Bagian Keempat: Jangan Khianati Kemerdekaan

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

‎السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dianugerahi kesehatan, kebahagiaan hidup, dan mampu menjaga amanah kemerdekaan Indonesia. Āmīn!* Allah swt berfirman,

Allah SWT berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27)

Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan mandat yang diserahkan oleh para pendahulu kita sebagai amanah yang harus dikelola dengan baik. Berbagai sektor kehidupan harus dapat dimaksimalkan agar Indonesia yang adil dan makmur dapat terwujud sehingga rakyat menikmati hasil kemerdekaan itu dengan merata.

Jika hukum telah ditegakkan dengan adil sehingga siapa pun sama di mata hukum, itulah keberhasilan kemerdekaan yang dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Jika rakyat dapat mendapatkan pekerjaan dan tersedianya lapangan kerja yang cukup, itulah wujud kesejahteraan rakyat. Jika tidak ada lagi pengemis di jalan-jalan dan ke rumah-rumah, itulah hasil kemerdekaan yang berkesejahteraan. Jika ke mana pun orang pergi dan kapan pun berangkat merasa aman, itulah wujud jaminan ketenangan dan ketertiban masyarakat sebagai amanah kemerdekaan. Pokoknya, kesejahteraan masyarakat terjamin, keadilan dapat dirasakan oleh setiap orang, keamanan dan ketenteraman dirasakan orang setiap warga mastarakat, dan hak-hak mereka dijamin oleh negara, itulah wujud cita-cita pejuang dan perintis kemerdekaan.

Walaupun begitu, apakah sudah sesuai dengan kenyataan di lapangan? Petugas keamanan dan ketertiban masyarakat apakah sudah berbuat dengan sepenuh hati dan ikhlas karena tugasnya? Makin banyak polisi dan petugas ketertiban, berarti keamanan dan ketertiban belum terjamin. Sudahkah petugas keamanan memberikan kenyamanan pada saat pengendara karena ketidaktahuannya melanggar lalu lintas dan ditilang secara hukum? Ataukah masih saja terjadi kepura-puraan petugas sehingga diperlukan damai di tempat jika terjadi pelangaran lalu lintas?

Dari segi politik apakah negara masih menganut politik bebas aktif atau politik mengekor kepada kepentingan negara tertentu? Demi kepentingan negara “majikan”, kepentingan rakyat dikorbankan sehingga rakyat yang seharusnya menjadi tuan rumah di negaranya justru menjadi tamu di negerinya sendiri? Kekayaan bumi Indonesia yang seharusnya dinikmati dengan sebesar-besarnya oleh rakyat, tetapi tergadai kepada negara lain sehingga rakyat tidak menikmatinya.

Dari segi ekonomi apakah rakyat bebas melakukan transaksi ekonomi yang berpihak kepada mereka atau justru ekonomi dikuasai oleh kekuatan asing atau perseorangan/kelompok tertentu? Ruang gerak pedagang tradisional menjadi sempit atau hilang sama sekali karena dominasi penguasaan ekonomi oleh kalangan tertentu.
Di bidang keuangan apakah lembaga keuangan itu sudah mampu memberikan kemudahan kepada masyarakat? Ataukah justru memanfatkan kesulitan masyarakat dengan memberikan bunga atau sistem riba? Padahal, sistem riba itu sangat dicela dalam sistem keuangan Islam dan tidak layak diterapkan di masyarakat yang pancasilais. Kenyataannya, bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang tidak resmi, baik secara langsung maupun melalui daring (online). Jika masyarakat sudah masuk ke dalam perangkap pinjaman dengan mudah, tetapi memberikan bunga berbunga, kenyamanan masyarakat dari segi keuangan makin terganggu. Keperluan hidup yang mendesak menyebabkan masyarakat berurusan dengan sistem riba. Bukankah Allah SWT sudah melarang sistem riba itu di tengah-tengah masyarakat?

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran: 130)

Sektor pertanian diharapkan memberikan pertumbuhann positif terhadap perekonomian Indonesia. Namun, pertanian di Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Teknologi pertanian masih jauh dari harapan. Petani tradisional masih dominan di Indonesia dengan pemanfaan tenaga manusia yang belum terbantu dengan tenaga mesin. Selain itu, penentuan harga hasil pertanian itu apakah sudah memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada petani atau justru ditentukan oleh tengkulak-tengkulak yang mematok harga semaunya. Kerugian tentu akan berpihak kepada petani.

Sektor pendidikan apakah masih sudah memenuhi keinginan masyarakat dan kebutuhan pendidikan nasional, terutama kualitasnya? Kenyataannya bahwa minat baca siswa dan mahasiswa rendah sekali. Jangankan dibandingkan dengan Amerika dan Australia, di antara negara-negara ASEAN saja, minat baca siswa Indonesia berada pada peringkat ketiga terendah di atas Laos dan Kemboja. Bagaimana siswa dan mahasiswa Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara di kawasan ASEAN? Artinya, pendidikan masih perlu dibenahi dengan baik.

Bukankah di dalam Islam literasi itu menjadi hal yang utama dan yang pertama sekali diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. pada saat Rasulullah saw. menerima wahyu sebagai bukti “penobatan” Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul? Lima ayat pertama surah Al-‘Alaq menjadi dasar literasi sebagai persyaratan seseorang menjadi hamba yang diberi amanat sebagai khalifah (penguasa) di bumi ini. Membaca dan menulis tercakup dalam amanat Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. agar umat Rasulullah saw. menjadi orang yang mampu menguasai dunia dengan persyaratan membaca dan menulis untuk menjaring ilmu pengatahuan dan terknologi.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (٣) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“(1)Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. (4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq: 1—5)

Ayat pertama berisi perintah untuk belajar, menuntut ilmu tanpa membedakan ilmu apa saja, baik ilmu qauliah (Al-Qur’an) dan kauniah (alam semesta). Ayat kedua menjelaskan kejadian manusia dari segumpal darah dan manusia menjadi makhluk yang sebaik-baiknya ciptaan (berkaitan dengan QS. At-Tin 95:4). Ayat ketiga menegaskan ada perintah untuk membaca sebagai penegasan Allah SWT yang Mahamulia sehingga Islam menginginkan umatnya menjadi umat cerdas yang mampu memahami ayat-ayat qauliah dan kauniah. Di dalam Ayat keempat Allah SWT menjelaskan bahwa Dia mengajarkan manusia dengan pena sebagai alat tulis-menulis untuk dapat mencatat segala ilmu pengetahuan. Pada ayat kelima, Allah SWT menjelaskan bahwa Dia mengajarkan manusia dari apa yang tidak diketahuinya karena lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Kemudian, Allah SWT menganugerahkan pendengaran dan penglihatan agar memudahkan manusia untuk belajar dan menuntut ilmu sebanyak-banyaknya.

Apakah penentu kebijakan pendidikan dapat merealisasiakan amanat lima ayat itu dalam sistem pendidikan Indonesia? Pandidikan yang diharapkan adalah terbentuknya manusia yang berkualitas dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditopang oleh kekuatan iman dan takwa sehingga tergambar dalam perilaku dan akhlak manusia Indonesia.

Sektor kesehatan apakah sudah mampu memberikan layanan kesehatan yang baik kepada masyarakat? Apakah sudah mampu menekan tingkat kekurangan gizi masyarakat dan menaikkan tinggat kesehatan masyarakat, khususnya balita? Pada masa pandemi Covid-19 ini apakah masyarakat mudah melakukan pengobatan sehingga dengan BPJS mestinya semua biaya pengobatan tidak lagi menjadi beban penderita dan keluarga? Jika pandemi ini dipandang sebagai darurat bencana mestinya masyarakat tidak lagi dibebani dengan biaya yang tinggi untuk memeriksakan kondisi tubuhnya apakah ada gejala korona atau tidak? Jika untuk mengeceknya harus mengeluarkan biaya 1,5–3,5 juta rupiah, apakah negara sudah hadir untuk mengatasi kondisi demikian? Dalam darurat bencana logikanya adalah semua biaya ditanggung oleh pemerintah. Jangan pula kondisi seseorang yang tidak ada gejala korona, setiba di rumah sakit dilakukan pemeriksaan melalui tes swab langsung divonis terpapar korona. Akibatnya, masyarakat menjadi ketakutan mendatangi rumah sakit agar sembuh, tetapi justru muncul penyakit baru. Apakah karena salah konsep istilah yang digunakan rumah sakit yang seharusnya ¬rumah sehat sebagai mana konsep di dalam bahasa Arab, yakni mustasyfa, yang arti harfiahnya adalah ‘tempat minta sehat’.

Masih banyak sektor lain yang akan berperan untuk mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan oleh pendiri dan pejuang bangsa dan harus direalisasikan dalam bentuk program yang terencana dan berkesinambungan. Itu semua dilakukan dengan komitmen kuat bangsa dari berbagai lapisan untuk berbuat demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara menyeluruh dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan dalam bentuk memperkaya diri dan golongannya.

Pengkhianatan terhadap amanah kemerdekaan merupakan pengkhianatan pula terhadap komitmen dan cita-cita pendiri dan pejuang bangsa. Adanya upaya mencari keuntungan melalui program yang dirancang atas nama pembangunan, tetapi sarat dengan budaya mencari keuntungan untuk memperkaya diri merupakan pengkhianatan terhadap kemerdekaan Indonesia. Budaya korupsi yang mengeroti bangunan utuh Indonesia harus disingkirkan dan dijadikan musuh bersama bangsa. Apakah budaya korupsi yang dilakukan oleh penggerogot uang negara di Indonesia yang sudah merdeka selama 75 tahun dapat dienyahkan, besok pembahasannya. Wallahu a’lam biṣ-ṣawāb.

(Bersambung besok)

‎والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tangerang, 18 Agustus 2020