Guyonan (ala) Muhammadiyah

Ada permintaan, bagi yang berlebaran Jumat (Muhammadiyah) diminta tidak demonstratif. Rasanya tanpa diminta pun, Muhammadiyah selama ini dalam beribadah penuh dengan kesunyian. Jauh dari kesan demonstratif kok.

Pertama tentang Takbiran: di Muhammadiyah yang sudah-sudah secukupnya dan jarang bahkan mendekati tidak pernah pakai Toa berlebihan karena khawatir mengganggu tetangga masjid, apalagi yang bukan Muslim


Yang kedua Sholat Tarawih: di Muhammadiyah juga tidak banyak-banyak rakaatnya kok, cukup 8 rakaat (dengan 4 rokaat salam plus witir 3 rakaat) rileks dan menggembirakan

Yang ketiga teknik membangunkan sahur: di Muhammadiyah tak juga pakai bangun-bangunin sahur terlalu malam dan berlebihan. Kadang mendekati sering saudara muda Muhammadiyah yang melakukannya dimana terkadang sangat mengganggu orang yang baru istirahat di jam-jam dinihari. Mencoba membangun kesadaran

Yang keempat tentang tadarus Al Qur’an:
di Muhammadiyah jarang mendekati tidak pernah tadarusan yang memakai alat pengeras speaker/TOA yang hingga larut malam, karena tidak dituntut khatam berkali-kali selama bulan Ramadan.

Tentang Sholat Fardhu: nah ini yang harus diperbaiki dan ditekankan, karena Kalau selesai salat fardhu beberapa yang lain membaca Allahumma anta al-salâm, warga Muhammadiyah berdzikir secukupnya lalu beberapa ada yang sholat sunah dan langsung pulang atau berkegiatan selanjutnya.

Kalau makan ayam opor di Muhammadiyah juga hanya di dalam rumah. Untuk Sholat Ied pakai sarung, paling merk sarungnya Atlas, Wadimor, atau Gajah Duduk. Kalaupun pakai BHS ya kelas “Cosmo” yang berharga Rp. 350 ribu, karena di Muhammadiyah memang jarang pakai sarung dan tidak pernah memperhatikan merk sarung yang mahal-mahal, jauh dari kesan hedon dan riya.

Di Muhammadiyah kalaupun sholat memakai peci, sepertinya jarang mendekati tidak pernah memperhatikan merk peci, Awing atau BHS. Yang penting pantes dan warnanya masih hitam. Kemudian kalau silaturrahim lebaran “tanpa beban” karena memang tidak bawa beban (oleh-oleh) apa pun. Tulus silaturrahim.

Kalau jelang Sholat Ied harus buat banyak pengumuman pelaksanaan salat Id, karena sebagai organisasi berlebel “modernis”. Kalau khutbah hanya sekali dan biasanya agak lama, karena lama dan sebentarnya khutbah tak terkait dengan tipis dan tebalnya isi amplop tidak seperti di saudara mudanya

Kalau lebarannya duluan, jumlah jamaahnya pasti lebih banyak karena prinsip umat Islam yang cenderung memilih kepastian, Indah dan enaknya bermuhammadiyah.

Ditulis oleh:
Ma’mun Murod Al-Barbasy (dg sedikit perubahan)