umat Islam jika mereka berkumpul dibawah

kepemimpinan seorang amir/pemimpin. Demikian pula dipertegas oleh Al-Hafidz

Ibnu Hajar dalam kitab beliau “Fathul Bary”.[12]

DR Abdul Hamid Hindawy dalam kitabnya “Kayfa Al-Amru Idza Lam Tahun Jama’ah;

Dirasat Hawla al-Jama’ah wa al-Jama’at” mengidentifikasi makna jama’ah menjadi

dua; dimensi teoritis yakni komitmen dan berpegang teguh pada apa yang

digariskan oleh Rasulullah SAW dan juga diikuti oleh para sahabat; dimensi

praksis/politis yakni berkumpulnya seluruh umat Islam dibawah kepemimpinan

seorang pemimpin/amir.[13]

Dengan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, saat ini tidak

ditemukan Jama’ah Islam dalam dimensinya yang praksis/politis, di mana seluruh

umat Islam di dunia bernaung di bawah kepepmimpinan seorang

pemimpin/amir/khalifah. Fakta ini pula yang mengantarkan kita kepada kesimpulan

lain, di mana tidak seorangpun atau jama’ah pun yang dapat mengklaim diri

sebagai perwujudan otentik dari Jama’ah Islam universal yang wajib diikuti

(diberikan sumpah setia/ bai’at) sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah SAW

dalam hadis-hadis tentang jamaah. Yang ada dan dapat kita akui bersama untuk

saat ini ialah adanya “jama’atun minal muslimin”, “satu jamaah dari keseluruhan

umat Islam.”

Lalu bagaimana kita menjalankan ajaran berjamaah yang ditegaskan oleh

Rasulullah SAW dalam sabda-sabdanya? Menjawab ‘kegelisahan’ ini, Dr. Sholah

Ash-Shawi[14] menjelaskan 2 cara yang dapat ditempuh oleh setiap muslim :

Pertama; Komitmen (iltizam) dengan salah satu jama’ah dari berbagai jama’ah

yang ada, dengan sebuah pandangan bahwa ini adalah sebuah usaha untuk menuju

adanya “Jama’atul Muslimin” sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW,

dengan melihat dan mempertimbangkan mana diantara jama’ah-jama’ah tersebut yang

lebih dekat kepada Al-Qur’an dan Sunnah, lebih komprehensif, matang dalam

mempertimbangkan antara mashalih dan mafasid, lebih memiliki kemampuan, potensi

dan kekuatan untuk melaksanakan amal Islam yang sempurna.

Kedua; Komitmen (iltizam) dengan Jama’atul Muslimin, Ahlul Halli wal ‘Aqdi.

Mereka memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dalam segala kepentingan dan

kemaslahatan umat Islam. Hal sedemikian akan terwujud jika ada seorang pemimpin

yang dapat diikuti secara bulat oleh keseluruhan umat Islam. Atau dapat pula,

dalam proses menuju terwujudnya Jama’atul Muslimin, diadakan kepemimpinan

kolektif yang dapat melakukan komunikasi aktif dengan seluruh elemen dan

jama’ah-jama’ah yang ada, tanpa harus memberlakukan keharusan untuk menjadi

anggota di salah satu dari jama’ah-jama’ah tersebut.

Berdasarkan pada peta permasalahan tersebut di atas, dalam konteks berjama’ah

di Persyarikatan kita ini atau berMuhammadiyah, tampaknya lebih dekat dengan

solusi pertama yang ditawarkan oleh Dr Sholah Ash-Shawi. Oleh karena itu,

adalah sebuah kewajiban syar’iy bagi setiap warga Persyarikatan untuk muhasabah

atas dirinya sendiri mengapa Muhammadiyah yang menjadi pilihannya. Jika memang

pilihan kita untuk bergabung dan menyatakan komitmen bulat kepada Persyarikatan

Muhammadiyah ini, maka apa yang penulis sebut sebagai “munthalaq dakwah

Muhammadiyah” pada iftitah naskah ini, perlu untuk dikaji secara mendalam,

dipahami, diamalkan, didakwahkan serta bersabar dalam menerima segala cobaan

yang tentunya menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari dakwah itu sendiri.

Tadabbur Sirah Nabawiyah : Gerakan Dakwah & Gerakan Jama’ah Rasulullah SAW

1) Untuk membangun sebuah jamaah, Rasulullah SAW mensosialisasikan

prinsip-prinsip Islam dan pokok ajarannya. Syi’arnya ialah :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ

عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[15]

Dalam hal ini Rasulullah SAW menjalankan beberapa hal berikut;

1. Mengintensifkan dakwah perorangan. Dakwah fardiyah ini dilakukan oleh

Rasulullah SAW pada fase dakwah sirriyah. Metode ini sangat relevan untuk

dilakukan pada awal pembentukan jama’ah, ataupun di saat adanya tindakan

refresif dari pihak penguasa.

2. Dakwah jama’ah, mengintensifkan relasi kepada public (jumhur). Hal ini

dilakukan oleh Rasulullah SAW pada masa dakwah jahriyah.

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ [16]

2) Menata manajemen dakwah.

Menentukan skala prioritas dalam berdakwah. Rasulullah SAW menegaskan

eksistensinya sebagai pembawa risalah tauhid An-Nahl ayat 36 :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ

وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ

عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ

عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

3) Setelah jamaah terbentuk, Rasulullah SAW menyiapkan jama’ah tersebut untuk

menyebarkan ajaran yang telah diterimanya.

وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ ءَامَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ

لَمْ يُؤْمِنُوا فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ

الْحَاكِمِينَ[17]

2. Pada fase jahriyah : Mengadakan pengajian umum, halaqah kabirah. Juga

mengadakan rihlah dakwah jama’iyyah. Ada pula langkah-langkah untuk

mengkondisikan dakwah dengan ceramah/khutbah, maw’idzah.

1. Pada fase sirriyah : sahabat yang telah menerima dakwah berkisar antara 3-5

orang. Mereka kumpul setiap hari, tempat dan waktu yang bervariasi.

4) Langkah berikutnya, mengirim sahabat untuk berdakwah ke luar Makkah. Mush’ab

ibn ‘Umair diutus ke Madinah dalam rangka pengkondisian pra-hijrah.

Demikianlah, secara ringkas, gerakan jamaah dan dakwah jamaah yang dicontohkan

oleh Rasulullah SAW dalam sirahNya.

Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah Muhammadiyah

1) Gerakan yang dimaksud dalam rangka gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah di

sini adalah suatu usaha Persyarikatan Muhammadiyah, melalui anggotanya yang

tersebar di seluruh tanah air, untuk secara serempak teratur dan terencana

meningkatkan keaktifannya dalam membina lingkungannya ke arah kehidupan yang

sejahtera lahir dan batin.

2) Pengertian tentang jama’ah

1. Jama’ah adalah suatu bentuk kehidupan bersama sekelompok orang yang

tujuannya membina hidup berjama’ah.

Pengertian sekelompok orang yang dimaksud adalah sekelompok keluarga yang

tempat tinggalnya saling berdekatan, tidak membedakan golongan, baik agama, status

sosial maupun mata pencaharian.

1. Kelompok itu-oleh sekelompok kecil anggota Muhammadiyah yang ada di

dalamnya-diusahakan dapat terwujud suatu kehidupan yang sejahtera, lahir dan

batin, bagi segenap anggota kelompok, sehingga merupakan satu kesatuan

kehidupan bersama dan serasi, yang selanjutnya dapat menyumbangkan kemampuannya

untuk ikut serta membangun bangsa dan negaranya.

2. Sekelompok anggota Muhammadiyah yang mengambil inisiatif itu, disebut inti

jama’ah, yang membentuk dirinya sebagai potensi penggerak kelompok (group

dinamics).

Alasan untuk menempatkan diri sebagai inti jama’ah bagi anggota Muhammadiyah

ini, tidak lain karena didorong oleh rasa tanggung jawabnya sebagai muslim yang

melaksanakan ajaran agamanya, sebagai ibadahnya kepada Allah subhanahu wa

ta’ala.

1. Oleh karena itu, niat untuk membentuk jama’ah adalah semata-mata untuk

mendapat ridha Allah subhanahu wa ta’ala, tidak dikerjakan untuk menyusun

kekuatan politik atau golongan, tidak pula untuk kepentingan pribadinya.

Kesejahteraan hidup adalah milik dan kepentingan bersama bagi setiap orang,

setiap keluarga, setiap kelompok.

2. Jama’ah sebagai bentuk kehidupan bersama tidak selalu harus dimulai dengan

membentuk organisasi jama’ah yang nyata (kongkrit). Titik berat gerakan ini

adalah menyebarkan dan mengembangkan ide hidup berjama’ah. Bentuk organisasi

jama’ah tidak boleh dipaksakan. Akan tetapi pengelompokan anggota Muhammadiyah

menjadi inti jama’ah menjadi sarana yang paling dekat untuk dicapai oleh

Persyarikatan.

Dengan melalui pertemuan dan lain sebagainya inti-inti jama’ah ini melangkahkan

kakinya untuk memprakarsai hidup berjama’ah di lingkungan tempat tinggalnya dan

kalau situasi dan kondisi setempat mengizinkan, melangkah lebih jauh untuk

mewujudkan jama’ah sebagai lembaga sosial yang terbukti memang dikehendaki dan

dibutuhkan masyarakat (sosial need).

3) Pengertian tentang Hidup Jama’ah

1. Bahwa hidup berjama’ah seperti yang dijelaskan di atas (2) bisa tumbuh dan

berkembang dengan sendirinya, apalagi bisa teratur dan berencana mudah kita

duga.

Manusia sebagai makhluk sosial, yang secara fitrahnya harus hidup berkelompok

karena saling membutuhkan. Tetapi manusiapun disifati sebagai makhluk

individual, yang terjadi dari jiwa raga yang tak terpisahkan, dengan cipta,

rasa dan karsanya itu memiliki kemampuan untuk membebaskan dirinya dari ikatan

lingkungannya, walapun hanya di dalam hatinya. Oleh karena itu sifat

egoistis-mementingkan diri sendiri, sering lebih menonjol dari sifat sosialnya.

Dari pokok pangkal pikiran ini, kita mudah menduga bahwa hasrat untuk hidup

berjama’ah tidak bisa tumbuh dan berkembang sendiri. Harus ada sekelompok kecil

di tengah-tengah kelompok yang lebih besar yang membentuk dirinya menjadi inti

kelompok -dus inti jama’ah- mengajak untuk hidup sejahtera, membina kebaikan

dan menjauhkan kemungkaran.

1. Hidup berjama’ah harus dida’wahkan, tetapi tidak cukup hanya dengan

khutbah-khutbah di masjid atau ceramah-ceramah di dalam pengajian-pengajian;

pendeknya tidak cukup diomongkan.

Hidup berjama’ah harus diprakarsai muballigh (inti jama’ah) dan umat yang

dida’wahi (calon jama’ah)nya harus merupakan satu pernyataan hidup bersama. Apa

yang dida’wahkan si muballigh – baik materi maupun sasarannya, baik langsung

maupun tidak langsung akan menyangkut dan mengenai pribadi si muballigh.

Oleh karena itu sistem da’wah dalam rangka menimbulkan hidup berjama’ah ini

disebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tujuannya

a) Menumbuhkan dan membina hidup berjamaah yaitu hidup bersama yang serasi,

rukun dan dinamis;

b) Menumbuhkan dan membina hidup sejahtera, yakni hidup yang terpenuhi

kebutuhan lahir dan batin bagi segenap warga jama’ah;

c) Kesemuanya itu untuk mengantarkan warga jama’ah dalam pengabdiannya kepada

Allah subhanahu wa ta’ala, kepada bangsa dan negara serta kemaslahatan manusia

pada umumnya.

1) Materinya

a) Bidang pendidikan: menumbuhkan kesadaran dan memberikan pengertian tentang

mutlak perlunya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda, khususnya

pendidikan agamanya, untuk menjadi pegangan hidup dan kehidupannya di masa

depan;

b) Bidang sosial: membina kehidupan yang serasi antara keluarga yang satu

dengan yang lainnya, saling tolong menolong dan bantu membantu mengatasi

kesulitan yang sedang dialami oleh anggota jama’ahnya. Menghilangkan sifat

egois dan menutup diri;

c) Bidang ekonomi: berusaha mencegah kesulitan-kesulitan ekonomi/ penghidupan

yang dialami oleh anggota jama’ahnya, antara lain dengan membantu permodalan,

mencarikan pekerjaan, memberikan latihan ketrampilan/ keahlian dan sebagainya;

d) Bidang kebudayaan: membina kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam

sebagai sarana / alat da’wah dan mengikis/ menghindarkan pengaruh kebudayaan

yang merusak, dari manapun datangnya;

e) Bidang hukum: membina kesadaran dan memberikan pengertian tentang tertib

hukum untuk kebaikan bersama dalam kemasyarakatan. Melaksanakan dan

mempraktekkan ajaran-ajaran agama (Islam) yang berhubungan dengan mu’amalah

duniawiyah;

f) Bidang hubungan luar negeri (solidaritas): menumbuhkan rasa setia kawan dan

simpati terhadap sesama umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya yang

sedang mengalami musibah, penderitaan, penindasan dan sebagainya kemudian

menyata-laksanakannya dengan mengumpulkan bantuan dan sebagainya.

2) Metodenya

a) Dakwah jama’ah dilaksanakan oleh sekelompok kecil warga jama’ah (inti

jama’ah) yang ditujukan kepada kelompok (jama’ahnya);

b) Inti jama’ah bertindak sebagai penggerak kelompok yang merencanakan,

melaksanakan dan menilai langkah-langkah dan materi da’wahnya;

c) Dakwah jama’ah menggunakan teknik-teknik pembinaan masyarakat (community

development).

3) Sifatnya

a) Da’wah jama’ah dilaksanakan atas nama pribadi masing-masing muballigh;

b) Da’wah jama’ah bersifat informil, artinya tidak mengikatkan dirinya kepada

instansi / lembaga yang formil;

c) Instansi/lembaga-lembaga masyarakat yang ada menjadi tempat menyalurkan

kegiatan warga berjama’ah.

4) Pengertian tentang inti jama’ah

1. Inti jama’ah terjadi dari anggota Muhammadiyah. Satu inti jama’ah terdiri

dari sekitar 3 (tiga) sampai 7 (tujuh orang, dari pria dan wanita;

2. Ruang gerak satu inti jama’ah sekurang-kurangnya meliputi satu rukun

tetangga (RT), seluas-luasnya meliputi satu rukun kampung / warga / dukuh;

3. Tugas inti jama’ah adalah melaksanakan dan merencakan da’wah jama’ah serta

dinilai hasil-hasilnya untuk langkah-langkah perubahan;

4. Inti-inti jama’ah di satu keluarga saling mengkoordinir dan menyeleraskan

kegiatan menjadi satu unit gerakan jama’ah.

Unit-unit ini yang menjadi salauran komunikasi dengan induk organisasi Muhammadiyah;

1. Keanggotaan inti jama’ah serta pembagian tugas perhatiannya diatur/

dimusyawarahkan bersama oleh anggota Muhammadiyah dalam satu jama’ah.

Apabila di dalam satu jama’ah terdapat kelebihan anggota Muhammadiyah, tugas

inti jama’ah dapat digilirkan secara periodik. Anggota yang kebetulan tidak

menjadi inti jama’ah berfungsi sebagai pendukung dan pelopor kegiatan

jama’ahnya. Kelebihan anggota tersebut dapat ditugaskan untuk membina tempat

lain yang tidak terdapat anggota Muhammadiyah di dalamnya;

1. Apabila bentuk jama’ah sudah gatra (maujud), inti jama’ah mempersiapkan

terbentuknya organisasi jama’ah dengan mempersiapkan pamong jam’ahnya;

2. Di dalam hal organisasi jama’ah belum terwujud, inti jama’ah berfungsi

sebagai pamong jama’ah sementara. Kalau organisasi jama’ah dan pamong jama’ah

sudah terwujud, inti jama’ah dapat mengintegrasikan diri ke dalamnya atau

berdiri di luar sebagai pembantu, aktif menjadi sumber inspirasi dan kreasi

kegiatan jama’ahnya.

5) Pengertian tentang organisasi Jama’ah

1. Organisasi jama’ah adalah organisasi yang informal, dalam arti tidak terikat

dan bertanggungjawab kepada organisasi lain.

Organisasi ini lahir sebagai proses yang wajar dari kebutuhan kelompok

masyarakat di suatu tempat, sebagai akibat dari suksesnya dakwah jama’ah yang

dilaksanakan oleh inti jama’ah. Organisasi jama’ah tidak dapat dipaksakan

adanya. (Nama jama’ah itu sendiri tidak mutlak harus dipergunakan sekiranya

justru akan menghambat pengertian hidup berjama’ah).

1. Di dalam satu lingkungan tempat di mana semua atau sebagian besar

penghuninya warga Muhammadiyah, masalah terbentuknya organisasi jama’ah tidak

perlu dipersoalkan. Karena ide hidup berjama’ah memang sudah menjadi sebagian

dari kepribadiannya; maka timbulnya organisasi jama’ah berfungsi sebagai

intensifikasi semangat dan kegiatan hidup berjama’ah;

2. Organisasi jama’ah dipimpin oleh pamong jama’ah yang terjadi dari warga

jama’ah dan terdiri dari Bapak dan Ibu jama’ah dengan beberapa pembantu. Ibu

dan Bapak jama’ah dipilih dari dan oleh warga jama’ah sebagai sesepuh/tertua

lingkungan itu. Sedang pembantu-pembantunya terdiri dari tenaga-tenaga muda

yang lincah dan penuh daya kreasi dan bertanggungjawab kepada Bapak dan Ibu

jama’ah;

3. Pamong jama’ah bisa terjadi, sebagian dari inti jama’ah atau seluruhnya,

atau dapat pula inti jama’ah ada di luar pamong jama’ah (lihat 4-g.);

4. Tugas pamong jama’ah adalah memimpin dan mengantarkan jama’ahnya menuju ke

kehidupan berjama’ah yang sejahtera. Menampung dan menyalurkan ide-ide kegiatan

dan kebutuhan-kebutuhan hidup warganya yang sesuai dengan sasaran hidup

berjama’ah yang sejahtera;

5. Saluran ide-ide, kegiatan dan kebutuhan warga jamaah dapat ditumbuhkan dalam

jama’ah atau memanfaatkan instansi / lembaga yang telah ada di luar jama’ah;

6. Sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa secara resmi jama’ah tidak ada

hubungannya dengan organisasi Muhammadiyah; yang ada hubungan secara

organisatoris adalah antara anggota Muhammadiyah (sebagai warga jama’ah yang

menjadi inti jama’ah) dengan Muhammadiyah (Ranting).

6) Lokasi gerak jama’ah dan dakwah Jama’ah

1. Gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah bertitik tolak pada pembinaan mental

pribadi warga jama’ah dalam keluarganya dan dalam lingkungan tetangganya;

Pembinaan ini dapat melalui sarana-sarana intern jama’ah dan dapat memanfaatkan

sarana/fasilitas di luar jama’ah. Secara rutin pamong jama’ah memperhatikan

situasi dan kondisi warga jama’ahnya, mengamati rumah tangganya dan suasana

hidup bertetangga. Masalah-masalah yang tampak segera ditangani, yaitu dicari

pemecahannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ide-ide yang positif dan kreatif diusahakan melalui musyawarah, sehingga

menjadi milik bersama dan tanggung jawab bersama jama’ahnya.

1. Selanjutnya gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah meluaskan pandangannya seluas

batas-batas kelurahan tempat jama’ah-jama’ah. Ada inisiatif inti-inti jama’ah

yang tergantung dalam unit gerakan jama’ah; Jama’ah-jama’ah diajak

berpartisipasi dalam pembangunan kelurahannya (pembangunan desa/ kota).

7) Kompetensi Da’i Pendamping

1. Kompetensi Subtantif

* Ikhlas

* Amanah

* Shidq (Kejujuran ) : Perkataan, niat dan kehendak, ‘azm/tekad, menepati janji

dan dalam bekerja.

* Akhlaq karimah: rahmah, rifq (lemah lembut) dan hilm (santun), sabar, hirsh

(mencintai dan perhatian kepada mad’uw/audiens)

* Pemahaman Islam yang komprehensif

* Pemahaman akan hakekat dakwah/Fikih dakwah

* Mengenal lingkungan

1. Kompetensi Metodologis

Kompetensi metodologis adalah sejumlah kemampuan yang dituntut oleh seorang

da’i pendamping jama’ah yang berkaitan dengan masalah perencanaan dan metode

dakwah. Dengan ungkapan lain, kompetensi metodologis ialah kemampuan

profesional yang ada pada diri da’i pendamping jama’ah sehingga ia : (1) Mampu

membuat perencanaan dakwah (persiapan, kegiatan dakwah) yang akan dilakukan

dengan baik; dan; (2) Sekaligus mampu melaksanakan perencanaannya.

* Da’i pendamping jama’ah harus mampu mengidentifikasi permasalahan dakwah yang

dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan mengemukakan kondisi “keberagamaan”

obyek dakwah yang dihadapi, baik pada tingkat individu maupun tingkat

masyarakat.

* Da’i pendamping jama’ah harus mampu mencari dan mendapatkan informasi

mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi

lingkungannya.

* Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua di

atas, seorang da’i pendamping jama’ah akan mampu menyusun langkah perencanaan

bagi kegiatan dakwah yang dilakukan.

* Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam pelaksanaan

kegiatan dakwah. Walaupun faktor-faktor bakat memegang peranan cukup

menentukan, tetapi faktor latihan (dan pengalaman) akan sangat menunjang

kompetensi ini.

Ikhtitam

Demikianlah konsep Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah yang telah lama kita

cita-citakan. Hemat kami, kuncinya ialah kita bekerja sungguh-sungguh dan tidak

terlalu banyak berwacana ataupun silang pendapat. Apa yang bisa kita lakukan,

kita lakukan sekarang juga. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW,

konsep ini sejatinya bukan hal yang baru sama sekali. Ia telah lahir dari

aktualisasi nyata dakwah beliau di awal menggerakkan jama’ah dan dakwah jama’ah

seperti yang telah kami utarakan.

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita keikhlasan dan kemauan untuk

menunaikan amanah dakwah yang mulia ini dalam rumah kita, Muhammadiyah

tercinta.Amin ya Mujibassa’ilin.

[1] Disampaikan pada pengajian PDM Sragen, Sabtu 14 April 2007

[2] Anggota Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah,

Periode : 2005-2010 / Mudir Lembaga Bahasa Arab “Ma’had Ali Bin Abi Thalib”

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

[3] Lihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Muhammadiyah, Tahun 2005, hal. 5-8. Juga, Haedar Nashir dkk., Materi Induk

Perkaderan Muhammadiyah (Yogyakarta, Badan Pendidikan Kader Pimpinan Pusat

Muhammadiyah, 1994), Cet. Ke-1, hal. 126-129

[4] Keputusan Tanwir 1969 di Ponorogo

[5] Haedar Nashir dkk., Materi Induk…hal. 85-86

[6] Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah

kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu

(masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu

menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah

berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat

petunjuk.

[7] Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan

berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang

yang mendapat siksa yang berat,

[8] Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta

dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan

Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi

beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada

golongan mereka.

[9] Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan

mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu’min), untuk

kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu’min serta menunggu

kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.

Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan

Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam

sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya

[10] Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),

jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu

lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

[11] ( لا يحل دم امرئ ) لا يباح قتله(النفس بالنفس ) تزهــــــــــــق نفس القاتل

عمدا بغير حــــــق بمقابلة لنفس التي أزهقها(الثيب الزاني ) الثيب مـــــــن سبق

له زواج ذكرا أم أنثى فيباح دمه إذا زنى (المفارق ) التارك المبتعد وهو المرتد .

وفي رواية ( والمارق من الدين ) وهو الخارج منه خروجا سريعا(التارك للجماعة )

المفارق لجماعة المسلمين (Lihat, CD Al-Maktabah Asy-Syamilah)

[12] Husain Ibn Muhsin Ibn Ali Jabir, Al-Thariq Ila Jama’atil Muslimin (Madinah

: Darul Wafa’, 1989), Cet. IV, hal. 25-26

[13] Abdul Hamid Hindawy, Kayfa Al-Amru Idza Lam Tahun Jama’ah; Dirasat Hawla

al-Jama’ah wa al-Jama’at (Mesir: Maktabah Tabi’in, 1416), Cet. II, hal.95

[14] Sholah Ash-Shawi, Jama’atul Muslimin; Mafhumuha wa Kaifiyatu Luzumiha fi

Waqi’ina al-Mu’ashir (Qahirah : Dar Shafwah, 1413), Cet. 1, hal. 72-75

[15] Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang

baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah

yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah

yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl : 125)

[16] Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang

diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Hijr

: 94)

[17] Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk

menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah,

hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adal ah Hakim yang

sebaik-baiknya.

http://pcmwirobrajanyk.blogspot.com/