Politik Identitas dan Identitas Politik

Ketika memasuki musim politik, rakyat Indonesia sedikit mengalami situasi emosional dalam memilih jagoannya masing-masing. Hal ini dikarenakan adanya kontestasi, persaingan, perlombaan, dan event dalam memilih pemimpin dengan kandidat yang memiliki gagasan-gagasannya sendiri terhadap pandangannya untuk Indonesia ke depan. Mau tidak mau, gejolak perbedaan pilihan dan tensi emosional pun akan ikut terpengaruh meskipun itu dianggap pesta rakyat atau pesta demokrasi dalam politik praktis. Semua partai politik dengan kandidat yang diusung mulai menawarkan janji politik sebagai program dalam membangun negara. Hanya ada 2 bentuk yakni strategi perubahan perbaikan dan strategi teruskan lanjutkan.

Hal yang menarik adalah kerika kontestasi terjadi, ada istilah strategi politik yang cukup menarik selain politik transaksional dan politik uang, yakni politik identitas dan identitas politik. Kedua inilah yang menjadi pembahsan paling kontekstual terkait politik identitas dan identitas politik yang dianggap berbeda tidak sama, yang padahal esensinya justru identik dan hampir sama. Selama ini politik identitas selalu dimaknai dan dikonotasikan negatif. Berbagai perspektif muncul tentang bahwa politik identitas dianggap terlalu berlebihan dalam menjual, menawarkan, mempromosikan, mengajak dan mencitrakan diri dengan lebih menonjolkan identitasnya baik suku, agama, etnis, budaya, latar belakang maupun lainnya. Sehingga politik identitas dianggap negatif dilakukan dalam kontestasi politik karena bersifat ekspresif-eksplisit.

Sedangkan identitas politik dianggap lebih positif dalam menawarkan gagasan digunakan dalam kampanye politik dalam kontestasi politik. Identitas politik juga penting, dikarenakan jangan salah memilih pemimpin jika identitasnya bermasalah, identitas tidak jelas dan identitas yang buruk lagi tersembunyi atau penuh manipulasi. Itulah kenapa identitas politik dianggap lebih efektif dan bersifat inovatif-implisit. Pada dasarnya politik identitas dan identitas politik sama saja, sebab keduanya pun bisa dibalik maknanya sehingga terkadang pun politik identitas lebih positif dan identitas politik lebih negatif, tergantung aktor atau subjektivitasnya.

Jika dikaji lebih mendalam, pada hakikatnya politik identitas dan identitas politik itu masih memiliki values dalam strategi politik yang masih bersifat konstruktif. Daripada politik transaksional dan politik uang yang justru dianggap lumrah, namun valeusnya lebih berbahaya karena merusak iklim demokrasi dan bersifat destruktif. Perlu dipahami bahwa, politik identitas adalah strategi politik yang yang efektif dalam menawarkan gagasan secara langsung dan mudah dipahami, sedangkan identitas politik adalah strategi politik yang otentik menjaga asal usul, rekam jejak, dan identitas diri dalam membranding personal sebagai individu yang berkualitas.

Justru politik identitas dan identitas politik ini merupakan dua strategi politik paket duo yang jika tepat implementasi nya bernilai positif dan baik. Jikalau pun tidak tepat dalam aplikasinya, maka tidak serta merta buruk, akan tetap kurang sempurna dan efektif. Sebab strategi politik paling buruk dan negatif adalah politik transaksional dan politik uang bahkan sejenisnya.

Pada tataran praktik di lapangan, memang tak semua calon pemimpin yang berkontestasi itu mampu mengejawantahkan strategi politik identitas dan identitas politik. Apalagi jika tidak punya pondasi keilmuan yang luas, minset yang sempit, karakter yang kaku, cara pandang yang polarisasi, egosime sikap dan sebagainya. Tapi akan menjadi mudah bagi calon pemimpin itu cerdas, berkualitas, cakrawala berpikir tinggi, sikap yang humanis, tenang dalam situasi, elegan dalam perbedaan dan sebagainya. Itulah pentingnya ketika ingin menjadi pemimpin banyak belajar dan belajar banyak dari mana saja serta tidak menutup diri apalagi merasa tinggi dari segalanya. Memang tak ada manusia yang benar-benar sempurna, namun bukan berarti pula calon pemimpin itu punya rekam jejak buruk. Pemimpin apapun itu baik negara, perusahaan, lembaga, institusi, yayasan, organisasi, komunitas dan lainnya harus memiliki ilmu, skill, kompetensi, semangat, dan upaya untuk terus lebih baik dengan cara terus belajar, koreksi diri, dan evaluasi diri. Hal ini demi kemajuan dalam memimpin mewakili rakyat, masyarakat, umat ataupun anggotanya.

Tidak ada problem dalam politik identitas dan identitas politik, kalaupun ingin dikaji dalam riset sekalipun tentu akan memberikan perspektif yang itu juga dapat bernilai baik. Yang perlu disadari dan dipahami ialah tentang bagaimana caranya agar rakyat atau masyarakat Itulah bisa cerdas menilai dan memilih pemimpinnya berdasarkan ide gagasan dan bukan berdasarkan sentimen apalagi berdasarkan berita bohong atau hoax. Sehingga dapat membangun masyarakatnya dengan nilai yang berbudaya, beragama, berbudi pekerti dan beradab. Sebab muaranya itu akan kembali mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Apapun strategi politiknya baik menggunakan politik identitas atau identitas politik atau bahkan menggunakan keduanya sekaligus, yang terpenting adalah dalam rangka ingin memajukan negeri ini dan diawali dari ide gagasan yang ditawarkan sebagai bentuk ide yang punya identitas baik dalam politik. Tak perlu ragu dab tak perlu sensitif ketika mendengar politik identitas dan identitas politik, sebab hal itu masih dalam proses politik yang efektif daripada melakukan politik transaksional dan politik uang yang prosesnya lebih banyak kerusakan dan kehancuran moralitas. Sehingga pandangan politik kedepan lebih mengarahkan kepada upaya untuk menyongsong masa depan lebih baik dengan belajar dari pemimpin masa lalu, yang baik bisa ditiru kembali dan yang kurang baik menjadi pelajaran agar tak terulang kembali. Itulah intinya dari setiap pesta demokrasi dan pesta politik praktis yang kaya dengan ide, gagasan, keyakinan, optimisme dan juga yang tidak kalah pentingnya ialah pesan konstitusi agar selalu menerapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa bantahan seta tanpa tawar menawar dalam butir tersebut.

Ditulis oleh: As’ad Bukhari, S.SOS., MA.
(Analisis Kajian Islam, Pembangunan, dan Kebijakan Publik)