Respon Pembelaan Menteri Susi Terhadap Pelanggaran HAM Nelayan

By: Purnomo Gusnadi, Front Nelayan Indonesia Jawa Timur – Induk 11 Organisasi Nelayan Daerah Se Indonesia

Saya menilai menteri Susi Pudjiastuti beserta staff-nya panik. Mengapa? Muncul artikel berjudul “Tiga Jurus Menteri Susi Lindungi HAM Pengusaha Perikanan” tertanggal Selasa, 28 Maret 2017 – 10:05 WIB itu.

Tak ada yang salah dengan responnya. Sangat bagus. Namun menunjukkan bahwa menteri Susi Pudjiastuti telah bekerja berdasarkan HAM dan sesuai Hukum Internasional.

Sebagai aparatur pemerintahan yang dipilih oleh Presiden, berhak atas apapun dalam pelaksanaan Hukum Internasional serta mentaati HAM dengan membuat peraturan menteri. Ya termasuk ada orang Muhammadiyah di dalam peraturan menteri tersebut menjadi konsultan hokum dan HAM. Bagi kami tidak ada masalah, itu hanya saja soal pilihan jabatan, taka da yang bias mempengaruhi.

Akan tetapi, sebagai seorang menteri laiknya diperhatikan setiap kritik, bukan membangun pencitraan dengan keberhasilan. Bagi nelayan pada umumnya taka da yang dibanggakan dari kinerja menteri Susi Pudjiastuti. Pasalnya ada banyak pelanggaran yang dilakukannya. Mulai dari gagalnya tender kapal selama tahun 2016 di KKP RI hingga pelanggaran Hak Asasi manusia yang ddi lakukannya akibat kebijakan yang salah dengan menerbitkan banyak peraturan menteri tanpa ada kajian akademis tentang pokok-pokok permasalahnnya.

Lalu ketika nelayan melaporkan pelanggarannya ke Komnas Ham, kemudian ramai-amai mulai dari staffnya hingga busser-busser media sosialnya yang dibayar ramai-ramai mencitrakan kalau Susi Pudjiastuti melaksanakan nilai-nilai Hak Asasi manusia.

Apalagi, banyak media yang selama ini tidak mengkritisi kebijaknnya, di duga dibayar banyak oleh menteri Susi Pudjiastuti. Ya praduga tak bersalah, berlaku bagi nelayan untuk menilai kinerjanya.

Isi pencitraan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan tiga peratuan menteri terkait sertifikasi hak asasi manusia di industri perikanan. Permen tersebut antara lain, Permen No 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang diterbitkan pada 10 Desember 2015, bertepatan dengan Hari HAM Internasional, Permen No 42/PERMEN-KP/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan, dan Peraturan Menteri No 2/PERMEN-KP/2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang baru saja dirilis pada Januari 2017.

Darimana pelaksanaannya permen ini oleh seorang menteri Susi Pudjiastuti, sementara hak-hak nelayan diabaikan, permen yang Susi keluarkan membawa dampak kemanusiaan yang sangat luar biasa. Apalagi ada upaya menteri Susi Pudjiastuti menutup mulut para pengkritiknya baik dengan sebutan membela broker maupun mendukung konglomerat.

Hal ini terbukti, belum sebulan saudara Rusdianto Samawa dikirimkan surat oleh KKP RI tanda tangan menteri Susi Pudjiastuti dan sekjend KKP RI agar di tutup suara kritik dan berusaha digembosi. Bagi nelayan ini adalah upaya pelanggaran HAM juga dilakukan, apalagi dibuktikan dengan mengirim surat agar di hentikan advokasi… ada apa sih dengan menteri Susi kok begitu panic, takut tender kapalnya terbiongkar, lalu nelayan tidak menerima alat tangkap baru?.

Klaimnya menteri Susi Pudjiastuti dibawah institusi KKP RI, bahwa ada tiga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tersebut bertujuan untuk memastikan pengusaha perikanan menghormati dan melindungi HAM para pihak yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan, termasuk awak kapal perikanan dan masyarakat sekitar. Ini darimana rumusnya menghormatikan apa tidak melihat fakta didepan matanya bahwa nelayan mengalami kontraksi dan berkonflik antar nelayan maupun dengan aparat itu sendiri.

Itu karena akibat kebijakan yang menghilangkan hak-hakl nelayan. Hingga ibu-ibu rumah tangga kehilangan pekerjaan. Apalagi pemilik kapal yang hutangnya capai 10 triliun rupiah. Itu karena diakibat oleh kebijakannya yang tidak memikirkan dampaknya sama sekali. Menteri opo iku……..

Harapnnya, melalui ketiga peraturan menteri yang dibuat oleh Susi Pudjiastuti, diharapkan terwujud pengelolaan perikanan yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, bermanfaat, dan sesuai asas pembangunan berkelanjutan. Ya kalau dasar rumus pencitraan semua hal di medianisasikan dan dicitrakan bagus. Sampai polisi bikin puisi pun di viralkan hingga langit ketujuh dengan segala kekuatan bussernya itu.

Pada permen yang dimaksud itu adalah uji coba kata mereka. Memangnya ada permen uji coba yang memiliki kekuatan hukum tetap. Memang ada menteri dinegara manapun seperti Susi Pudjiastuti bisa merubah 10 kali permen yang dibuatnya. Tak ada, permen itu dibuat dengan syarat ada kajian akademik, analisis lapangan, analisis dampak sosial ekonomi, politik dan hokum. Karena permen itu hanya sekali dibuat., bukan 2 – 10 kali di rubah permen sama. Inikan buat permen asal main perintah lisa sesuai keinginan hatinya…. Menteri opo iki rek…… wong edan…. Tidak memikirkan dampa yang ada.

Masa ada permen uji coba sih ? jawab dong … ada tidak permen uji coba?. Sebagaimana keterangan dalam pemberitaannya bahwa uji coba lapangan pelaksanaan sertifikasi HAM perikanan sesuai amanat Permen No 35/PERMEN-KP/2015 dan Peraturan Menteri No 2/PERMEN-KP/2017 telah dilaksanakan terhadap PT Perikanan Nusantara (Persero) yang menilai aspek-aspek sistem HAM yang terdiri dari kebijakan HAM, uji tuntas HAM, dan pemulihan HAM, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Rekrutmen Awak Kapal, Ketenagakerjaan, Pengembangan Masyarakat Sekitar, Pengambilalihan Lahan, Keamanan dan Lingkungan.

Apa Susi tidak melihat keselamatan nelayan yang ditangkap karena permen yang dibuat?, apa Susi tidak tau kalau buruh kasar angkut ikan dipelabuhan itu mereka hilang pekerjaannya karena diakibatkan oleh permen? Apa Susi tidak tau kalau mayoritas nelayan menganggur?.

Berarti taunya pencitraan, membayar banyak media, membohongi nelayan kalau KKP itu advokasi nelayan yang di tangkap. Emang akapn sih KKP RI advokasi nelayan yang ditangkap ?. logikanya ngapain ditangkap oleh KKP RI kalau hanya untuk alasan advokasi.

Sebagai menteri dan apparatus pemerintahan, ya sangat wajar menerbitkan Surat menghargai pelaksanaan Hak Asasi manusia dan bahkan membuat permen tentang HAM, ini wajar karena menteri.

Yang tidak wajar itu ketika Susi Pudjiastuti yang melanggar Hak Asasi manusia dengan menberbitkan banyak peraturan bodong alias tanpa kajian-kajian analisis apapun sehingga aturan tersebut membawa petaka bagi nelayan pesisir.[sp/red]