Dilema terhadap Orang Tua yang Meceraikan atau Minta Cerai Anaknya


(Bagian Pertama)

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

‎السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dikaruniai Allah SWT kesehatan, diberikan kebahagiaan hidup, dan anak-anak kita menjadi orang yang taat kepada-Nya, dan berbakti kepada orang tuanya, serta orang tua pun bijak terhadap anak-anaknya. Amin!

Rasulullah saw. bersabda,
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ

“Halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim)

Pernikahan adalah suatu lembaga sakral yang dilakukan oleh sepasang manusia di depan penghulu atas penyerahan wali nikah kepada laki-laki yang akan menjadi suami anaknya. Akad nikah disaksikan oleh dua orang saksi yang tercatat dan banyak pasang mata sehingga dua manusia yang berbedea jenis resmi menjadi suami istri dalam sebuah rumah tangga. Karena itu, ikatan suci itu harus dipertahankan oleh pasangan suami istri sampai kematian yang memisahkannya.

Dalam perjalan berkeluarga, pasangan suami istri ada yang mulus dan ada pula yang kandas. Pasangan yang mulus perjalanan rumah tangganya mampu mempertahankanya sampai mereka berketuruanan atau beranak bercucu sehingga dari satu keluarga lahirlah banyak keturunan. Kebahagian berkeluarga dapat mereka rasakan sampai pada usia senja hingga maut yang memisahkan sepasang suami istri itu.

Pasangan keluarga yang perjalanannya mulus bukan berarti tidak ada rintangan dan kendala dalam kehidupannya. Rintangan dan kendala itu pasti ada dan itu yang menjadi seni dalam hidup berkeluarga. Namun, pasangan suami itu mampu mengatasinya dengan baik sehingga keluarganya dapat bertahan dengan rukun dan harmonis.

Pasangan suami istri yang tidak mulus, perjalanan keluarganya kandas di tengah jalan. Rumah tangganya diwarnai dengan percekcokan sehingga tidak jarang berakhir dengan perceraian. Penyebabnya bermacam-macam. Namun, tidak jarang pula penyebabnya karena senang dan tidak senang atau kebencian yang muncul belakangan dari orang tua, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri. Bisa juga karena apa yang diberikan suami tidak sesuai dengan keinginan orang tua yang terlalu berlebihan. Misalnya, orang tua ingin melihat anaknya berkecukupan seperti keluarga anaknya yang lain, keponakannya, atau anak temannya. Sementara itu, mantunya tidak mampu memenuhi keingian mertuanya.

Di pihak lain orang tua suami tidak berkenan terhadap mantunya karena mantunya kurang perhatian kepadanya, tidak memberi setiap apa yang dimintanya, dan tidak mau datang ke rumahnya setiap waktu yang diharapkannya. Akibatnya, orang tua suami kesal dan benci kepadanya. Sering terjadi kesalahpahaman antara mantu dan mertua. Sementra itu, suami kurang peka terhadap masalah yang terjadi itu. Puncaknya, mertua meminta anaknya untuk menceraikan mantunya.

Sebetulnya, orang tua yang bijak adalah orang tua yang mampu memberikan ketenangan dan kebahagiaan kepada keluarga anaknya. Jika ada persoalan antara orang tua dengan mantunya, orang tua harus membicarakannya dengan baik kepada anaknya agar anaknya dapat menasihati mantunya supaya berbuat baik kepada orang tua. Hal itu merupakan tanggung jawab anaknya agar hubungan antara orang tua dan menantunya baik dan rukun. Orang tua harus bersabar untuk mencari penyelesaian yang baik. Jika belum ada tanda-tanda yang lebih baik, dicari jalan yang terbaik selama orang tua tidak meresa benar sendiri. Bisa jadi kesalahan itu berawal dari orang tua sendiri. Kesalahaan itu belum tentu dari menantu. Jika kedua belah pihak merasa tidak ada yang benar sehingga masing-masing menyadari kesalahannya, titik temu sudah mendekati pilihan yang terbaik. Siapa pun yang memberi maaf, itulah mukmin yang hakiki yang merupakan insan bertakwa.

Jika orang tua menginginkan juga agar anaknya menceraikan anaknya, orang tua harus sadar bahwa cerai (talak) merupakan perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Hadis Rasulullah saw. di awal tulisan ini menjelaskan bahwa “perbuatan yang halal yang dibenci Allah adalah talak”. Talak adalah hak suami, bukan hak orang tua. Yang dapat menjatuhkan talak adalah suami.

Perceraian gampang dijatuhkan, tetapi akibatnya merugikan banyak orang. Paling tidak suami istri harus berpisah. Bahkan, yang merasakan dampaknya adalah anak-anak yang memerlukan kasih sayang dan keberadaan ayah bundanya di tengah-tengah mereka. Bisa jadi orang tua membujuk cucu-cucunya yang ditinggal bapak/ibunya akan berkata, “Kan ada Kakek dan Nenek.” Orang tua yang masih setia dengan pasangannya mesti bertanya, “Jika perceraian itu tejadi pada keluarga kami, bagaimana perasaan anak-anak?”

Kita yang sudah menjadi bapak dan ibu tidak dapat membayangkan apakah ada ibu atau bapak yang lain dari anak-anaknya? Ibu atau bapak kandung hanya satu di dunia ini. Yang ada bapak tiri, bapak angkat, bapak guru, dan bapak kepala? Tidak dapat dicari gantinya bapak dan ibu kandung itu. Bayangkan ketika cucu-cucu kita sedang senang-senang dengan orang tua mereka. Karena kebencian dan ketidaksenangan terhadap mantu, orang tua sampai hati memisahkan ayah bundanya?

Saya banyak melihat dan menyelesaikan kasus perceraian karena keinginan orang tuanya. Yang memprihatinkan adalah pada saat terjadi kondisi “paceklik” di dalam keluarga. Usaha bangkrut, utang banyak di bank, belum lagi tagihan hampir setiap hari datang. Kesulitan ekonomi itu pasti akan terjadi dalam kehidupan. Maju mundurnya usaha akan dialami oleh setiap pedagang, pengusaha, atau pebisnis. Melihat kondisi seperti itu mertua kalang kabut karena dukungan dana selama ini kepada anaknya bukan hanya berkurang, tetapi hilang sama sekali. Mertua yang bijak mesti memberikan dukungan moral kepada mantu dan anaknya. Berikan motivasi agar keluarganya bangkit. Jika ada kelebihan uang, bantu mantu yang juga anak kita dengan modal seberapanya. Jangan hasut anak kita, “Karena suamimu tidak bisa membahagiakan kamu, minta cerai saja!” Padahal, anaknya tidak mau mengajukan cerai (khuluk atau fasakh). Justru mertua yang berinisiatif mengajukan fasakh anaknya ke pengadilan.

Surat pengajuan cerai dilayangkan ke pengadilan. Mantu tidak pernah datang ke pengadilan karena tidak ingin bercerai dengan istrinya. Setelah beberapa kali persidangan, keluarlah surat cerai yang diajukan oleh mertua itu. Sementara itu, mantu merasa tidak pernah menceraikan istrinya. Hebat bukan peran orang tua memisahkan keluarga yang utuh sehingga anak-anak pun juga tidak boleh dipertemukan dengan bapaknya. Hebat bukan mertua seperti itu yang memutus hubungan keluarga suami istri dan anak-anaknya?

Orang tua yang turut campur memisahkan keluarga anaknya ada baiknya memahami hadis Rasulullah saw. ini,

إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ – قَالَ – فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian, iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR Muslim 2813 dari Jabir).

Ternyata jika terjadi perceraian antara suami istri ada yang senang dan bangga. Jalan yang dilakukannya bermacam-macam. Ada yang melalui suami atau istri, bahkan ada perceraian itu melalui upaya orang tua. Siapa yang menang dan siapa yang senang jika perceraian itu terjadi? Itulah setan yang kadang-kadang menjelma sebagai manusia, termasuk merasuk kepada orang tua. Artinya, yang berhasil memisahkan suami istri adalah setan yang paling baik berdasarkan hadis itu. Nauzubillah!

Anak tidak harus mengikuti orang tua jika ada upaya orang tua menyuruh anaknya untuk berpisah dengan istrinya tanpa ada alasan yang dibolehkan menurut syarak. Rasulullah bersabda,

انما الطاعة في المعروف

“Ketaatan (pada orang tua) hanyalah pada hal yang berkaitan dengan kebaikan.” (HR Bukhari-Muslim)

Dalam hal ini, Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa al-Kubra III/331 menyatakan, “Tidak halal bagi seorang suami menceraikan istrinya karena perintah ibunya. Walaupun anak, perbuatan menceraikan istri bukanlah bagian dari berbakti.”

(Bersambung besok)

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Rencana itu tentunya mengundang ragam reaksi