
olwh: Wahyudi sarju Abdurrahim, Lc. M.M
فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.
Syarah HPT:
Kata Kunci: Kata Kunci: لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (Untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama).
Dalam kamus bahasa Indonesia, ilham diartikan sebagai petunjuk Tuhan yang timbul di hati. Ilham bisa juga petunjuk yang disampaikan oleh Allah ke dalam jiwa hamba-Nya sehingga mendorong dirinya untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Salah seorang mufassir ternama, az-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran memaknai ilham sebagai pemberian pelajaran atau mengajar.
Istilah ilham muncul dalam surat Asy-Syams: 8 sebagaimana berikut:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Artinya: “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”
Menurut Imam Tabari bahwa terdapat dua penafsiran tentang ilham. Pertama, Allah saw menjelaskan sesuatu pada nafs (jiwa) yang pantas untuk dikerjakan atau ditinggalkan, baik berupa kebaikan atau keburukan. Kedua, Allah saw menjadikan dalam jiwa ada kefasikan dan ketakwaan. Mana saja yang dominan di antara kedua itu akan berpengaruh terhadap perilaku manusia.
Muhammad Abduh mengartikan sebagai perasaan halus dalam jiwa danmendorong jiwa untuk melakukan sesutu, sementara ia tidak menydarai dari mana datangnya dorongan tersebut.
Kaum sufi banyak mempunayi istilah yang mempunyai kaitan erat dengan ilham, yaitu al isyrâq, al kasyf dan al dzûq. Sebagian mereka mengatakan bahwa al isyrâq adalah munculnya cahaya akal yang mempunyai arti tertentu dan mengalir ke seluruh jiwa ketika manusia melepaskan segala sesuatu yang terkait dengan dunia materi. Al-kasyf yaitu mengetahui sesuatu yang bersifat metafisik. Al dzûq adalah cahaya irfani yang diberikan Tuhan kepada para wali-Nya untuk membedakan antara yang baik dan buruk tanpa harus merujuk kepada kitab suci.
Selain kata ilham, dalam al-Quran kadang menggunakan istilah wahyu, namun yang dimaksudkan di situ adalah ilham, sebagaimana firman Allah berikut ini:
وَمَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِن وَرَآئِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَايَشَآءُ إِنَّهُ عَلِىٌّ حَكِيمٌ
Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [Asy Syura:51].
Ilham yang menggunakan kata wahu, juga terdapat dalam ayat berikut:
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى
Artinya: Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa. QS.al-Qashos: 7)
Kadnag menggunakan istilah muhaddatsun, namun yang dimaksudkan adalah ilham sebagaimana sabda nabi Muhammad berikut:
قَدْ كَانَ يَكُونُ فِي الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُنْ فِي أُمَّتِي مِنْهُمْ أَحَدٌ فَإِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهُمْ قَالَ ابْنُ وَهْبٍ تَفْسِيرُ مُحَدَّثُونَ مُلْهَمُونَ
Sesungguhnya telah ada pada umat-umat sebelummu muhaddatsun, dan kalau ada pada umatku seorang darinya, maka Umar bin Al Khattab adalah orangnya. [HR.Muslim]
Ilham tidak hanya diberikan Allah kepada manusia, namun juga kepada hewan sebagaimana firman Allah berikut ini:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُون
“Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah diukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan,
وَأَوْحَى رَبّك إلَى النَّحْل وَحْي إلْهَام
“Rabbmu mewahyukan kepada lebah berupa wahyu ilham”
Tidak semua orang bida mendapatkan ilham. Hanya orang yang beriman dan bertakwalah yang akan mendapakna ilham ini. Nabi Hidir ketika mengajari nabi Musa dengan ilmu tertentu, merupakan ilham dari Allah. Nabi Musa melihat bahwa apa yang dilakukan oleh nabi Hidir adalah suatu kesalahan. Namun ternyata nabi Hidir tidak melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri. Nabi Hidir melakukan sesuatu atas kehendak Allah. Hal ini bisa dibaca pada ayat berikut:
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (٦٥) قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (٦٦) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٦٧) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (٦٨) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (٦٩) قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (٧٠) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا (٧١)قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٧٢) قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا (٧٣) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا (٧٤(
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami (Khidir), yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami”. Musa berkata kepadanya “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.”. “Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”. Musa berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun”. Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.”(QS. Al Kahfi: 65-74).
Kisah panjang nabi hidir tersebut selengkapnya bisa dibaca dalam surat al-Kahfi. Banyak kejanggalan yang secara kasat mata bertentangan dengan syariat sehingga nabi Musa as menentangnya. Namun ternyata apa yang dilakukan babi Hidir bukanlah kehendak dirinya, namun semua karena perintah dari Allah melalui ilmu (ilham) yang diberikan kepadanya. Di antara rahasia terhadap perbuatan nabi hidir diceritakan dalam ayat berikut:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا
“Adapun tembok rumah yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim di desa itu di mana di bawahnya terdapat simpanan harta bagi keduanya. Orang tua kedua anak itu adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu berkehendak keduanya mencapai dewasa dan akan mengeluarkan harta simpananya.” (QS. al-Kahfi: 82).
Artinya bahwa ilham adalah sesuatu yang sungguh terjadi. Ia merupakan ilmu Allah yang diberikan kepada mahluknya sesuai dengan kehendak-Nya. Ilham menjadi bagian dari salah satu sumber ilmu pengetahuan dalam Islam.