
Serial Keluarga Idaman:
Oleh Abdul Gaffar Ruskhan
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Rasulullah saw. bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ, والأميرُ راعٍ, والرّجُلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ, والمرأةُ رَاعِيَّةٌ على بيتِ زوجِها وَوَلَدِهِ, فكلّكم راعٍ وكلّكم مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut” (HR Bukhari-Muslim dari Ibu Umar)
Sebuah keluarga terdiri atas suami, istri, dan anak. Bahkan, di dalam hadis di atas ada pembantu. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang diterima, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan atau yang diberikan. Hak dan kewajiban muncul dari adanya tanggung jawab. Hak tidak mungkin diterima jika tidak melakukan kewajiban. Sebaliknya, kewajiban tidak akan terlaksana jika tidak mendapatkan haknya.
Di dalam melaksanakan tugas sehari-hari, seseorang akan bekerja maksimal jika ada hak yang diharapkannya. Jika tidak ada, rasanya sulit seseorang berkerja dengan baik. Misalnya, seorang karyawan bekerja di suatu kantor tidak mungkin bekerja jika tidak dibayar dan digaji. Setiap hari dia berangkat dari rumah dengan mengeluarkan biaya transportasi, lantas di kantor bekerja dan setiap bulannya hanya mendapatkan secarik kertas yang berisi ucapan terima kasih atas kerajinannya bekerja. Karyawan itu pasti akan bertanya hanya ini yang didapatkan? Ada reaksi yang spontan bahwa itu tidak adil. Tidak mungkin ada pekerjaan yang hanya cukup diberikan ucapan terima kasih?
Siapa pun yang bekerja pasti mengharapkan imbalan dari pekerjaannya itu. Apakah dalam bentuk upah, gaji, honorarium, insentif, tunjangan, dan sebagainya. Itu semua adalah hak yang harus diterima setiap orang selesai melaksanakan pekerjaannya. Manakala hak yang diterima itu sesuai dengan berat dan ringannya beban pekerjaan atau tugasnya, itulah yang disebut adil. Jika di dalam pekerjaan itu ada keadilan, samua akan berjalan dengan mulus tanpa ada gejolak. Namun, jika rasa keadilan itu hilang, orang akan menuntut haknya dengan berbagai cara.
Di dalam rumah tangga juga sama walaupun tidak ada gaji atau imbalan yang diterima dalam bentuk materi. Namun, imbalan tidak selamanya berbentuk materi. Imabalan dapat juga diberikan dalam bentuk nonmateri. Bahkan, imbalan seperti itu jauh lebih berharga daripada imbalan materi di dalam keluarga.
Hak dan kewajiban di dalam rumah tangga menjadi penting jika menginginkan keluarga idaman. Suami memiliki hak dan kewajiban dan istri pun memiliki hak dan kewajiban. Bahkan, anggota keluarga yang lain pun juga mempunayi hak dan kewajibannya. Namun, yang penting dipahami tidak mungkin hak itu didapat jika kewajiban tidak dilaksanakan. Karena itu, kewajiban terlaksana dan hak akan mengikutinya.
Suami, dalam hal ini disebut sebagai bapak, memiliki segudang kewajiban terhadap rumah tangganya. Banyaknya kewajiban bapak berkaitan dengan tanggung jawabnya selaku kepala rumah tangga.
a. Memberi nafkah
Bapak bertanggung jawab untuk mencari rezeki agar tersedianya keperluan rumah tangga. Tanggung jawab bapak memang berat, tetapi jika dilaksanakan dengan ikhlas dan niat untuk keluarganya, Allah SWT akan memudahkan rezekinya. Bahkan, dia berada di jalan Allah SWT sebagimana sabda Rasulullah saw.,
يَا رَسُولَ اللهِ، لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ. فَقَالَ رَسُولُ الله إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيْرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Seseorang telah melewati Nabi. Para sahabat Nabi melihat keuletan dan giatnya sehingga mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, seandainya ia lakukan itu di jalan Allah? ” Maka, Rasulullah bersabda, “Apabila ia keluar (rumah) demi mengusahakan untuk anak-anaknya yang kecil, ia berada di jalan Allah. Apabia keluar demi mengusahakan untuk kedua orang tuanya yang telah berusia lanjut, ia berada di jalan Allah. Apabila dia keluar demi mengusahakan untuk dirinya sendiri agar terjaga kehormatannya, ia berada di jalan Allah. Namun, apabila dia keluar dan berusaha untuk ria (mencari pujian orang) atau untuk berbangga diri, ia berada di jalan setan.” (HR Thabarani 2/141 No. 1692)
Rezeki yang diusahakan oleh bapak adalah rezeki yang halal. Dari rezeki yang halal akan tumbuh generasi baru yang beriman dan bertakwa. Namun, jika rezeki yang diperoleh bapak dari yang tidak halal, akan muncul generasi yang jauh dari ketaatan kepada Allah SWT, rusak moralnya, memanatul perilaku bapak yang bisa jadi pula anak-anak yang menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, yang dibawa pulang untuk menghidupi anak keluarga adalah rezeki yang berkah karena kehalalannya.
b. Memberikan pengajaran agama
Pengajaran agama menjadi tanggung jawab bapak agar anak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakt kepada orang tuanya, menjadi anak yang berguna bagi masyarakatnya, menegakkan syariat Islam, dan bertakwa kepada Allah SWT. Sesibuk apa pun bapak, tanggung jawabnya jangan diabaikan. Banyak cara yang dapat dilakukan. Jika bapak tidak sempat, dapat didatangkan guru privat agama ke rumah dan sebagainya.
c. Melindungi keluarga
Keamanan dan kenyamanan anggota keluarga menjadi tanggung jawab bapak. Siapa pun yang ingin menggoyahkan keutuhan sendi rumah tangga, merusak bangunan keluarga yang sudah kukuh, mengacaukan kehidupan keluarga yang damai, dan mengancam ketenangan dan kemanan keluarga wajib dibela dan dilindungi oleh bapak. Selaku komandan di dalam keluarga, tangung jawabnya bertumpu kepadanya.
d. Memberikan keteladanan
Bapak selaku kepala keluarga harus memberi keteladanan kepada anak. Jika anak dilarang merokok, bapak harus menunjukkan bahwa dia tidak merokok. Bagaimana anak tidak merokok jika bapak tidak memberi teladan kepada anaknya untuk tidak merokok? Walaupun anak mungkin secara diam-diam merokok di luar karena pengaruh teman, bapak harus menunjukkan bahwa bapak tidak mau melihat anaknya merokok. Di lingkungan rumah harus steril dari asap rokok. Saya, alhamdulillah, tidak merokok dari kecil melarang anak merokok di dalam rumah dan di mobil. Di sini penting bapak itu tegas. Oleh karena itu, apa pun perintah dan larangan yang dibuat di rumah harus dicontohi kepada anak dan keluarga yang lain. Pelanggaran terhadap aturan akan ada saksinya.
e. Menanmkan dasar-dasar akhlak
Pendidikan akhlak dimulai sejak masa kecil. Anak diberikan pendidikan akhlak sedini mungkin. Rumah adalah madrasah pertama bagi anak. Nilai kesopanan diajarkan oleh bapak bersama ibu. Oleh karena itu, rumah tangga harus menciptakan kondisi pendidikan dasar-dasar berbicara, bersikap, dan berperilaku yang baik.
f. Memberikan pendidikan formal kepada anaknya
Pendidikan formal untuk anak direncanakan oleh bapak mana yang terbaik bagi anak. Mulai dari taman kanak-kanak atau raudatulatfal sampai pendidikan menengah atas atau aliah dan berlanjut ke perguruan tinggi, anak akan memperoleh perndidikan formalnya. Tanggung jawab bapak dituntut untuk mengarahkan anaknya ke pendidikan yang sesuai dengan masa depannya.
Tanggung jawab bapak terhadap keluarga, baik untuk keperluan rumah tangga maupun pendidikan anak, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan bapak sebagai muslim yang mengidamkan keluarga baghagia.
(Bersambung besok)
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tangerang, 25 Juli 2020