Sumber Ilmu Pengetahuan Perspektif Ulama Kalam (Bagian XXXVII)

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Syarah HPT:
Kata Kunci: Kata Kunci: لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (Untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama).
Para ulama kalam membahas panjang lebar mengenai sumber pengetahuan ini. Apa yang disampaikan oleh ulama kalam, seperti Imam haramain, Ghazali, Amidi dan lain sebagainya, sesungguhnya merupakan respon dari pandangan kaum Sophi yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan tidak ada. Karena pengetahuan tidak ada, maka sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan menjadi tidak berguna. Ilmu pengetahuan hanyalah asumsi manusia yang sifatnya sangat subyektif.
Bagi ulama kalam, ilmu pengetahuan adalah keniscayaan. Tanpa adanya pengetahuan, kemajuan peradaban manusia selamanya tidak akan terwujud. Sementara tugas utama manusia di muka bumi adalah menegakkan khalifah, menjadi manusia pilihan guna memakmurkan bumi. Dari kesadaran ini, para ulama kalam mengkaji tentang pengetahuan dan berbagai sarana yang dapat dijadikan sebagai perantara manusia untuk mendapatkan pengetahuan.
Sesungguhnya banyak sarana yang dapat dijadikan sebagai sarana pengetahuan, di antaranya adalah wahyu, ilham, indera dan akal. Empat hal ini sangat penting guna mencerna dan mengolah pengetahuan dalam diri manusia. Dari empat hal di atas, wahyu dan ilham menjadi pembeda sumber pengetahuan dalam Islam dengan lainnya.
Terkait sumber pengetahuan, sesungguhnya sudah dibahas panjang lebar oleh para ulama kalam sebagaimana pernyataan mereka berikut ini:

وجميع العلوم الضرورية تقع للخلق من ستة طرق: فمنها: درك الحواس الخمس، وهي: حاسة الرؤية، وحاسة السمع، وحاسة الذوق، وحاسة الشم، وحاسة اللمس. وكل مدرك بحاسة من هذه الحواس من جسم، ولون، وكون، وكلام، وصوت، ورائحة، وطعم، وحرارة، وبرودة، ولين، وخشونة، وصلابة، ورخاوة فالعلم به يقع ضرورة. والطريق السادس: هو العلم المبتدأ في النفس، لا عن درك ببعض الحواس، وذلك نحو علم الإنسان بوجود نفسه، وما يحدث فيها وينطوي عليها من اللذة، والألم، والفم، والفرح، والقدرة، والعجز، والصحة، والسقم. والعلم بأن الضدين لا يجتمعان، وأن الأجسام لا تخلو من الاجتماع والافتراق، وكل معلوم بأوائل العقول، والعلم بأن الثمر لا يكون إلا من شجر، أو نخل، وأن اللبن لا يكون إلا من ضرع وكل ما هو مقتضى العادات. وكل ما عدا هذه العلوم وهو علم استدلال لا يحصل إلا عن استئناف الذكر والنظر وتفكر بالنظر والعقل

Ilmu dharuri bagi manusia dapat dihasilkan dengan lima cara, di antaranya dengan lima panca indera, yaitu indera pengelihatan, pendengar, lidah untuk mengecap, hidung untuk membau, dan kulit sebagai indera peraba. Segala sesuatu yang dapat diketahui dengan panca indera tersebut baik berupa benda, warna, kondisi tertentu, pembicaraan, suara, bau, rasa, panas, dingin, lembut, kasar, keras, lentur, maka ilmu pengetahuan yang menyangkut hal tersebut disebut sebagai ilmu dharurat. Cara ke enam untuk mendapatkan ilmu yaitu ilmu yang secara langsung ada pada dirinya bukan dengan cara pengetahuan dengan panca indera, seperti pengetahuan seseorang tentang dirinya, dan segala sesuatu yang dirasakan oleh jiwa seperti enak, sakit, sedih, senang, kemampuan atas sesuatu, lemah, sehat, dan sakit. Juga pengetahuan bahwa dua hal yang saling bertolak belakang tidak dapat bergabung, dan bahwa benda pasti di antara dua hal, yaitu berkumpulnya atom atau terpisahnya atom. Juga pengetahuan terkait dengan sesuatu yang logis seperti pengetahuan bahwa buah akan muncul dari pohon, air susu keluar dari payudara, dan segala sesuatu yang sesuai dengan kebiasaan alam (al adat). Selain hal yang saya sebutkan di atas, adalah ilmu istidlal yang tidak akan dihasilkan selain dengan cara berfikir, merenung dan merasionalisasikan sesuatu.
حكى أصحاب المقالات عن بعض الأوائل حصرهم مدارك العلوم في الحواس ومصيرهم إلى أن لا معلوم إلا المحسوسات؛ ونقلوا عن طائفة يعرفون بالسمنية أنهم ضموا إلى الحواس أخبار التواتر ونفوا ما عداها؛ وحكى عن بعض الأوائل أنهم قالوا لا معلوم إلا مادل عليه النظر العقلى وهذا في ظاهره مناقض للقول الأول؛ ومتضمنه أن المحسوسات غير معلومة؛

Imam Juwaini berkata, Penulis buku al-Maqalat yang dinukil dari para filsuf Yunani bahwa ilmu pengetahuan bisa dihasikan melalui panca indera. Mereka menyatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari indera. Sebagian lagi dari kelompok Samniyah menyatakan bahwa selain panca indera, ada hal lain yang dapat ditambahkan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, yaitu dengan berita mutawatir. Selain dari hal-hal di atas, tidak ada lagi (srana pengetahuan). Sebagian filsuf Yunan menyatakan bahwa pengetahuan tidak mungkin didapat selain dengan akal. Pendapat ini tentu bertentangan dengan pendapat pertama tadi. Karena menurutnya, panca indera bukanlah sumber ilmu pengetahuan.
Imam Juwaini melanjutkan:
والذي أراه أن الناقلين غلطوا في نقل هذا عن القوم وأنا أنبه على وجه الغلط؛ قال الأوائل: العلوم كل ما تشكل في الحواس، وما يفضي إليه نظر العقل مما لا يتشكل هو معقول، فنظر الناقلون إلى ذلك ولم يحيطوا باصطلاح القوم؛ وقال المطلعون من اهبهم على أن: لا معلوم إلا المحسوس من أصلهم أن المدارك تنحصر في الحواس.

Menurut saya, bahwa mereka yang menyadur, terdapat kesalahan dalam sistem penyaduran. Saya akan tunjukkan sisi kesalahannya. Menurut para intelektual Yunan, bahwa ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat diindera dan segala sesuatu yang dapat dilogikakan sehingga sesuatu menjadi rasional. Penyadur hanya sekadar melihat ini, dan tidak melihat sisi lain dari mereka.
Sebagian intelektual Yunan berpendapat bahwa tidak ada pengetahuan selain yang didapat melalui panca indera. Hal ini karena keyakinan mereka bahwa ilmu pengetahuan sesuangguhnya hanya sebatas yang terindera saja.
وقال من رآهم يسمون النظريات معقولات من أصل هؤلاء أن: المدارك منحصرة في سبل النظر. وقال قائلون: مدارك العلوم الإلهام.
Beliau melanjutkan: Sebagian kalangan yang disebut dengan para filsuf rasionalis menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat dilakukan dengan cara berfikir. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa ilmu hanya didapat dengan cara ilham
وقال آخرون من الحشوية المشبهة: لا مدارك للعلوم إلا الكتاب والسنة والإجماع.
وقال المحققون: مدارك العلوم الضروريات التي تهجم مبادئ فكر العقلاء عليها ..والمرتضى المقطوع به عندنا أن العلوم كلها ضرورية والدليل القاطع على ذلك أن من استد نظره وانتهى نهايته ولم يستعقب النظر ضد من أضداد العلم بالمنظور فيه فالعلم يحصل لا محالة من غير تقدير فرض خيرة فيه»[15] وقال أيضا: «مدارك العلوم في الدين ثلاثة في التقسيم الكلي أحدها المعقول … والمدرك الثاني هو المرشد إلى ثبوت كلام صدق وهذا لا يتمحض العقل فيه فإن مسلكه المعجزات وارتباطها بالعادات انخراقا واستمرارا، …. والمدرك الثالث أدلة السمعيات المحضة
Beliau melanjutkan: Sebagian dari kelompok kalangan kasyawiyah al-musyabihah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya didapat al-Quran, sunnah dan ijmak. Sebagian lagi berpendapat bahwa cara mendapatkan ilmu dharuriyat, dapat diterima akal dan sifatnya pasti adalah bahwa setiap ilmu itu dharuriyat. Buktinya adalah bahwa setiap orang yang melihat sesuatu, maka langsung mendapatkan pengetahuan sepeti yang ia lihat dan bukan sebaliknya. Maka ilmu secara otomatis didapatkan secara langsung. Sebagian lagi menyatakan bahwa dalam agama, cara mendapatkan ilmu pengetahuan secara global ada tiga cara, pertama dengan logika, kedua sarana untuk membuktikan kebenaran rasul. Yang seperti ini tidak cukup sekadar dengan logika, karena mukjizat bertentangan dengan kebiasaan alam. Ketiga, dengan dali sam’iy saja.
فجعل مأخذ العلوم من “المَيْزِ” وعنى به «مَيْزَ العقلاء ثم إنه – أي الميز – قد يفضي به إلى بعض العلوم بغير واسطة كالعلم بالذات وصفاتها، وقد يفضي بوسائط، والوسائط ثلاثة: الحواس وهي الوسيلة إلى المحسوسات، ونظر العقل وهي الوسيلة إلى العقليات، واطراد العادات وبه يعرف معاني الخطاب وقرائن الأحوال، ثم قد لا يفضي الميز إلى العلم إلا بواسطتين كالمعجزة تتوقف على واسطة العقل والعرف، فيستبان بالعقل كونه فعل مخترع صانع متصرف ويستبان بالعرف أنه دال على الصدق إذ لا يناسب انقلاب العصى ثعبانا صدق موسى في كونه رسولا، وأما السمعيات فإنها معلومات ولكنها لا تظهر في العقل ظهور العقليات ومستنده قول حق وخبر صدق وقول النبي عليه السلام صدق وكلام الله سبحانه كذلك، وقول أهل الاجماع بتصديق الرسول إياهم
Imam Ghazali menyatakan sebagai berikut: Ilmu sesungguhnya dapat disebut sebagai “pembeda”. Maksudnya adalah pembeda dari para orang yang berakal. Akal manusia bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dengan tanpa perantara seperti ilmu atas dzat dan sifat Allah. Terkadang untuk mendapatkan ilmu, harus dengan perantara. Perantara sendiri ada tiga macam, indera, yaitu sarana terkait dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sarana untuk mendapatkan ilmu secara rasional dan ketiga adalah kebiasaan yang berulang. Dari sini, makna dari suatu bahasa dan indikator atas sesuatu yang terjadi dapat diketahui. Ketiga, kadang ilmu harus didapatkan dengan dua perantara seperti mukjizat yang dapat diketahui melalui akal dan tradisi. Dengan akal dapat diketahui bahwa sesuatu yang terjadi merupakan sesuatu yang bersifat ciptaan. Dengan tradisi/kebiasaan dapat diketahui mengenai suatu kebenaran. Hal ini karena tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular, kecuali itu sebagai bukti bahsa seseorang memang rasul.
Sementara itu, ilmu juga dapat diketahui melalui sma’iyyat (berita dari wahyu). Ilmu yang didapat dari wahyu, berbeda dengan yang didapat dari akal. Ia bersandar dari berita nabi Muhammad saw, dan ijmak terkait dengan kebenaran rasul.
إن حكم الذهن على الشيء بأمر على أمر، إما أن يكون جازما، أو لايكون، فإن كان جازما: فإما أن يكون مطابقا للمحكوم عليه أو لايكون، فإن كان مطابقا فإما أن يكون لموجب، أو لايكون، فإن كان لموجب، فالموجب، إما أن يكون حسيا، أو عقليا أو مركبا منهما فتحصل له بهذا التقسيم أن حكم الذهن على الشيء حكما جازما مطابقا لموجب: – حسي ( علم الحواس )– عقلي ( البدهيات والنظريات ) – مركب من السمع والعقل ( المتواثرت )– مركب من سائر الحواس والعقل ( التجريبيات والحدسيات )
أما حكم الذهن على الشيء حكما جازما غير مطابق لغير موجب فهو:– اعتقاد المقلد
وإن كان غير مطابق فهو:– الجهل

Imam Razi dalam kitab al-Mahshul menyampaikan sebagai berikut:
Seseorang dapat mengetahui sesuatu bisa sifatnya pasti, atau tidak pasti. Bisa jadi ia sesuai dengan realitas atau tidak. Jika ia sesuai dengan realitas, bisa jadi untuk hal yang pasti atau tidak. Jika terkait hal yang pasti, bisa jadi sifatnya inderawi, rasional atau tersusun dari sifat inderawi dan rasional. Dari pembagian di atas dapat kita sampaikan bahwa akal manusia dapat mengetahui sesuatu secara pasti, atau sesuatu yang sesuai dengan realitas dan atau realitas itu harus ada sehingga sumber ilmu dapat dibagi sebagai berikut:.

  1. Inderawi (ilmu yang sifatnya inderawi).
  2. Rasional yaitu terkait perkara aksiomatis dan sesuatu yang butuh proses berfikir.
  3. Pengetahuan yang terusun dari akal (yang sifatnya rasional) dan wahyu (berita dari banyak orang atau mutawatiurat). Adapun pengetahuan seseorang yang tidak sesuai dengan realitas, maka berita itu dibagi dua, yaitu berita yang diterima oleh seorang yang taklid buta dan orang bodoh.

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899