Bagian Pertama: Zikir setelah Salat Fardu

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

‎السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dianugerahi kesehatan, kebahagiaan hidup, dan mampu menjadi orang beroleh amal yang terbaik dan diridai Allah SWT. Āmīn!

Rasulullah saw. bersabda,

أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ إِنْ أَخَذْتُمْ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ : سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ» [صحيح البخاري]
“Maukah kalian kusampaikan suatu amalan jika kalian mengamalkannya maka kalian menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian, tidak ada yang bisa menyusul kalian, dan kalian menjadi yang terbaik dari selain kalian kecuali yang mengamalkan sepertinya; kalian bertasbih, tahmid, dan takbir setiap selesai salat sebanyak 33 kali: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ , masing-masing 33 kali. (HR Bukhari)

Setiap mukmin ingin menunaikan ibadah haji. Namun, tidak semuanya mampu melaksanakannya karena tidak adanya istitaah (kemampuan) untuk berangkat ke Tanah Suci. Keterbatasan keuangannya menjadi penyebab dia tidak dapat melaksanakan ibadah yang paripurna itu. Bagi yang tidak memiliki istitaah itu, besar sekali kecemburuannya terhadap orang kaya yang dapat berangkat haji dengan keuangannya yang cukup. Bahkan, sahabat pun merasakan kecemburuannya terhadap orang kaya.

Abu Hurairah menceritakan bahwa ada orang-orang miskin datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya, ”Orang-orang kaya telah pergi jauh dengan hartanya ke derajat yang paling tinggi dan kenikmatan yang abadi. Mereka salat sebagaimana kami salat, berpuasa sebagaimana kami berpuasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta untuk menunaikan haji dan umrah serta berjihad dan bersedekah! Lantas, Jawaban Rasulullah saw. sebagaimana pada hadis yang disebutkan di awal, “Maukah kalian kusampaikan suatu amal jika mengamalkannya, kalian menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian, tidak ada yang bisa menyusul kalian, dan kalian menjadi yang terbaik dari selain kalian, kecuali yang mengamalkan sepertinya: kalian bertasbih, tahmid, dan takbir setiap selesai salat sebanyak 33 kali: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ , masing-masing 33 kali. (HR Bukhari)

Bahkan sahabat Nabi saw. yang lain, Abu Darda’ berkata, “Kami bertanya, ‘Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi meninggalkan kami dengan pahala yang lebih banyak. Mereka menunaikan ibadah haji, sedangkan kami tidak; mereka berjihad, sedangkan kami tidak, dan begini dan begitu.

Maka, Rasulullah saw. bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ، جِئْتُمْ مِنْ أَفْضَلِ مَا يَجِيءُ بِهِ أَحَدٌ مِنْهُمْ: أَنْ تُكَبِّرُوا اللهَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ، وَتُسَبِّحُوهُ ثَلَاثًا، وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدُوهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ، فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ

“Maukah kalian kutunjukkan suatu amal jika mengamalkannya, kalian telah melakukan yang lebih baik dari yang mereka lakukan. Kalian bertakbir sebanyak 34 kali, bertasbih 33 kali, dan bertahmid 33 kali di setiap selesai salat.” (HR Ahmad)

Dua hadis itu menunjukkan bahwa berhaji memang merupakan ibadah yang sangat dirindukan oleh setiap mukmin yang hakiki. Bagi orang yang belum berkecukupan untuk berangkat pergi haji, keinginan itu sangat terasa. Bahkan, ada yang menabung seadanya lama kelamaan, bisa berpuluh-puluh tahun, uang itu terkumpul juga. Ada penarik becak, tukang bubur, penjual asongan yang berangkat haji karena keuletannya menabung untuk berhaji. Namun, tidak semua orang dapat melakukan hal yang seperti itu, Mereka hanya pasrah kepada ketentuan Allah. Walaupun begitu, tidak jarang orang yang belum mampu berangkat haji secara finansial diberangkatkan Allah SWT berkat doa dan keyakinannya. Bagi Allah SWT semuanya mudah. Sesuatu yang tidak terbayangkan ternyata dapat menjadi kenyataan. Yang penting “Jika ada kemauan, pasti ada saja jalannya”.

Ada seorang teman bercerita kepada saya. Dia berkeinginan untuk berangkat haji. Namun, keadaannya yang serba sulit menghalanginya untuk bisa berangkat. Hanya bekerja sebagai guru mengaji tentu pendapatan per bulan itu sekadarnya. Namun, tanpa diduga salah seorang kenalannya pernah meminta fotokopi KTP-nya tanpa menyebutkan kegunaannya. Dia didaftarkan orang itu menjadi calon haji. Pada saatnya dia diberi tahu tentang keberangkatannya dan diserahkan paspor hajinya, dia kaget luar biasa dan langsung meneteskan air mata seolah-olah hanya mimpi. Dia bersujud syukur atas “mimpi” ke Tanah Suci yang menjadi kenyataan. Tidak terpikir olehnya keberangkatan menunaikan haji. Uang belanja di Tanah Suci pun diserahkan. Kebahagiaan yang tidak ada taranya dapat dirasakannya.

Saya pun mengalami hal yang sama. Pada tahun 2000 saya diberangkatkan ke Tanah Suci atas biaya Pemerintah RI. Suatu ketika saya diperkenalkan oleh seorang teman anggota legeslatif kepada Dirjen Haji, tidak saya sebutkan namanya untuk menjaga etika “jurnalistik”. Saya diminta datang ke kantor Dirjen itu pada sore hari tertentu. Saya datang dan saya disuguhi makanan, bahkan salat Magrib berjemaah di ruang salatnya. Saya diminta untuk mendapatkan rekomendasi dari suatu organisasi keagamaan sebagai persyaratan petugas haji. Saya juga diminta untuk mengajukan permohonan kepada Kanwil Agama DKI. Semua saya siapkan. Sambil menunggu kelanjutannya, saya dikirimi surat untuk mengikuti seleksi tertulis. Alhamdulillah, seleksi saya jalani dan saya dinyatakan lulus dalam seleksi dan diminta untuk mengikuti pembekalan petugas haji di Asrama Haji Pondok Gede. Ucapan syukur alhamdulillah keluar dari mulut yang merindukan pergi haji dan saya langsung bersujud syukur atas kemudahan yang diberikan Allah SWT melalui orang tertentu dengan mengikuti segala prosedur yang ada. Alhamdulillah, saya pada tahun itu ditunjuk menjadi Ketua Kloter 14 Jemaah Haji DKI dan Lampung yang tentu dibekali lagi dengan uang pegangan selama di Tanah Suci.

Tampaknya di dalam Islam tidak ada yang sulit. Itulah kehebatan ajaran Islam dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba yang belum berkesempatan atau belum memungkinkan untuk berangkat haji atau umrah. Allah SWT memberikan bonus kepada orang-orang yang belum berkemampuan untuk berangkat haji melalui lisan kekasih-Nya, Nabi Muhammad saw. Ternyata ada amal yang gampang dan tidak mengeluarkan biaya, tetapi modalnya hanya kemauan, ketulusan hati, dan kesabaran menjalankannya. Namun, amal itu tidak menyebabkan kita untuk membatalkan niat dan upaya kita untuk berangkat ke Tanah Suci karena sudah melakukan amal itu. Kewajiban haji tetap diusahakan dan dilaksanakan karena itu merupakan kewajiban.

Amal itu adalah melakukan zikir dengan membaca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar masing-masing 33 kali setelah salat fardu (dalam hadis kedua takbir 34 kali), apalagi jika ditutup dengan ucapan tahlil sehingga genap 100 kali. Mengapa begitu pentingnya zikir itu bagi kita sehingga dipandang sebagai amal yang belum sebanding dengan mereka yang pergi ke Tanah Suci?

Subhanallah merupakan pernyataan makhluk atas kesucian Allah dari segala yang mengurangi kemuliaan-Nya. Allah SWT Mahatunggal yang tidak ada sekutu-Nya. Di samping itu, kalimat itu merupakan kekaguman kita atas kekuasaannya menciptakan segalanya, termasuk diri kita sendari. Karena itu, manusia dan semua makhluk Allah SWT menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Dia Allah yang telah menciptakan jagat raya ini dengan segala isinya. Sebagai makhluk, kita menyucikan zat, asma, dan perbuatan-Nya karena kekuasaan-Nya yang telah menciptakan bumi dan langit dengan semua yang ada di dalamnya. Jangankan manusia, bumi dan langit beserta segala kandungannya juga bertasbih kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya,

تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ ٱلسَّبْعُ وَٱلْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Tidak ada suatu pun, kecuali bertasbih dengan memuji-Nya. Namun, kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Isra: 44)

Zikir Alhamdulillah menyadarkan kita bahwa pujian hanya milik Allah SWT. Tiada yang berhak mendapat pujian dan sanjungan selain Dia yang Mahakuasa. Kita sepatutnya bersyukur atas segala yang dianugerahkan-Nya kepada kita dengan mengucapkan Alhamdulillah ‘Segala puji hanya milik Allah’.

Takbir yang kita baca menganjarkan dan menanamkannya ke dalam hati dan pikiran bahwa Allah Mahaagung. Kita manusia ini kecil di hadapan Allah SWT. Tidak yang lebih besar dan lebih hebat, selain Dia. Tidak layak manusia angkuh di depan manusia, apalagi di depan Allah SWT. Keangkuhan dan kesombongan itu milik-Nya. Dengan mengucapkankan takbir berulang-ulang, kita menyungkurkan diri dalam kerendahan dan kehinaan di hadapan Allah SWT.

Zikir diakhir dengan ucapan pengakuan kita terhadap Allah yang tiada Tuhan yang patut disembah dan diibadahi, kecuali Dia Allah Yang Mahatunggal, tidak berbilang.
Betapa Maha Pengasihnya Allah SWT yang memberikan kegembiraan kapada orang yang tidak mampu melaksanakan haji secara fisik, tetapi mereka sudah meraih pahala haji dengan ibadah zikir yang dilakukannya setiap selesai salat fardu. Banyak orang yang sungkan melakukannya. Begitu selesai salat mereka langsung balik kanan seolah-olah mereka hanya melepaskan kewajiban salat tanpa menginkan penghargaan Allah melalui lisan Rasulullah saw. bahwa zikir akan mampu mengangkat derajat seseorang yang melebihi ibadah hamba berhaji ke Tanah Suci.

(Bersambung besok)

Wallahu a’lam biṣ-ṣawab.

‎والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tangerang, 8 Agustus 2020