Tragedi Pulau Rempang Investasi Tanpa Nurani, Lupakah Visi dan Misi Bangsa Indonesia Merdeka?

Rencana investasi perusahaan Xinyi asal Cina senilai Rp 172 triliun di Pulau Rempang memicu bentrok warga dengan aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP, Kamis 7 September 2023. Tragedi ini mirip dengan di Desa Wadas. Pada tahun 2022 tragedi terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang disebabkan rencana investasi tambang batu andesit.

Kini Xinyi berencana membangun hilirisasi tambang pasir kuarsa bahan baku kaca menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Proyek hilirisasi seringkali disertai narasi sangat indah, bukan lagi mengekspor bahan mentah tetapi mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi baru dijual ke luar negeri, ekspor. Narasi lainnya yang disertakan dalam proyek hilirisasi adalah dalam rangka alih teknologi. “Investasi asing yang datang dari luar negeri sehebat apa pun konsepnya sudah pasti bertujuan untuk memajukan ekonomi dan kemakmuran negara asal investor.”

Tetapi kenyataan di lapangan sangat jauh dari narasi yang dibangun. Proyek hilirisasi yang melibatkan perusahaan asing banyak merugikan ekonomi sektor riil warga lokal. Pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan yang menjadi kearifan lokal ekonomi warga lokal sering dipaksa berhenti demi investasi yang masuk. Investasi asing yang datang dari luar negeri sehebat apa pun konsepnya sudah pasti bertujuan untuk memajukan ekonomi dan kemakmuran negara asal investor. Negara tempat investasi hanya mendapat hasil minim dari pemasukan pajak dan lapangan kerja untuk level rendah. Keuntungan usaha masuk ke negara asal investor, tenaga ahli pun dipegang para ahli dari negara asal investasi. Keuntungan “semu” yang didapat negara tempat investasi berupa catatan angka ekspor yang tinggi, juga pertumbuhan ekonomi meningkat, tetapi minim bagi hasil keuntungan investasi. Kerugian lain yang seringkali diabaikan berupa kerusakan lingkungan yang sangat berat untuk dipulihkan.

Sejarah Kolonial Akankah Berulang?
Berabad lamanya, sebelum hadir negara bernama Indonesia, masyarakat pribumi Jawa, Sunda, Bali, Melayu, dan pendatang Arab serta Cina diatur oleh sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pemerintahan kolonial dibentuk untuk melayani investor asing mengembangkan bisnis di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan seluruh area di Nusantara. Pemerintah kolonial yang berorientasi pada penanaman modal tidak memiliki konsep memajukan kualitas pendidikan, kesehatan, sampai ekonomi penduduk lokal.

Populasi penduduk lokal yang melimpah sekadar diincar sebagai pasar dan sumber tenaga kerja yang murah. Era kolonial dikenal dengan masa kerja rodi dan tanam paksa (cultur stelsel), bekerja dengan upah rendah dan pemaksaan menanam tanaman ekspor mengambil lahan serta jam kerja masyarakat petani pemilik lahan. “Ketika aparat keamanan polisi, TNI, Satpol PP, dan lain-lain tampil bak tentara KNIL pemerintah Hindia Belanda.“

Praktik ekonomi, politik, investasi yang tidak adil dan nyaris abadi dengan kualitas sumber daya manusia pribumi dibiarkan rendah. Kehadiran kaum terpelajar hasil politik etis mulai abad ke-20, juga kehadiran organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, NU, dan lain-lain membangkitkan kesadaran adanya ketidakadilan sistem ekonomi politik yang dijalankan pemerintah kolonial.

Puncak kesadaran yang melahirkan kemerdekaan bangsa pribumi dari penjajahan asing pada 17 Agustus 1945. Di tahun 2023, saat perayaan kemerdekaan memasuki usia ke-78 apakah model negara kolonial kembali hadir? Ketika aparat keamanan polisi, TNI, Satpol PP, dan lain-lain tampil bak tentara KNIL pemerintah Hindia Belanda, yang dibentuk untuk mengawal kepentingan para pemodal, bukan lagi berwatak BKR, Badan Keamanan Rakyat bentukan pendiri NKRI.

Lupa Cita-Cita Kemerdekaan
Demikian cepatkah melupakan cita-cita kemerdekaan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa? Investasi penting untuk memajukan ekonomi suatu kawasan, termasuk investasi asing dari luar negeri. Paling penting lagi investasi pembangunan manusia Indonesia agar tidak tergusur setiap ada investasi asing yang masuk, atau sekadar dijadikan tenaga kerja berupah rendah. “Kita berharap pada Muhammadiyah agar hadir membela masyarakat korban investasi ugal-ugalan di seluruh Indonesia.“

Muhammadiyah telah berkhidmat di jalur investasi membangun manusia Indonesia dengan wasilah amal usaha pendidikan, sosial, kesehatan dan lain-lain. Sehebat apa pun komitmen ormas-ormas Islam, Muhammadiyah dan lain-lain memajukan kualitas manusia Indonesia, komitmen pemerintah harus jauh lebih besar. Jika komitmen mencari penanam modal lebih besar dari menyejahterakan masyarakat, maka watak pemerintah kolonial yang dominan, bukan watak pemerintah nasional. Jika ekonomi negara dimajukan dengan mengorbankan kemajuan ekonomi warga negara, terutama ekonomi warga lokal, sesungguhnya bangsa Indonesia sedang diatur dengan peradaban kolonial di tahun milenial.

Perayaan hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia masih sekedar ritual dan seremonial tanpa kesungguhan menghilangkan jauh-jauh budaya, pola pikir pemerintahan negara kolonial Hindia Belanda. Kita berharap pada Muhammadiyah agar hadir membela masyarakat korban investasi ugal-ugalan di seluruh Indonesia. Wallahualambishawab. (Pwmu)