Muhammadiyah Akhir Zaman

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari kata “Muhammad” (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) dan “iyah” (pengikut). Dengan demikian Muhammadiyah secara sederhana dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yakni wahyu dari Allah Subhanahuwata’ala berupa Alqur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Berdasarkan catatan sejarah otentik dan resmi, menyatakan bahwa berdirinya Muhammadiyah sebagai organisasi adalah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 Miladiyah tidak bisa dilepaskan dari peran Kiai Ahmad Dahlan yang sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu. Sebagai sebuah gerakan dakwah, Muhammadiyah langsung memproklamirkan diri sebagai gerakan pemurnian yaitu kembali kepada ajaran Islam yang murni dan melepaskan umat Islam dari Tahayul, Bid’ah dan Khurafat.

Meskipun di tempat kelahirannya Kauman Yogyakarta, Muhammadiyah berhadapan dengan konteks kehidupan keagamaan yang unik; sinkretik dan tradisional. Di satu pihak, ia menghadapi Islam-sinkretik yang diwakili oleh kebudayaan Jawa, dengan Kraton dan golongan priyayi sebagai pendukungnya; dan di pihak lain menghadapi Islam-tradisional yang tersebar di pesantren-pesantrennya (Syaiful Bahri-UMJ, Republika:2015). Muhammadiyah yang telah berusaha menyatakan diri sebagai gerakan fenomenal, dibarengi dengan segudang cita-cita untuk mewujudkannya dalam gerakan nyata. Upaya ini nampak dengan jelas bagaimana kosistensinya Muhammadiyah pada ciri gerakan yang dianutnya yakni Gerakan Amar Makruf Nahi Munkar melalui Dakwah Sosial yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Tidak banyak berteori, tapi banyak berbuat.

Data terakhir menunjukkan bahwa Muhammadiyah memiliki : 174 Universitas / Perguruan Tinggi, 7.651 SLTA, 475 Rumah Sakit, 318 Panti Asuhan, 54 Panti Jompo, 82 Rehabilitasi Cacat, 11.198 Masjid / Musholla, Dana Tunai hingga Rp. 20 Trilyun, Dana menganggur Rp.15 Trilyun di 137 Bank, Baitut Tamwil, Koperasi, dan Mini Market. Kalkulasi total value asset Muhammadiyah mencapai Rp.320 Trilyun (PP Muhammadiyah, 2017).

Keberhasilan ini tidak serta-merta membuat Muhammadiyah berbangga diri dan stagnan sampai di sini saja. Program kemaslahatan umat terus digulirkan meski banyak yang mencibir. Program sosial keumatan terus dilanjutkan meski banyak pihak yang nyinyir. Program dakwah ‘amar makruf terus digaungkan meski banyak pihak pesimis. Bahkan pihak pemerintah kadang diam saja “lebih sering tidak welcome” dengan tajuk-tajuk yang digulirkan. Muhammadiyah tidak gentar meski banyak rintangan membentang.M uhammadiyah terus maju dengan segudang gagasan yang langsung diaplikasikan, persis seperti motto yang diusungnya “Moehammadiyah Berkemajoean”.

Dalam kurun waktu 109 tahun Miladiyah/112 Tahun Hijriyah Muhammadiyah tetap teguh, tidak goyah dan menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah organisasi yang solid dan istiqomah melayani ummat. Keteguhan Muhammadiyah dalam mengembangkan diri sebagai sebuah gerakan dakwah Islam ‘Amar Makruf Nahi Munkar menunjukkan bahwa rentang waktu yang dilewati tak terasa telah mencapai satu abad, Muhammadiyah mampu bertahan dan bahkan telah berevolusi menjadi sebuah gerakan massive yang tangguh.

Estafet kepemimpinan melalui Pergantian Pimpinan tidak begitu berpengaruh di dalam menjalankan roda organisasi karena model kepemimpinannya menganut prinsip kolegial, sami’na wa atha’na dan legowo. Pun riak-riak persaingan dalam jabatan organisasi sirna tanpa bekas karena setiap kader Muhammadiyah telah memproklamasikan diri dengan azas Nawaitu bil Ikhlash. Maka tak disangsikan lagi bilamana seorang kader ketika diberi amanah memegang jabatan tidak akan mengelak dan Insya Allah mampu menjalankannya dengan sikap SIAP. Adalah sebuah keniscayaan bila amanah yang dititipkan kepada seorang kader Muhammadiyah lantas disia-siakan dan nyaris tak diterima. Dalam hal sebagai pencerah ummat, Muhammadiyah melakukan transformasi ilmu pengetahuan secara bertahap yakni memberi penekanan kepada jama’ah agar benar-benar menyadari betapa pentingnya menimba ilmu sebanyak mungkin agar ummat Islam cerdas, tidak dibodoh-bodohi oleh pihak penjajah.

Berdasarkan rekam jejak sejarah, terlihat dengan terang bahwa pergerakan ummat Islam di awal masa mencapai kemerdekaan adalah buah dari proses panjang gerakan pencerahan pengetahauan (keagamaan) yang telah diasah sedemikian apiknya, salah satunya adalah gerakan Muhammadiyah. Tidak bisa terbantahkan bahwa sebuah gerakan yang sangat sederhana dan lingkup kecil yakni “Gerakan Al-Ma’un” ala Kiai Haji Ahmad Dahlan telah membangkitkan semangat membara bagi para kader yang telah ikut menimba ilmu bersama sang Kiyai; sederhana dan tidak ruwet.

Gaya yang dianut Kiai Ahmad Dahlan begitu mengesankan ummat, berterima, masuk di akal, tawadhu’ dan penuh kesantunan. Tak pelak lagi ketika Kiyai Ahmad Dahlan memukul kentongan di siang bolong, ummat saling bertanya ada apa ? Sang Kiyai meengeluarkan barang-barang yang ada di dalam rumahnya untuk dilelang demi membayar honor guru. Masyarakatpun menyambutnya dengan semangat haru biru karena tak menyangka yang dilakukan Sang Kiyai adalah untuk kepentingan ummat dalam hal ini generasi ummat ; generasi masa depan. Inilah contoh kecil amalan sederhana dan menyentuh versi Sang Kiyai. Sang Kiyai begitu giat memberikan pencerahan kepada ummat agar bisa memperbaiki kualitas hidup mereka, tidak terpuruk dalam kemiskinan. Karena kemiskinan hanya akan membuat ummat semakin mundur dari cita-cita ideal kehidupan.

Bertolak dari tujuan yang dicetuskan sang Kiyai bahwa tujuan Muhammadiyah adalah sebagai wadah perjuangan untuk menegakkan dan menjujung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Pasal 6 AD Muhammadiyah). Tujuan ini menjadi komitmen kesungguhan para kader yang dibina bukan hanya untuk kepentingan organisasi semata akan tetapi sekaligus wujud pengabdian yang tak kenal lelah terhadap sebuah Negara yakni NKRI.

Hal ini telah dibuktikan dalam berbagai khazanah kebangsaan yang telah dilalui dan menorehkan tinta emas bagi negeri ini. Jadi, bila ada yang bertanya-tanya tentang Muhammadiyah, tidak perlu disangsikan lagi jawaban telak para pelaku sejarah bangsa inilah yang akan menjawabnya. Dewasa ini masyarakat dunia, dengan berbagai status sosialnya, sedang berlomba dalam proses peralihan menuju pada masyarakat yang tak bersekat, yaitu masyarakat teknologi. Efek ilmu pengetahuan begitu terasa sebagai hasil usaha pencerahan dalam bidang pendidikan yang berkemajuan sehingga setiap orang berhak untuk mengaksesnya tanpa batas. Dan ilmu pengetahuan ini bukan hanya menjadi monopoli manusia yang berkecimpung di lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian saja, siapapun memiliki peluang yang sama dengan syarat memiliki kompetensi untuk mengikuti pola kemajuan sistem yang ada tersebut.

Seiring dengan itu, teknologi / pengetahuan semakin tidak asing bagi masyarakat, dan telah menjadi bagian dari kehidupan. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan mendorong masyarakat berlomba untuk memprolehnya dan menikmatinya. Aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan telah mendorong terbentuknya satu sistem peradaban masyarakat baru yakni masyarakat yang serba instan. Efeknya adalah dalam persaingan hidup. Maka muncullah yang disebut monopoli, oligarki, kapitalisme, sosialis, atheisme dan mafia menjadi satu kekuatan baru dunia berhadap-hadapan dengan kekuatan religious modernis. Muhammadiyah dalam pencapaian kemajuan peradaban religious ini benar-benar menyadari bahwa misi yang diemban tidaklah ringan. Maka fokus peran yang dikembangkan adalah meletakkan pondasi yang kuat dalam bidang pendidikan sebab Muhammadiyah yakin haqqul yaqin bhwa kesuksesan ummat adalah dimulai dari pendidikan. Melalui pendidikanlah maka terbentuklah masyarakat pengetahuan yang berperadaban dan berkemajuan. Sebagai contoh kemampuan dari kemajuan pendidikan ini adalah munculnya industri model baru yakni industri kreatif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari yang belum ada dan penemuan karya kreatif, kuliner, franchise, diseminasi dan pemanfaatannya dalam masyarakat. Kemampuan ini hanya dapat dilakukan bila didukung oleh pengetahuan dan imajinasi yang baik dari pelakunya.

Sekarang, kemajuan demi kemajuan telah terhampar luas di depan mata. Persaingan karya berupa produk sains telah merubah jalannya sebuah organisasi, tidak lagi stagnan dan jumud seperti tempo doeloe. Maka, pola dakwah amar makruf nahi munkar pun harus berjalan lurus dan signifikan dalam bingkai dakwah memanfaatkan kecanggihan sistem yang ada. Inilah tantangan yang sangat menarik bagi para kader untuk membiasakan diri merasa nyaman dengan pola baru tersebut dalam berdakwah.

Kemajuan teknologi adalah buah dari kehebatan berpikirnya manusia. Manusia dengan keterbatasan yang dimiliki juga menciptakan peluang pada kehancuran diri sendiri bahkan dunia yang ditempatinya. Menurut para ilmuwan bahwa dunia ini sedang berjalan pada titik kehancurannya yakni ditandai dengan munculnya berbagai bencana yang semakin akrab ; mulai dari perubahan iklim global, perang bom nuklir, wabah penyakit (Black Death, Flu Spanyol 1918, Covid 19), ekologi, angka kematian yang tinggi, pengangguran yang tinggi, nano-teknologi, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan senjata biologis (IDN Times, 4 Juni 2019).

Di luar hal-hal di atas, mungkin masih ada lagi penyebab kehancuran bumi yang bisa jadi tak terduga ; perilaku individu yang rakus (harta, kekuasaan,) dan pertikaian antar kelompok, akan segera mendorong kebinasaan manusia. Untuk itu, Muhammadiyah sebagai organisasi kemaslahatan umat juga menyadari betapa pentingnya relasi antar kemanusiaan dan bahkan dengan lingkungan pun telah terbangun. Berbagai program lintas benua, ras, dan kepercayaan, semakin mengokohkan bahwa Muhammadiyah telah siap menghadapi semua tantangan tersebut.

Di pangkuan organisasi Muhammadiyah, berbagai tantangan yang telah terhampar, seperti keterpurukan nasib ummat; para guru, dhu’afa, yatim piatu, miskin, janda, petani, buruh, nelayan, menjadi bagian dakwah amar makruf nahi munkar.

Ditulis oleh: Ariful Haq A
(Dosen FKIP UMSU Medan/SMK Negeri 1 Pancur Batu Deli Serdang, Wakil Ketua PDM Deli Serdang dan Aktivis Sosial)