Sumber Pengetahuan: Akal (Bagian XXXXI)

Oleh: Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc. M.M

فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.


Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Syarah HPT:

Kata Kunci: Kata Kunci: لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (Untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama).

Akal aslinya merupakan bahasa arabverasal dari kata aqala, ya’qilu, aqlan, yang artinyamenghalangi. Jika kita telusuri, dalam bahasa arab ada istilah ‘iqal yang berasal dari kata aqala tadi, yang maknanya adalah tali. Fungsi tali sendiri untuk mengikat sesuatu, sebagaimana akal manusia juga berfungsi untuk mengikat pengetahuan.

Aqala sendiri sesungguhnya mempunyai banyak makna, di antaranya adalah, pempahaman atau ilmu pengetahuan. Hal ini, karena seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan, akan mampu membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk. Ia mempunyai kemampuan untuk memilih, mana yang harus dilakukan dan ditinggalkan. Maka jika benar dia menggunakan akalnya, tentu ia akan melaksanakan perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.

Kedua, aqala, artinya juga menghafal. Hal ini karena orang yang memiliki ilmu pengetahuan, bearti ia telah mengikat ilmu tersebut dalam akalnya. Artinya ia telah memahami dan menghafal dengan baik ilmu pengetahuan tersebut.

Ketiga, akal juga bisa bermakna tempat berlindung. Bisa juga bermakna penjara. Hal ini, karena tempat berlindung ataupun penjara dalam menghalangi seseorang untuk keluar dari tempat tersebut. Ia terikat di suatu ruangan tertentu. Inti dari makna akal di atas sesungguhnya tidak keluar dari ikatan. Artinya bahwa akal dapat mengikat atau melindungi atau membatasi sesuatu.

Al-Quran memberikan perintah tegas kepada umat Islam untuk menggunakan akalnya guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Bahkan ayat pertama yang diturunkan Allah adalah ayat tentang membaca yang berhubunganerat dengan proses berfikir. Dalam perintah menggunakan akal tersebut, terkadang al-Quran menggunakan lafal akal, namun sering juga menggunakan lafal lain yang prinsipnya perintah untuk menggunakan akal manusia sebagai sarana berfikir, di anaranya adalah ta’qilun, tatafakkarun, yafqahun, yatadabbarun dan lain sebagainya. Berikut di antara firman Allah tersebut:

وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dialah yang menghidupkan dan mematikan, Dia pula yang mengatur pergantian malam dan siang. Tidakkah kalian menalarnya? (QS. al-Mukminun: 80).

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

Katakanlah: samakah antara orang yang buta dengan orang yang melihat?! Tidakkah kalian memikirkannya?! (QS. al-An’am:50).

انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ

Perhatikanlah, bagaimana kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda kekuasaan Kami, agar mereka memahaminya! (QS. al-An’am: 65)

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

Tidakkah mereka merenungi al-Qur’ân?! Sekiranya ia bukan dari Allâh , pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (QS. an-Nisa: 82).

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ ﴿١٧﴾ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ ﴿١٨﴾ وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ ﴿١٩﴾ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ ﴿٢٠﴾ فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ

Tidakkah kalian memperhatikan pada unta, bagaimana ia diciptakan? Dan pada langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan pada gunung-gunung, bagaimana itu ditegakkan? Dan pada bumi, bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau hanyalah pemberi peringatan. (QS. al-Ghasyiyah:17-20)

Akal sendiri sesungguhnya menjadi pembeda antara manusia dengan binatang. Semua organ pada binatang, sesungguhnya dimiliki manusia. Akallah yang menjadi pembeda tersebut. Tanpa adanya akal, manusia tidak ada bedanya dengan hewan. Bahkan manusia lebih buruk dari hewan jika kehidupannya selalu melawan dan berbenturan dengan akal. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(QS. Al-A’raaf: 179).

Ayat di atas jelas memberikan keterangan mengenai fungsi mata, telinga dan organ tubuh manusia lainnya. Fungsi organ tubuh tersebut sesungguhnya bukan sekadar sebagai indera saja, namun sebagai sarana mendapatkan ilmu pengetahuan untuk mengenal Allah swt. Indera manusia, sebagai sarana berfikir untuk mengenal Tuhan.

Akal disebut sebagai manatuttaklif. Maksudnya adalah bahwa dengan akal, seseorang dapat menerima hukum syariat. Jika hilang akal seseorang, maka hilang pula tugas berat yang dibebankan kepadanya berupa hukum syariat. Hal ini sesuai dengan hadis berikut:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الْمَعْتُوهِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang yang tidur hingga terbangun, orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia balig.” (HR. Abu Daud).

Dalam Islam, seseorang dianggap lengkap dan sempurna akalnya, ketika ia sudah balig. Sebelumnya, ia dianggap sebagai anak yang akalnya belum sempurna. Oleh karena itu, ia tidak menerima beban hukum secara sempurna juga. Ia berhak mendapatkan hak, seperti berhak untuk perawatan, pendidikan, mendapatkan hibah, warisan dan lain sebagainya. Namun karena akalnya belum sempurna, ia tidak mempunyai kewajiban apapun.

Ketika sudah balig, ia menerima hukum taklif secara sempurna. Ia sudah wajib untuk melaksanakan shalat, puasa, haji, dan lain sebaginya. Ia juga akan menerima hukuman jika melaksanakan kejahatan, seperti dipotong tangan jika mencuri, diqishash jika ia membunuh dengan sengaja, dirajam jika ia berzina sementara ia sudah menikah, dipenjara atau didenda jika ia merusak barang orang lain dan lain sebagainya. Jika kemudian ia gila, maka hukum taklifi yang melekat pada dirinya juga hilang. Ia tidak wajib melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji. Ketika ia melakukan tindak kriminal, maka ia tidak terkena hukuman. Hal ini karena akal yang menjadi sebab beban hukum, telah hilang dari dirinya.

Karena akal sangat penting, maka Islam mewajibkan agar kita selalu menjaga akal. Cara menjaga akal ada dua, yaitu menjaga agar ia tidak punah dan melindungi akal agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan.

Di antara cara agar akal tetap terjaga dan tidak rusak adalah dengan mengharamkan segala sesuatu yang dapat merusak akal. Minum khamar, narkoba, atau segala sesuatu yang dapat mengganggu dan merusak akal, hukumnya haram. Oleh karena itu, orang yang merusak akal tadi dianggap melakukan tindak kriminal. Dia harus mendapatkan hukuman cambuk.

Larangan minum khamar terdapat dalam ayat berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (Q.S. Al-Maidah: 90-91).

Juga hadis nabi berikut ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Setiap hal yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram.” (H.R. Muslim).

Selain itu, film porno, membaca tulisan yang berbau pornografi dan lain sebagainya juga diharamkan karena ia juga dapat merusak akal pikiran manusia. Oleh karena itu, yang diharamkan bukan sekadar zina, namun mendekati perbuatan zina.  Terkait hal ini, Allah saw berfirman sebagai berikut:

 . وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. al-Isra: 32).

Hal-hal di atas menunjukkan mengenai peran akal dalam Islam. akal dianggap sebagai sentral dari kehidupan manusia. Akal sebagai bagian tak terpisahkan dari semua hukum Islam. oleh karenanya, akal harus dijaga dan mendapatkan suplai keilmuan yang memadai.

++++++

Telah dibuka Pendaftaran Pondok Pesantren Modern Almuflihun Putra.

Formulir pendaftaran sebagai berikut:
https://bit.ly/3d9LaR0

Kontak: 0813-9278-8570

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899