Perspektif Toshihiko Izutsu tentang Relasi Ontologis antara Tuhan dan Manusia

    Dalam khazanah pemikiran Islam, relasi antara Tuhan dan manusia senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dikaji secara mendalam. Salah satu pemikir yang memberikan perspektif unik dalam hal ini adalah Toshihiko Izutsu, seorang cendekiawan Jepang yang mengkaji semantik al-Qur’an. Melalui penafsirannya terhadap istilah-istilah kunci dalam kitab suci tersebut, Izutsu menawarkan pemahaman yang khas mengenai konsepsi penciptaan manusia dan nasib yang digariskan Tuhan bagi manusia. Tulisan ini akan mengeksplorasi gagasan Izutsu secara mendalam dan mengaitkannya dengan implikasi filosofis serta spiritual yang melekat di dalamnya.

    Pendahuluan
    Dalam khazanah pemikiran Islam, hubungan antara Tuhan dan manusia merupakan topik yang fundamental dan selalu menarik untuk dikaji. Sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam, al-Qur’an menawarkan perspektif yang kaya dan mendalam tentang relasi antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Sejak zaman awal Islam, banyak pemikir dan filosof Muslim telah mengeksplorasi berbagai aspek dari relasi ini, baik dari sisi teologis, metafisis, maupun filosofis. Hasil dari kontemplasi dan kajian mendalam ini telah memberikan sumbangsih besar dalam membentuk wawasan dan pemahaman umat Islam tentang hakikat keberadaan manusia dan hubungannya dengan Tuhan.

    Salah satu pemikir yang memberikan kontribusi signifikan dalam memaknai relasi antara Tuhan dan manusia adalah Toshihiko Izutsu, seorang cendekiawan Jepang yang mengkhususkan diri dalam kajian semantik al-Qur’an. Dengan pendekatan yang unik, Izutsu menelaah istilah-istilah kunci dalam kitab suci tersebut untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya. Melalui analisis semantik ini, Izutsu mampu mengungkapkan gambaran yang khas tentang konsepsi penciptaan manusia dan nasib yang digariskan Tuhan bagi manusia.

    Gagasan-gagasan Izutsu ini menarik untuk dikaji lebih mendalam karena tidak hanya menyajikan perspektif baru dalam memahami relasi ontologis antara Tuhan dan manusia, tetapi juga memberikan implikasi filosofis dan spiritual yang signifikan bagi kehidupan manusia.

    Pembahasan
    Konsep Penciptaan Manusia dalam Perspektif Izutsu

    Menurut Izutsu, al-Qur’an menggambarkan penciptaan manusia sebagai suatu peristiwa metafisis yang unik dan istimewa. Kata kunci yang digunakan adalah “khalq” yang mengandung makna penciptaan dari ketiadaan. Ini berbeda dengan kata “ja’ala” yang berarti membuat dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, penciptaan manusia bukan sekadar pembentukan dari materi yang sudah tersedia, melainkan suatu peristiwa awal yang melibatkan intervensi langsung dari Tuhan.

    Izutsu menekankan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Tuhan tanpa sebab lain yang mendahuluinya. Ini menunjukkan adanya relasi ontologis yang khusus dan erat antara Tuhan sebagai Pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya. Terdapat jarak yang jauh sekaligus kedekatan yang paradoksal dalam relasi ini. Manusia berasal dari ketiadaan dan memiliki asal yang berbeda secara fundamental dengan Keberadaan Tuhan yang Azali. Namun, di sisi lain, manusia memiliki kedekatan dengan Tuhan karena diciptakan langsung oleh-Nya tanpa perantara.

    Selain itu, Izutsu menekankan bahwa manusia diciptakan dari tanah (“tiin”) yang merupakan bahan sederhana dan tidak bernilai. Akan tetapi, pada saat yang sama, ke dalam ciptaan sederhana ini ditiupkan ruh yang merupakan anugerah istimewa dari Tuhan. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang saling terkait secara unik oleh kehendak Tuhan semata. Kedua dimensi ini membentuk totalitas keberadaan manusia, dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang melampaui batas-batas fisik semata.

    Nasib Manusia dalam Ketetapan Tuhan
    Dalam pandangan Izutsu, al-Qur’an mengajarkan bahwa nasib setiap manusia telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai Pencipta sejak zaman azali. Istilah “qadha” dan “qadar” merujuk pada fakta bahwa segala sesuatu, termasuk amal dan nasib manusia, telah ditakdirkan sejak sebelum manusia itu sendiri diciptakan.

    Namun, Izutsu menegaskan bahwa penetapan takdir oleh Tuhan ini tidak meniadakan kehendak bebas (ikhtiar) yang dimiliki manusia untuk menentukan perbuatannya sendiri. Dalam pandangan Izutsu, al-Qur’an memang mengakui adanya takdir Ilahi, tetapi pada saat yang sama juga menekankan tanggung jawab manusia terhadap segala yang dipilihnya.
    Dengan demikian, terdapat interaksi dialektis antara takdir Ilahi dan ikhtiar manusia. Manusia harus terus berusaha dan bertindak sebagai bentuk tanggung jawabnya, sementara hasil akhir dari usaha manusia tetap ada di tangan Tuhan sebagai pengatur segala sesuatu. Relasi ini menciptakan dinamika yang kompleks, di mana manusia memiliki peran aktif dalam menentukan tindakannya sendiri, namun pada akhirnya tetap bergantung pada kehendak dan ketetapan Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

    Implikasi Filosofis dan Spiritual:
    Gagasan Izutsu tentang relasi ontologis antara Tuhan dan manusia memiliki implikasi filosofis dan spiritual yang mendalam. Secara filosofis, pandangan ini menegaskan bahwa manusia, meskipun memiliki kedekatan dengan Tuhan sebagai Penciptanya, tetap terbatas dan bergantung pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang transenden.

    Di sisi lain, perspektif ini juga memberikan arti penting pada setiap tindakan dan pilihan yang dilakukan manusia. Meskipun takdir akhir berada di tangan Tuhan, manusia tetap memiliki tanggung jawab untuk berusaha dan bertindak dengan baik. Ini menciptakan kesadaran bahwa setiap pilihan dan perbuatan manusia memiliki konsekuensi yang signifikan, baik di dunia maupun di akhirat.

    Secara spiritual, pemahaman akan kedekatan manusia dengan Tuhan sebagai Pencipta dapat memperdalam rasa syukur dan ketundukan manusia kepada Tuhan. Manusia diarahkan untuk senantiasa mengingat asal muasalnya yang berasal dari ciptaan Tuhan, dan dengan demikian menjaga hubungan spiritualnya dengan Sang Pencipta. Selain itu, kesadaran akan nasib yang ditetapkan Tuhan dapat mendorong manusia untuk senantiasa berserah diri (tawakkal) dan menerima dengan lapang dada setiap ketentuan Tuhan dalam kehidupannya.

    Kesimpulan
    Melalui analisis semantiknya terhadap istilah-istilah kunci dalam al-Qur’an, Toshihiko Izutsu memberikan wawasan yang mendalam tentang relasi ontologis antara Tuhan dan manusia. Konsepsi penciptaan menunjukkan kedekatan sekaligus jarak antara Keberadaan Tuhan dan keberadaan manusia. Sementara konsep takdir dan ikhtiar merefleksikan interaksi dialektis antara ketetapan Tuhan dan kehendak bebas manusia. Inilah yang membentuk dinamika relasi yang kompleks namun bermakna antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Dengan artikulasi yang orisinil, gagasan Izutsu menambah perspektif baru dalam memahami kosmologi dan antropologi Qurani, sekaligus memberikan implikasi filosofis dan spiritual yang mendalam bagi kehidupan manusia.

    Ditulis oleh: Nofembra Adinda Basrand
    Jurusan jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta