Guru Antara Profesionalisme dan Realita di Indonesia

    Guru sudah menjadi sebuah profesi yang dikategorikan professional. Setidaknya kalau merujuk dari undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesi tenaga pendidik (baca: guru dan dosen) mempunyai kedudukan sebagai sebagai tenaga professional. Pengakuan status professional ini dibuktikan dengan serifikat pendidik. Pengakuan profesi guru sebagai tenaga professional tentu memiliki sebuah konsekuensi logis dalam menjawab layanan mutu Pendidikan. Bagaimanapun juga tenaga professional guru diharapkan mampu meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi meningkatkan mutu Pendidikan nasional.

    Tentu sebagai tenaga profesional diharapkan guru bisa menjaga keprofesionalannya dalam menjalan segala tugas yang diembannya. Namun, jika kita melihat realitas yang ada tentang profesi seorang guru ternyata tidak berbanding lurus dengan profesi-profesi lainnya yang lebih dulu didudukkan sebagai tenaga profesional. Guru dengan label sebagai tenaga professional tentu diharapkan mampu menjawab tantangan bekal pendidikan bagi anak-anak bangsa di masa depan yang gemilang. Sederhananya dengan menyandang status sebagai tenaga profesional diharapkan bisa juga meningkatkan taraf hidupnya.

    Membaca rilis databoks tahun 2019 jumlah persentase guru jenjang SMP yang sudah tersertifikasi ada 48,44%. Selanjutnya persentase guru tersertifikasi jenjang SD ada 45,77%. Kemudian untuk jenjang SMK ada 28,49%. Sedangkan jumlah total guru di Indonesia ada 3,3 juta. Jika kita melihat rilis diatas, bisa kita lihat tidak sampai 50% guru di Indonesia belum tersertifikasi sebagai guru yang profesional. Artinya bahwa masih separuh lebih yang belum masuk kategori profesional.

    Padahal dengan kebutuhan Pendidikan anak-anak bangsa diperlukan guru-guru yang layak secara kompetensi paedagogik dan kompetensi profesionalnya. Bisa kita bayangkan betapa selain kompetensi yang menjadi titik tekanya, lalu bagaimana kualitas guru-guru kita yang bisa jadi tidak berangkat dari sebuah proses yang linier karena kebutuhan akan tenaga pendidik yang sangat besar. Bahkan yang banyak para guru yang tersebar di pelosok-pelosok tanah air ini bisa jadi masih hanya berusaha mempertahankan supaya anak-anak bangsa ini masih harus terus berjalan. Meski hasil databoks tahun 2021 ada 2,65 juta guru yang bisa dikatakan layak mengajar dari total 3,3 juta jumlah guru di Indonesia. Fenomena Pendidikan di Indonesia memiliki karakteristik yang unik kombinasi sekolah-sekolah negeri dan sekolah swasta.

    Jika melihat data pusat statistik tahun 2020/2021 jumlah sekolah di Indonesia secara keseluruhan adalah 217.283. Dengan sebaran jenjang SD negeri dan swasta total ada 148.743 sekolah, dimana 88,11% adalah sekolah negeri. Jenjang SMP ada 40.597 sekolah, dengan 58,30% adalah sekolah negeri. Pada jenjang SMA total sekolah ada 13.865 sekolah, dengan 50,24% adalah sekolah swasta. Dan pada jenjang SMK total sekolah ada 14.078 sekolah, dengan 74,22% adalah sekolah swasta. Dari data diatas bisa kita lihat jumlah sekolah swasta sangat banyak di Indonesia.

    Maknanya bahwa secara operasional sekolah termasuk di dalamnya ada kesejahteraan guru yang tentu jauh dari kata layak. Meskipun seringkali guru disodori motivasi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan pekerjaan yang mengedepankan keikhlasan. Namun, tetap harus disadari guru harus selesai dalam kehidupannya untuk bisa membimbing calon pemimpin bangs aini di masa depan. Semua stakeholder pendidikan mulai pemerintah, kelompok-kelompok masyarakat penyelenggara lembaga pendidik, ternasuk masyarakat sebagai penggunaan layanan jasa harus menyadari bahwa peran guru mulia dalam kata namun seringkali tidak pada pihak yang diuntungkan secara pemenuhan kebutuhan pribadinya. Apalagi status guru di sekolah-sekolah swasta satu sisi harus memikirkan metode dan model pembelajaran bagi peserta didiknya dengan baik, namun disisi lain dihantui kebingungan mengenai pendapatannya jika jumlah peserta didik di sekolahnya jauh dari kuota yang ada.

    Para guru khususnya di sekolah-sekolah swasta harus memposisikan dirinya sebagai ilmuwan sekaligus aktor dalam pertunjukan pembelajaran di sekolahnya, bahkan harus juga menjadi seorang marketing dalam “menjual” layanan sekolahnya agar diminati masyarakat. Akhirnya semua guru khususnya di sekolah swasta harus memilki kemampuan multi tasking dalam memanejemen keprofesionalan dirinya sebagai guru.

    Sekilas potret diatas menjadi renungan bersama betapa pendidikan yang menurut menurut Aristoteles adalah salah satu fungsi dari suatu negara yang dilakukan demi tujuan negara itu sendiri masih belum merata secara kualitas pendidikan dikarenakan belum meratanya juga perhatian kepada guru. Artinya Pendidikan menjadi media penting dalam rangka memenuhi kebutuhan negara yang berdimensi jangka panjang dan berkelanjutan peran guru menjadi satu bagian penting yang tidak akan bisa digantikan perannya oleh apapun dan siapapun.

    Dari gurulah bekal pembangunan karakter, penanaman pemahaman akan ilmu pengetahuan, serta nasionalisme kepada anak-anak bangsa bisa dilakukan dan diwujudkan. Diperlukan goodwill yang baik dalam memperhatikan profesi para guru yang mulia ini. Semua pihak pengambil kebijakan harus lebih fokus dalam merencanakan dan tepat dalam mengambil kebijakan yang benar-benar berpihak pada guru. Karena bagaimanapun para pengambil kebijakan besar dan tumbuh atas bimbingan para guru. Guru perlu penguatan tidak hanya soal ekonomi, namun apresiasi dan motivasi dalam menjalankan tugas mulianya. Sehingga para guru tidak berada pada jurang kemarjinalan, namun guru benar-benar berada pada tempatnya yang mulia.

    Terus semangat para guru yang mulia, jasamu tidak terlihat secara kasat mata, namun kekuatan cinta dan doa para gurulah yang akan menentukan hebatnya Indonesia. Selamat Hari Guru tahun 2022
    Jaya selalu para guruku yang luar biasa.

    Ainul Muttaqin, S.P., M.Pd
    (Penulis Kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik dan Wakil Ketua PWPM Jawa Timur Bid. Hikmah dan Komunikasi Antar Lembaga)