
Perbincangan soal Kristen Muhammadiyah menghiasi linimasa medsos saya akhir-akhir ini. Linimasa whatsapp dan twitter saya diisi oleh polemik soal ini. Saya menemukan 3 kubu dalam perdebatan soal Krismuha: Yang pertama adalah yang salah paham. Kedua yang beda paham dan Ketiga yang setuju-setuju saja.
Saya akan coba fokus mengupas dua kubu pertama, yang salah paham dan yang beda paham. Yang setuju tidak perlu saya bahas.
Kelompok Salah Paham. Saya menemukan ada salah paham terhadap istilah Kristen Muhammadiyah. Salah satunya datang dari seorang pendakwah senior yang dengan gegabah mencap bahwa Kristen Muhammadiyah adalah sinkretisme dan pluralisme, padahal bukan.
Sayangnya pernyataan pendakwah senior ini segera diamini oleh beberapa warganet lalu melontarkan tuduhan yang sama. Terhadap mereka yang salah paham tentu kita perlu menjelaskan bahwa sudah sejak lama Muhammadiyah mempunyai amal usaha di daerah timur Indonesia.
Di daerah timur Indonesia tidak seperti Jawa atau Sumatera, dimana umat Islam mayoritas. Maka kondisi di sana amal usaha Muhammadiyah terutama dalam bidang Pendidikan banyak diisi oleh orang non muslim sebagai siswa atau mahasiswa. Nah siswa atau mahasiswa ini lah yang disebut dengan Kristen Muhammadiyah. Yakni mereka yang beragama Kristen, namun menikmati pelayanan dari amal usaha Muhammadiyah.
Semoga setelah penjelasan ini yang salah paham bisa tidak salah paham lagi. Semoga ke depan, sebagai seorang pendakwah senior, harus bisa lebih memberikan uswah hasanah lagi kepada junior seperti saya ini, yang masih butuh banyak bimbingan.
Kelompok Beda Paham
Selanjutnya, saya akan kupas yang beda paham. Barangkali ini lebih rumit daripada yang salah paham. Saya menemukan beberapa kawan yang kurang nyaman bahkan alergi dengan istilah “Kristen Muhammadiyah”. Kemudian berpendapat bahwa istilah ini terlalu kontroversial. Bedanya dengan yang salah paham, kelompok yang beda paham ini mengerti yang dimaksud dengan Kristen Muhammadiyah itu maksudnya apa. Yang kelompok ini permasalahkan Cuma istilahnya saja. Mbok cari istilah yang lain, jangan Kristen Muhammadiyah.
Terhadap kelompok ini saya ingat sebuah ungkapan yang mashyur di kalangan ulama dan santri. “Laa Musyahata fil ishthilahaat”. Artinya tidak perlu ribut-ribut soal istilah, kalau memang secara makna kita sudah bisa sepakat. Misalnya seringkali kita berdebat apakah tasawuf ada dalam Islam atau tidak? Lalu yang menolak tasawuf menawarkan istilah baru yang Bernama tazkiyatun nafs. Padahal ternyata, amalan penganut tasawuf dan tazkiyatun nafs itu sama saja. Tapi berbeda dalam pembahasaan.
Menurut saya yang paling penting kita sepakat dulu bahwa Kristen Muhammadiyah adalah (umat) Kristen (yang mendapatkan pelayanan dari) Muhammadiyah. Masalahnya kalau frase yang dalam tanda kurung tersebut disebut, akan terlalu Panjang. Maka frase yang dalam kurung tersebut disembunyikan agar lebih singkat.
Jadi ini sebenarnya soal kemudahan berbahasa saja. Agar Mudah diingat orang. Tidak perlu melebar kemana-mana.
Tapi terserah sih. Kalau memang yang beda paham ini punya alternatif frase yang lebih “aman” namun tetap singkat dan mudah diingat, silahkan diusulkan kepada penulis bukunya.
Namun yang paling penting bagi yang beda paham ini tidak perlu terbawa narasi yang dibawa oleh kelompok salah paham.
Penulis:
Robby Karman (Alumni Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut / Sekjen DPP IMM Periode 2018-2020)