
Siapa bilang Indonesia dijajah 350 tahun? Bohong! Mitos belaka. Melalui buku ini, G.J. Resink, sejarawan dan ahli hukum internasional sekaligus penyair memaparkan bukti-bukti betapa semua itu konstruksi politik kolonial kebohongan 350 tahun dijajah Belanda semua itu konstruksi politik kolonial. Kebohongan kolonial, tetapi dipercaya sebagai kebenaran sejarah ketika Sukarno dan para pejabat juga politisi menggunakannya dalam pidato-pidato. Tidak terkecuali para sejarawan. Celakanya lagi, pemerintah memasukkan mitos 350 tahun dijajah itu ke dalam kurikulum pelajaran sekolah sampai akhirnya diterima dan tertanam sebagai kebenaran di masyarakat.
Dalam buku ini Resink memberikan bukti-bukti kuat yang menggambarkan betapa banyak kerajaan dan negeri di Indonesia yang belum pernah rakyat dan di bawah cengkeraman penjajah dan hukum kolonial Tentara Hindia-Belanda.
Resink berjasa besar memperkenalkan pendekatan hukum internasional dalam menelaah sejarah kolonialisme, dan kesimpulan dari penelitiannya mengenai kekuasaan Belanda yang dikatakan selama 350 tahun di kepulauan Indonesia sebenarnya tak lebih dari mitos politik belaka yang tidak bisa bertahan melawan ujian kebenaran sejarah, Taufik Abdullah. Asvi Warman Adam: Dalam buku klasik ini, Resink membuktikan bahwa sebenarnya Belanda tidak menjajah Indonesia 350 tahun. Tetapi yang menjadi pertanyaan, mengapa hal itu masih tertulis dalam buku-buku sejarah di sekolah? dan sering disebut dalam pidato-pidato?
Sebagai Guru Besar Ilmu Hukum, Risenk tidak asing lagi di kalangan sejarawan yang mempelajari sejarah Indonesia di dalam maupun di luar negeri. Pada 1939 namanya mulai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan berkat studinya tentang sejarah hukum di Madura akan tetapi, peranannya sebagai sejarawan baru tersebar luas sejak dekade 1950-an ketika serangkaian tulisannya mengenai masalah historiografi dan sejarah hukum Indonesia diterbitkan.
Berdasar studi hukum internasional, telah terbukti, sesungguhnya Belanda tidak berada “di sini” selama 100 tahun. “Di sini” adalah seluruh Nusantara. Apalagi, jika berbicara tentang Jakarta pun, kita harus berhati-hati. Ini karena kita cenderung menggunakan citra yang kita miliki sekarang tentang Jakarta Raya untuk melihat keadaan kita Jayakarta pada 1419 ketika VOC mendudukinya. Padahal, waktu itu wilayah Jakarta hanya sebagian saja dari wilayah Jakarta Utara sekarang. Oleh karena itu, generalisasi “350 Tahun Dijajah Belanda” perlu dilihat dengan pandangan kritis apabila hendak diterapkan di seluruh wilayah Kepulauan Indonesia.
Pandangan kita akan berbeda jika kita mau melihat ke arah lain, seperti G.J. Resink yang waktu itu mulai mengenal daerah-daerah lain di luar Jawa. Perjalanannya ke wilayah Timur Nusantara memang sangat mengesankan. Dan dia menikmati sajaknya mengenai Teluk Ambon, kita seakan-akan sedang merasakan pengalaman Resink, seorang sarjana keturunan Belanda yang sedang mengenal pulau-pulau di Indonesia selain Jawa, Madura dan Bali. (Times)