Membaca Sholawat Nariyah Menurut Muhammadiyah – Lanjutan

Kembali Part 1

Pada sunnah maqbulah yang lain, setelah kalimat “wa ‘alaa aali Ibraahiim” tidak terdapat kalimat “innaka hamiidun majiid”, langsung disebut kalimat “Allaahumma baarik ‘alaa Muhammad …” sampai akhir.

Hal ini berarti kedua lafal shalawat itu boleh dibaca. Seperti halnya yang termuat dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, yang artinya Dari Ka’ab bin ‘Ujrah [diriwayatkan] bahwa Nabi saw. membaca shalawat: Alla-humma shalli ‘alaMuhammad wa ‘ala-a-li Muhammad kama-shallaita ‘ala-Ibrahi-ma wa a-li Ibra-him wa ba-rik ‘ala- Muhammad wa ‘ala- a-li Muhammad kama- barakta ‘ala- Ibra-him wa a-li Ibra-hi-ma innaka hami-dum maji-d”.

Sedangkan bentuk shalawat yang pendek adalah:

“Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Amwi mengkhabarkan kepada kami dalam hadisnya dari ayahnya dari Usman bin Hakim dari Khalid bin Salamah dari Musa bin Thalhah [diriwayatkan] ia berkata: Aku bertanya kepada Zaid bin Kharijah, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw., beliaupun bersabda: Bershalawatlah atasku dan bersungguh-sungguhlah di dalam berdoa dan ucapkanlah: Ya Allah, berilah shalawat atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad.” [HR. an-Nasaa’i].

Bentuk-bentuk shalawat lainnya bisa dibaca pada kitab-kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, kitabkitab Sunan dan Musnad Ahmad bin Hambal.

Untuk shalawat Nariyah, menurut kami sebaiknya tidak perlu dibaca, mengingat di dalamnya terdapat lafal yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits Nabi saw dan Nabi saw pun tidak pernah mengajarkan shalawat seperti itu.

Mengenai kebijakan Pemerintah Daerah di tempat saudara yang menganjurkan membaca shalawat Nariyah pada setiap mengawali kegiatan, alangkah baiknya jika Pimpinan Muhammadiyah di tempat saudara dapat berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah agar tidak menjadikan shalawat Nariyah sebagai kewajiban yang mengikat, bahkan bila perlu ditiadakan. Namun jika tetap diadakan, dapat diusulkan agar ada pilihan lafal shalawat sesuai pemahaman yang berkembang di masyarakat, tidak harus membaca shalawat Nariyah. Dengan demikian, warga Muhammadiyah dapat memilih lafal shalawat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw seperti telah diuraikan di atas.

Hal ini bukan berarti orang yang tidak mau mengamalkan atau membaca shalawat Nariyah adalah orang yang tidak cinta kepada shalawat dan tidak mau bershalawat, tetapi ada perbedaan pendapat di sini tentang lafal shalawat yang dapat diamalkan dan dibaca. Dengan demikian, hendaknya Pemerintah Daerah dapat memahami adanya ragam pendapat yang berkembang di masyarakat tentang lafal shalawat ini, sehingga dapat membuat kebijakan yang bisa diterima oleh semua orang.

Wallahu a’lam bish-shawab.