Bagian Kedua: Kewajiban Haji

Serial Haji:

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

‎السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dianugerahi kesehatan, kebahagiaan hidup, mampu melakukan ketaatan kepada Allah SWT, dan melaksanakan sunah Rasulullah dengan baik. Amin!

Allah SWT berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Pelaksanaan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97)

Saat ini, alhamdulillah, ada umat Islam akan melaksanakan ibadah haji dan umrah di Tanah Suci Mekah walaupun dalam jumlah kecil. Kondisi pandemi Covid 19 telah menghalangi umat Islam di berbagai negara untuk melaksanakan ibadah paripurna itu, termasuk jemaah haji di Indonesia. Mereka yang akan melaksanakan ibadah haji adalah pemukim di sekitar Mekah yang jumlahnya kira-kira 1.000 orang.

Ibadah haji merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh umat Islam yang sudah mampu berangkat dan aman dalam perjalanan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di awal. Walaupun kemampuan berangkat haji sudah terpenuhi, keberangkatan itu tidak akan terlaksana jika keamanan di perjalanan tidak terjamin. Tentu Kondisi seperti musim haji tahun ini akibat wabah virus corona menyebabkan semua pendaftar haji, baik dari Indonesia maupun dari negara lain, tidak dapat diberangkatkan karena kebijakan pemerintah Saudi Arabia.

Kewajiban berhaji tidak saja dilakukan sejak Nabi Muhammad saw., tetapi juga telah dimulai dari Nabi Ibrahim a.s. Ketika bersama anaknya, Nabi Ismail a.s., selesai membangun kembali Kakbah, Ibrahim Nabi a.s.menyeru umat manusia agar datang ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman,

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Serulah manusia dengan menyuruh mereka untuk mengerjakan ibadah haji ke Baitullah yang Kami perintahkan padamu untuk membangunnya; niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta yang kurus lantaran kelelahan dalam perjalanan, mereka akan datang dengan mengendarai unta dari segenap penjuru yang jauh.” (QS Al-Hajj: 27)

Berdasarkan ayat itu, Nabi Ibrahin sudah memanggil manusia untuk melaksanakan haji ke Tanah Suci. Jika ada orang yang bertanya kepada sahabatnya bukan pada musim pandemi ini, “Rasanya kemampuan kamu untuk melaksanakan haji sudah cukup, mengapa kamu belum berangkat juga?” Jawabnya, “Belum, karena belum ada panggilan.” Jawaban itu aneh dan tidak masuk akal. Bukankan jauh sebelum Nabi Muhammad saw umat manusia sudah dipanggil oleh Nabi Ibrahim, moyangnya Nabi Muhammad saw.?

Kewajiban meklaksanakan haji itu terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw. Pada ayat yang lain di dalam Al-Qur’an disebutkan,

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ

“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”(QS Al-Baqarah: 196)

Ayat itu menjelaskan kewajiban melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena keduanya wajib, pelaksanaan haji dan umrah dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) haji qiran (hajju al-qiran) yang pelaksanaan haji barsamaan dengan niat umrah, (2) haji tamatuk (hajju at-tamattu’) yang pelaksanaan haji didahului oleh umrah sehingga niatnya terpisah, dan (3) haji ifrad (haju al-ifrad) yang pelaksanaan haji sebelum umrah dengan niat juga masing-masing.

Selain dua ayat itu, ada hadis yang menyebutkan kewajiban berhaji ke Tanah Suci. Rasulullah saw. bersabda,
فقال يأأيها الناس قد فرض الله عليكم الحج فحجوا

“Rasulullah berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan atas kalian untuk berhaji. Maka, berhajilah kalian.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Sementara itu, dalam hadis Ibnu Umar dijelaskan bahwa haji merupakan rukun Islam yang wajib dilakukan oleh orang yang mampu dengan sabda Nabi saw.,

بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدًا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان

“Islam itu didirikan atas lima perkara, yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar), kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan puasa pada bulan Ramadan.” (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)

Karena kewajiban berhaji itu menuntut adanya kemampaun finansial untuk berangkat, orang yang belum mampu berangkat tidak terkena kewajiban berhaji. Namun, yang penting ada niat yang diiringi dengan usaha. Berapa banyak orang yang berada di bawah berkecukupan bisa berangkat ke Tanah Suci? Malah, ada sinetron “Tukang Bubur Naik Haji”. Itu merupakan gambaran di dalam masyarakat bahwa ada orang yang diperkirakan tidak mungkin berangkat haji, tetapi kenyataannya berangkat haji. Bahkan, ada penarik becak berangkat haji dengan mengumpulkan uang puluhan tahun. Berkat niat, keyakinan, dan adanya aksi berupa menabung, orang-orang kecil dapat menunaikan ibadah haji dengan “melangkahi” orang yang berkecukupan, tetapi tidak berangkat haji.

Bagaimana dengan “tukang” usaha, “tukang” konstruksi, “tukang” bangunan perumahan mewah, “tukang” kontrakan, “tukang-tukang” yang lain? Bagaimana pula “penarik” motor mewah, “penarik” mobil, “penarik” pesawat terbang, “penarik” kapal pesiar? Mereka muslim, tetapi kalah dengan tukang bubur dan penarik beca? Apa yang kurang? Harta cukup, bahkan berlimpah, tetapi sungkan berangkat haji. Ternyata yang tidak dimilikinya adalah niat dan keyakinan kuat untuk berangkat. Jika itu yang terjadi, tahukah mereka bahwa apa yang terjadi besok itu? Jika kematian menjemputnya, sedangkan mereka belum berhaji, kematiannya akan menyedihkan.

تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ – يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ – فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ

“Bersegeralah kalian berhaji, yaitu haji yang wajib, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” (HR Ahmad)

Rasulullah saw. juga bersabda,

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

“Siapa yang ingin pergi haji, hendaklah ia bersegera karena sesungguhnya kadang-kadang datang penyakit, hilang hewan tunggangan, atau ada keperluan lain (mendesak). (HR Ibnu Hibban)

Dua hadis itu menegaskan pentingnya bersegera untuk berangkat haji karena banyak penyebab yang dijelaskan Rasulullah saw. sebagai penghalang. Bisa jadi musibah menimpa seseorang, datangnya penyakit, apalagi penyakit ketuaan atau pikun, kelehilangan harta benda, atau keperluan lain yang akhirnya mengahalangi untuk berangkat haji.

Yang paling mengenaskan adalah jika orang kaya yang belum melaksanakan haji, kemudian menginggal dalam keadaan belum berhaji, meninggalnya mdenurut Rasulullah saw. dalam keadaan Yahudi atau Nasrani (nonmuslim). Hal itu dijelaskan dalam hadis riwayat Tirmidzi berikut,

مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ فَلاَ عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا

“Orang yang punya bekal dan kendaraan yang bisa membawanya melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, tetapi dia tidak melaksanakannya, jangan menyesal kalau mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. (HR Tirmidzi)

Tentu berbeda halnya dengan orang yang sudah mendaftar pergi haji, tetapi kondisi keberangkatan itu tidak memungkinkan dia segera berhaji. Dalam hal itu ia sudah tercatat sebagai haji walaupun meninggal sebelum naik haji. Misalnya, daftar tunggu yang terlalu lama dan kondisi pandemi yang sedang melanda berbagai negara, termasuk Indonesia, dan pelaksanaaan haji di Tanah Suci dibatasi tidak menyebabkan kematiannya dalam keadaan nonmuslim. Namun, orang kaya yang mampu berangkat kapan pun dengan haji plusnya, tetapi lebih sayang pada harta dan “kebebasan” untuk dapat melakukan yang diinginkannya, akan tergolong matinya nonmuslim. Nauzubillah.

(Bersambung besok)

Wallahu al-muwafiq ila aqwamit-tariq

‎والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tangerang, 29 Juli 2020