Logo Muktamar 48 Muhammadiyah Dilarang Dikomersilkan?

    Muktamar 2005 di Malang waktu itu, saya jualan pernak-pernik muktamar, dari kaos, topi, kipas, dll. Modal pinjam sana-sini. Waktu itu nggak ada aturan soal komersialisasi logo. Semua orang bisa membuat merchandise Muktamar, semua orang bahagia.

    Alhamdulillah, hasil jualan saya lumayan, berangkat dari Yogya pinjam 1 mobil isi full barang dagangan, pulang naik travel tinggal bawa satu kardus bekas bungkus kertas hvs A4. Saya ambil stand, sewa tentu saja, di Muktamar Aisyiyah. Pas pembukaan, saya ke stadion Gajayana, jualan kaki lima. Saya dibantu 2 sahabat baik saya, 1 anak Pemuda Muhammadiyah Cabang dan 1 anak Nasyiatul Aisyiyah Daerah yang asli Malang. Hari-hari terakhir, saat barang dagangan habis, saya kulakan di pedagang lain, alhamdulillah laris juga.

    Nah, untuk siapa saya jualan? Ya, jelas untuk “maisyah” saya sendiri dan keluarga. Kala itu belum ada setahun usia pernikahan saya, dan istri sedang hamil, yang menurut dokter HPL-nya 1 bulan sesudah Muktamar. Dengan gaji pas-pasan, keuntungan dari jualan di Muktamar itu tentu sangat membantu proses kelahiran anak pertama saya yang tentu saja butuh banyak biaya. Saya nggak tahu, apakah saya bisa disebut sebagai pihak yang melakukan komersialisasi Persyarikatan untuk kepentingan pribadi?

    Kalau ya, ya nggak apa lah. Yang pasti, anak pertama saya yang banyak dibantu kelahirannya dari event Muktamar itu, TK-nya di TK ABA, SD Muhammadiyah dan sekarang sedang mondok di Mu’allimin. Nggak usah dibayangkan berapa biaya sekolahnya. Ha-ha. Belum lagi 2 adiknya, yang juga di TK ABA dan SD Muhammadiyah. (Amirudin A Faza)