Aisyiyah Sejati Takkan Pernah Mati

    Wahai warga ‘Aisyiyah sejati, Sadarlah akan kewajiban suci, Membina harkat kaum wanita, Menjadi tiang utama negara. Di telapak kakimu terbentang surga, Ditanganmulah nasib bangsa, Mari beramal dan berdarma bakti, Membangun negara, Mencipta masyarakat Islam sejati, Penuh karunia.

    Berkibarlah panji matahari, Menghias langit ibu pertiwi, Itu lambang perjuangan kita, Dalam menyebarluaskan agama. Islam pedoman hidup wahyu illahi, Dasar kebahagiaan sejati, Mari beramal dan berdarma bakti, Membangun negara, Mencipta masyarakat Islam sejati Penuh karunia (Mars Aisyiyah)

    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
    (QS. Al-Baqarah: 154)

    Di mata manusia memang ibu Bawon itu telah wafat, tapi di alam lain (akhirat) beliau akan memasuki kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan yang kekal abadi takkan pernah mati. Tulisan ini kami buat bukan untuk tujuan pamer, riya’ atau berbangga-bangga atas amal baik dari ibu Bawon, toh beliau juga sudah meninggal dunia. Tulisan ini kami muat semata-mata untuk memotivasi diri kami pribadi dan pembaca yang budiman pada umumnya.

    Banyak yang bertanya-tanya kepada kami, amalan apa yang selama ini dijalankan ibu Bawon sehingga kematiannya begitu mengharukan seluruh warga Muhammadiyah? Sebagai keluarga kami pun flashback ke belakang, mengingat-ingat apa saja yang telah ibu kami kerjakan dari bangun tidur sampai tidur kembali.

    Dan inilah fakta-fakta yang kami temukan. Pertama ibu kami selalu menjalankan sholat lima waktu berjamaah di mushola. Memang kebetulan musholanya sangat dekat dengan rumah kami yang berjarak cuma selisih tiga rumah. Menjelang waktu sholat tiba ibu kami sudah siap-siap berangkat ke mushola. Bahkan setiap waktu subuh ibu kami selalu datang lebih awal ketika keadaan mushola masih gelap dan belum ada satu orangpun.

    Gb. KTA Aisyiyah Ibu Bawon

    Kedua, ibu kami sangat rajin sekali mengikuti segala kegiatan pengajian Aisyah baik tingkat ranting maupun tingkat cabang yang jaraknya lumayan jauh. Beliau tidak masalah mengeluarkan biaya untuk transportasi karena jarak yang jauh harus ditempuh dengan kendaraan minibus.

    Ketiga, beliau sangat gemar berinfaq di jalan Allah yaitu melalui perantara organisasi Muhammadiyah. Misal ada infak untuk pembangunan masjid, sekolah TK, SMP sampai pembangunan Klinik Muhammadiyah.

    Keempat, beliau merupakan sosok yang pendiam tapi ahli ibadah.
    Setiap habis pulang sholat berjamaah di rumah beliau langsung membaca ayat suci Alquran (mengaji).
    Beliau juga merupakan sosok yang mandiri, meskipun usianya tidak lagi muda tapi hampir semua pekerjaan rumah 100% dia kerjakan sendiri, tidak pernah menyuruh anak atau menantunya. Apabila ada pengajian Aisyiyah diluar kota, jam 03.00 dini hari beliau sudah bangun masak nasi, masak sayur dan masak lauk untuk dimakan anak cucu dan menantunya. Bukan anak menantunya yang tidak mau membantu atau tega melihat seorang nenek mengerjakan apa-apa sendiri. Bukan, tapi memang sudah karakter ibu kami yang tidak mau diam.

    Dan masih banyak fakta-fakta positif lainnya yang mungkin tidak kami ketahui. Dan benar kata Nabi, seseorang akan diwafatkan berdasarkan kebiasaannya. Maka datang dia ke masjid menunaikan shalat subuh, didapati kemudian dia terjatuh, itu wasilah saja. Dan dia berpulang dengan panggilan yang sangat indah,” kata Ustaz Adi Hidayat di akun Instagram @adihidayatofficial yang diunggah pada 8 November 2021.

    Bila kita tidak tahu wafat di mana dan dalam keadaan yang bagaimana. “Saya tidak tahu kita akan wafat dalam keadaan seperti apa. Tapi ingat pesan saya, biasakan yang baik-baik karena dengan itu kita akan diwafatkan,” tutur Ustaz Adi hidayat.

    Moment muktamar 48 Muhammadiyah Surakarta yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama akhirnya datang juga. Setelah selama 2 tahun tertunda akibat pandemi covid 19. Dengan semangat yang luar biasa, gairah yang menggebu-gebu, ibu Bawon berangkat ke Solo melalui rombongan Aisyiyah ranting Kertasari Suradadi Tegal. Hingga pada hari sabtu pagi jam 03.00 waktu Solo ibu kami jatuh sakit hingga menjemput syahid di sana.

    Tuntas sudah tugas ibu kami, berjuang di Aisyiyah dan gugur pun ketika sedang berjuang untuk Aisyiyah, untuk umat dan untuk bangsa.
    Ibu kau lah tiang negara yang sesungguhnya.
    Kami sebagai generasi penerus insya Allah siap melanjutkan perjuangan mulia ini. Mencerdaskan Indonesia mencerahkan semesta. Fastabiqul Khoirot.

    Ditulis oleh:
    Abu Noah Ibrahim