Tanggapan Kraton Solo terkait Sabda Raja Sri Sultan HB X

YOGYAKARTA – Polemik Sabda Raja membuat sebagian kalangan dari trah Mataram ikut berkomentar. Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, anggota keluarga Kasunanan Kraton Surakarta mengaku turut prihatin dengan permasalahan yang terjadi di Kraton Yogyakarta.
“Lebih baik dikumpulkan saja, tanya maksudnya (Sabda Raja),” kata GKR Wandansari kepada wartawan di Komplek Makam Raja Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Rabu (6/5/2015).
Wanita yang akrab disapa Gusti Mung ini mengatakan, apa yang terjadi di Keraton Solo dapat menjadi contoh bagi Keraton Yogyakarta. Ia berharap pertemuan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga kerajaan, nantinya memperoleh solusi terbaik terkait polemik di Yogyakarta.
Namun demikian, ia meminta kepada pihak manapun jika masih mengaku sebagai trah Mataram untuk tidak membuat aturan atau paugeran sendiri. “Di Solo ada Plt raja, karena raja tidak bisa melindungi sentono dalem dan abdi dalem (keluarga dan abdi), dan seharusnya tetap menjalankan wengku (harus menjalankan adat) kalau tidak mau, ya harus keluar dari adat, bikin kraton sendiri,” tegasnya.
Menurut dia, Kasunanan Surakarta ikut terluka dengan Sabda Raja Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 30 April lalu. Sebab, di dalamnya turut menyinggung mengenai perjanjian, Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan, yang menyangkut Mataram sebelum perjanjian Giyanti, yang menyebabkan Mataram pecah menjadi dua, Solo dan Yogyakarta. “Mestinya Solo juga terluka, karena membahas mengenai bumi Mataram tidak hanya berorientasi pada Yogyakarta saja, tetapi juga Surakarta,”ucapnya.
Sebelumnya, Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi dengan keras aksi keluarga keraton. Bahkan, Sri Sultan Hamengku Buwono X mempersilakan seluruh kerabat untuk mengeluarkan unek-uneknya terkait ketidaksetujuannya mengenai langkah yang akan diambil. Karena itu, dia berencana memanggil semua kerabat Keraton Yogyakarta pada minggu depan. “Minggu depan, saya panggil semua. Biar sekarang yang enggak setuju berkoar dulu semua,” ujar Sultan di Kompleks Kepatihan Kantor Gubernur DIY.
Sebelumnya, pada 30 April 2015, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan sabda raja yang di antaranya berisi ihwal penggantian nama. Setelah itu, Selasa 5 Mei 2015, Sultan mengangkat GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi, sekaligus putri mahkota. (sp/okezone)