Dilema Bakti kepada Orang Tua atau Suami

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Istri salehah

Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَ خَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia itu semuanya menyenangkan dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita salehah.” (HR Muslim)

Istri di dalam agama Islam diharapkan menjadi istri yang salihah. Jika istri dihadapkan pada dua pilihan antara taat kepada suami atau taat kepada orang tua, sedapatnya kedua pilihan itu dilaksanakan. Yang penting bagaimana istri itu pandai-pandai menjaga hati suami dan orang tuanya. Begitu anak sudah berkeluarga, dia dituntut menjadi istri yang saleh. Ada hadis Rasulullah saw. yang menggambarkan wajibnya istri taat kepada suaminya jika di satu pihak suaminya memerintahkan sesuatu yang terbaik menurut keluarga mereka, sedangkan di pihak lain orang tuannya tidak setuju dengan perintah itu. Pilihan istri adalah apa yang diperintahkan oleh suami selama untuk kebaikan.

Rasulullah saw. bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR Tirmidzi No. 1159 dan Ibnu Majah No. 1853)

Hadis di awal menggambarkan istri yang salehah. Ciri-cirinya adalah istri yang taat kepada suaminya; apabila suami memandangnya, ia menyenangkan suami; apabila diperintah, istri menaati suami; apabila suami bepergian meninggalkannya, istri menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya. Allah SWT menjelaskan ketaatan istri terhadap suami dengan firman-Nya,

فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ

“Maka wanita yang salihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)

Rasululah saw. menjelaskan kriteria istri yang baik itu dalam hadisnya yang lain,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR An-Nasai Nomor 3231 dan Ahmad 2 dar Abu Hurairah)

Pertama, istri yang tidak meninggalkan kewajiban agama.

Istri yang baik adalah istri yang tidak mengabaikan kewajiban agama Islam. Pelaksanaan kewajiban agama itu akan membentuk ketaatannya terhadap suaminya. Istri yang taat menjalankan kewajiban agama akan terbiasa pula melakukan kewajiban lain di rumah tangga. Apalagi, istri akan menjadi pendorong dan teladan bagi anak-anaknya. Kewajiban dasar, seperti salat lima waktu, jangan sampai diabaikan. Istri yang salehah akan menuntun anak-anaknya untuk melaksanakan perintah agama.

Kedua, istri yang taat terhadap suami.

Ketaatan istri terhadap suami menjadi penting dalam berkeluarga. Kerukunan dalam keluarga terlihat dari masing-masing memiliki hak dan kewajibannya. Istri berkewajiban taat terhadap suaminya. Istri perlu memahami posisi di hadapan suami karena suami adalah pemimpin di dalam keluarga. Selaku yang dipimpin, istri mengikuti perintah suaminya.

Kadang-kadang dalam pergaulan dunia yang tanpa batas ini, istri merasa orang yang memiliki kesetaraan dengan suami. Bahkan, panggilan istri kepada suaminya menggunakan “kamu”. Bukankah setiap bawahan di mana pun tugas dan aktivitas pasti menunjukkan rasa hormat dan sapaan dan pangilan yang santun kepada pemimpinnya. Ketaatan istri terlihat dari sapaan yang baik kepada suaminya. Jika sapaan itu sudah baik, apa pun perkataan suami direspons pula dengan baik. Dengan tutur kata yang baik dan kesediaan taat kepada suami, suami akan rida terhadap istrinya. Keridaan suami itu akan menuntunnya ke dalam surga. Rasulullah saw. bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya rida kepadanya niscaya ia akan masuk surga.” (HR Tirmidzi dari Ummu Salamah)

Ketiga, istri yang menyenangkan suami jika dipandang

Istri jika dipandang oleh suami akan dapat menimbulkan kesenangannya. Hal itu mengisyaratkan bahwa istri harus berpenampilan bagus di hadapan suaminya. Kecantikan tubuh, kerapian berpakaain, dan kemolekan dalam berhias seharusnya dilakukan untuk menyenangkan suaminya. Namun, kenyataannya para istri lebih banyak berpenampilan bagus ketika keluar dari rumah, menggunakan parfum yang bermerek ketika bepergian ke mal, menghadiri arisan bersama teman-temannya, dan berkumpul dengan kenalannya. Ketika di depan suaminya, wajahnya masih kusam, pakaiannya lusuh, dan bau badannya menyengat hidung tanpa parfum. Pemandangan itu tidak akan menimbulkan daya tarik bagi suaminya.
Kurangnya penampilan yang terbaik istri di hadapan suaminya menjadi penyebab kurangnya pula perhatian suami terhadap istrinya. Jika suami senang di luar banyak melihat perempuan yang cantik, berpakaian merangsang, parfum yang menimbulkan selera birahinya, jangan salahkan suami karena tergoda dangan perempuan lain. Walaupun itu, bergantung pada iman dan takwa seorang suami. Paling tidak, istri membuka peluang kepada suami untuk “melirik” perempuan lain karena yang di rumah tidak dapat menimbulkan kesenangan dan kebahagiaannya. Nauzubillah!

Keempat, istri yang menjaga kehormatan dirinya

Al-Qur’an menggambarkan istri sebagai ladang. “Istrimu adalah sawah ladangmu” (Al-Baqarah: 233). Karena sebagai ladang, istri harus menjaga ladangnya agar tidak ada hama yang menghinggapi tanamannya. Apabila ada hama yang datang, tanaman akan merena dan produksi tanaman akan berkurang. Di samping itu, ladang yang sudah ada pemiliknya jangan coba-coa ada orang lain memasuki ladang milik suaminya. Istri harus menjaga dirinya sebagai ladang dari masuknya orang lain yang ingin menikmati tanaman yang ada di dalam ladang milik suaminya.

Jika seseorang sudah berkeluarga, baik istri maupun suami, masing-masing harus menjaga diri agar keutuhan rumah tangga menjadi harmonis dan langgeng. Jangan ada orang ketiga masuk ke dalam rumah tangga kita.

Kelima, istri yang menjaga harta suaminya

Istri jika di dalam suatu organisasi berfungsi sebagai bendahara yang mengatur belanja rumah tangga. Suami tidak perlu lagi disibukkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan anggaran keluarga. Suami cukup menyuplai uang untuk keperluan belanja dapur, pembelian logistik rumah tanga, pengaturan pendidikan anak, dan biaya listrik. Kesibukan suami mencari rezeki ditenangkan dengan tidak lagi memikirkan pembelian belanja yang lain-lain. Karena itu, istri harus pandai mengatur distribusi uang yang diberikan suami. Hal-hal yang tidak penting jangan dijadikan penting. Istri harus bisa mengutamakan biaya dapur, sekolah, listrik, daan sebagainya. Jangan sampai belanja dapur dibelikan untuk hal yang sifatnya bukan primer.

Istri yang baik adalah istri yang dapat menjaga harta suaminya yang sudah dipercayakan kepadanya. Kepercayaan suami jangan disia-siakan agar jangan sampai kepercayaan suami hilang karena tidak memegang komitmen bersama. Ada memang istri yang justru senang berkumpul dengan teman-temannya sehingga mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri. Uang yang diberikan suami belum sampai satu atau dua minggu sudah habis. Bayangkan jika suami hanya menerima gaji tetap yang setiap bulannya sudah ditentukan. Jika istri tidak bisa mengelolanya dengan baik, akan terjadi tuntutan istri yang di luar kemampuan suaminya. Itulah yang menjadi perrcekcokan di rumah tangga dan suami pun”dipaksa” untuk mencari uang. Akhirnya, desakan itu mendorong penyimpangan untuk mendapatkannya, seperti peminjaman uang ke lembaga riba, korupsi, dan penipuan.

Keenam, istri yang menjaga aurat

Istri menjadi tanggung jawab suaminya. Tanggung jawab itu bukan hanya materi dan segala keperluan istri, melainkan juga penampilan istri berpakaian. Muslimah diwajibkan berpakaian yang menutup aurat. Suami yang saleh adalah suami yang tidak rida istrinya mengumbar aurat di luar rumah. Bajunya pendek, roknya di atas lutut, dadanya menganga, dan kepalanya tanpa ditutup. Kalaupun baju lengan panjang dan celananya panjang, pakainya ketat menggambarkan lekuk tubuh yang dapat mengundang birahi lelaki yang melihatnya. Bayangkan jika suami yang menyuruh istri menggunakan pakaian seperti itu. Suami akan dimintai tanggung jawabnya terhadap pakaian dan perilaku istrinya. Istri yang salehah harus mampu mengikuti suami yang menyuruh berpakaian islami dan meyakinkan suami yang menyuruh berpakaian mini dengan pakaian yang sopan dan tertutup jika dia bepergian ke luar rumah. Namun, jika istri di rumah dan tidak di depan saudara-saudaranya yang laki-laki, itu terserah kepada suaminya walaupun berpakaian mini. Yang pasti hanya dilihat oleh pemilik ladangnya dan orang lain tidak berhak melihatnya. Terkait dengan kewajiban menutup aurat, Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab: 59)

Berbahagialah keluarga yang mampu menjalin kasih sayang dan komunikasi yang baik dengan orang tua dan mertuanya masing-masing. Namun, mereka harus bijak dalam mengatasi persoalan rumah tangga yang melibatkan mertua mereka masing-masing. Lebih berbahagia lagi jika suami memiliki istri yang salehah. Penampilannya menyenangkan suaminya serta amanah dalam menjaga diri dan harta suaminya. Begitu pula, istri akan bahagia jika suaminya saleh yang mampu mengayominya dalam kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Wallahu a’lam bis-sawab

‎والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tangerang, 15 Juli 2020