
Beberapa waktu yang lalu saat saya mengikuti leadership training di Singapura saya mendapatkan informasi bahwa Nanyang Politechnic Internasional Singapore siswanya mengalami penurunan yang semula 15.000 menjadi 13.000 untuk tahun ini. Di Singapura juga kekurangan tenaga kerja sehingga orang-orang yang sudah pensiun akhirnya dipanggil pemerintah untuk bekerja. Tidak heran jika kita dapati cleaning service di Singapura sudah usia tua. Sebenarnya bukan karena mereka ingin bekerja namun karena kekurangan sumber daya disana dan mereka dibayar mahal.
Saat ini Singapura merupakan salah satu Negera yang mengalami resesi Sex, dimana angka kelahiran hanya 1,12. Artinya satu perempuan disana hanya melahirkan 1 anak saja semasa hidupnya. Belum lagi mahalnya biaya hidup disana menimbulkan beberapa orang enggan menikah muda. Di Singapura untuk bisa hidup layak suami istri paling tidak mempunyai penghasilan 35jt/bulan.
Bagaimana dengan Indonesia? Angka kelahiran di Indonesia tahun 2022 saat ini adalah 2,1. Artinya setiap keluarga rata-rata memiliki 2 anak. Menurut Ketua BKKBN Hasto Wardoyo dalam detik.health 6 Desember 2022 beberapa kabupaten di Jawa Timur dan DIY berpotensi mengalami resesi Sex jika tidak diantisipasi. Secara umum angka kelahiran di DIY saat ini masih pada angka 2,2 namun ada kabupaten/kota di DIY yang angka kelahirannya 1,9. Ini tentu perlu menjadi perhatian. Disatu sisi ini bagian dari keberhasilan keluarga berencana namun jika kebablasan bisa menimbulkan bencana kepunahan.
Rendahnya angka kelahiran ini akan berdampak pada masa depan sekolah. Akhir-akhir ini banyak sekolah yang tutup karena tidak punya murid. Jika resesi Sex terjadi maka akan semakin banyak sekolah yang tutup. Padahal saat ini pembukaan sekolah baru juga terus berjalan.
Di Kabupaten Gunungkidul, angka kelahiran tahun ini 2,1. Jumlah kelahiran dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Jumlah kelahiran pada tahun 2009 adalah 8.965 dan pada tahun 2010 adalah 8.996. Saat ini mereka berusia 12 tahun untuk lahiran 2010. Dengan demikian kemungkinan siswa yang akan masuk SMP/Mts tahun 2023 kisaran 8.996 ini. Dengan jumlah SMP negeri swasta se Gunungkidul ada 110 dan MTs 32 maka 142 sekolah ini akan merebutkan 8.996. Rasio calon jumlah siswa dan sekolah/madrasah jenjang SMP jika mengacu pada angka kelahiran itu adalah 1:63,35. Artinya satu sekolah/madrasah dapat jatah 63 siswa.
Kondisi ini akan semakin menurun lagi. Data kelahiran umum tahun 2020 hanya ada 7.215 artinya sepuluh tahun yang akan datang rasio siswa dengan SMP/MTs tersedia semakin kecil yaitu 1:50,80 atau 1 sekolah madrasah menampung 50 siswa saja. Keadaan demikian tentu menjadi tantangan bagi pemerintah untuk lebih serius menyusun roadmap pendidikan di daerahnya. Demikian juga yayasan atau ormas yang memiliki sekolah/madrasah perlu jeli melihat ini. Untuk jenjang SD/MI di Gunungkidul jika mengacu pada kelahiran umum 2020 yang berjumlah 7215 maka pada 2027 nanti rasio jumlah siswa SD/MI terhadap ketersediaan sekolah/madrasah adalah 1:13. Artinya satu sekolah hanya dapat jatah 13 murid.
Resesi Sex ini tentu harus diantisipasi oleh pemerintah maupun sekolah. Di masa yang akan datang tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak sekolah yang tutup. Dampak resesi Sex ini secara tidak langsung akan berkaitan dengan nasib sekolah. Untuk sekolah boarding dan pesantren mungkin masih relatif aman dari dampak ini sekalipun perkembangan jumlah sekolah boarding dan pesantren yang meningkat juga menjadi tantangan tersendiri. Yang dibutuhkan saat ini adalah sekolah yang berkualitas baik bukan lagi sekolah dengan kuantitas nirkualitas. So, wajar jika ada istilah banyak anak banyak rejeki. 😀 Tidak banyak anak sekolah mati. 😀😀
Playen, 12 Desember 2022.
Ditulis oleh: Agus Suroyo
Principal SMP-SMA Muhammadiyah Al Mujahidin Gunungkidul