Selagi Muda Jangan Lupakan Masa Tua


Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Assalamualaikum wr. wb.

Apakah kabar saudaraku? Semoga Allah selalu memberikan nikmat sehat, muda, dan hidup untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Amin!

Allah SWT berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian, Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Maka, bagi mereka ada pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS At-Tiin [95]: 4-6)

Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Bandingkan dengan makhluk yang lain! Ada yang hanya ruh, tetapi tidak berwujud. Ada ruh dan wujudnya, tetapi tidak berakal. Ada wujudnya, tetapi tidak ada rohnya. Karena itu, manusia dilengkapi dengan semuanya. Ada wujud, roh, akal, dan ada pula nafsunya. Apakah masih ada makhluk Allah SWT yang sesempurna manusia?
Dari segi fisik saja berupa postur tubuh memperlihatkan kesempurnaan dan keserasian. Kepala selalu di atas, yang ditopang oleh tubuh dengan segala kelebihannya. Wajah dengan paras yang indah dan sempurna. Mata berada di depan, hidung mancung ataupun tidak, tetap dua lubangnya menghadap ke bawah, pipi yang rautnya memperlihatkan keserasian, bibir yang merekah dengan lengkung yang indah, di dalamnya tersembunyi lidah dan gigi yang rata. Subhanallah, andaikan ada manusia yang taringnya panjang dan keluar, hilanglah keindahan manusia dan tampak kebuasannya.
Ayat surah At-Tin: 4–6 itu mengingat manusia yang diciptakan bukan sekali jadi, tetapi berproses.

Prosesnya mulai dari pertemuan sperma dan ovum sampai di kandungan ibu, lalu lahir ke dunia, masa bayi, kanak-kanak, dewasa, muda, tua, dan akhirnya ke alam baka. Proses itu harus menyadarkan manusia betapa Allah Yang Mahakuasa menjadi proses ke dunia yang berbeda, misalnya, dengan binatang. Manusia lahir menangis, baru bisa telentang, belum bisa apa-apa, belum punya kemampuan melihat secara jelas, duduk, berdiri, dan berjalan. Berbeda dengan binatang yang begitu lahir langsung berdiri dan jalan, bahkan lari. Hal itu menunjukkan bahwa kematangan manusia itu berproses, baik fisik maupun psikisnya. Tidakkah manusia sadar tentang penciptaan manusia itu? Pada akhirnya manusia dijatuhkan ke tempat yang pah/hina, yaitu neraka, karena ketidaksadarannya terhadap keberadaannya sebagai hamba yang diciptakan Allah dengan sebaik-baik kejadian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh.

Ada dua pandangan ahli tafsir tentang tempat yang paling rendah atau hina itu. Pandangan umumnya ahli tafsir bahwa tempat yang hina itu adalah neraka sebagai tempat kembali orang-orang yang tidak sadar sebagai hamba yang harus mengabdi kepada Penciptanya. Padangan yang kedua adalah bahwa manusia itu dengan proses kehidupannya dari muda akan menjadi tua, bahkan pikun.

Pandangan pertama bahwa manusia diberi amanat untuk hanya mengabdi kepada Allah SWT sebagai tujuan Allah menciptakan manusia, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tadak Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS Az-Zariyat: 56)
Manusia banyak yang tidak mampu mensyukuri nikmat kemuliaan kejadian yang diberikan kepadanya sehingga ingkar kepada Allah SWT dan tidak taat kepada-Nya dengan mengabdi hanya kepada-Nya. Kerana itulah, mereka yang tidak pandai bersyukur, tidak taat, tidak mengabdi kepada Allah SWT akan disungkurkan ke dalam neraka.

Pandangan kedua, seperti Ibnu Abbas, Ikrimah, Qatadah, dan Adh- Dhahak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal.”

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah Ta’ala menceritakan fase kehidupan manusia dalam beberapa tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase alakah (segumpal darah), lalu ke fase mudgah (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu, ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil, dan tidak begitu kuat. Kemudian, si mungil tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu, berkembang lagi menjadi seorang pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Lalu, dia akan melewati fase usia senja dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Pada fase ini juga berkurang sifat lahiriah dan batiniah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ

“Allah yang menjadikan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.” (QS Ar-Ruum: 54)

Masa muda ada fase yang merupakan puncak kekuatan manusia secara fisik dan psikis. Fisiknya tumbuh menjadi pemuda yang memiliki daya yang prima dan psikisnya merupakan pemuda yang memiliki semangat yang kuat.

Pemuda merupakan pemberi semangat, bahkan banyak di antara mereka yang menjadi pelopor. Sahabat Ibnu Abbas pernah menyatakan, ”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, kecuali pemuda dan seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah, kecuali pada waktu masa mudanya.”
Saat ini sangat didambakan pemuda yang memiliki karakter tangguh dalam imannya dan gemar beribadah. Pemuda yang diharapkan itu adalah generasi idaman Ashabulkahfi seperti disebutkan di dalam Al-Qur’an. Mereka memiliki akidah yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan pencinta sifat-sifat kenabian. Pamuda hari ini harus memiliki kriteria yang pasti dan jelas serta pemuda yang diidolakan dengan karekteristik berikut.

Pertama, pemuda yang selalu menyeru kepada kebenaran

وَمِمَّنْ خَلَقْنَآ أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِٱلْحَقِّ وَبِهِۦ يَعْدِلُونَ

”Di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS Al-A’raf [7]: 181)

Kedua, mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka

Allah SWT berfirman yang artinya, ”Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Mereka) bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Maidah [5]: 54).

Ketiga, mereka saling melindungi, mengingatkan, dan taat menjalankan ajaran agama

”Orang-orang yang beriman, baik lelaki maupun perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 71)

Keempat, pemuda yang memenuhi janjinya kepada Allah SWT

مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَاعَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ.

*Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.” (QS Al-Ahzab: 23)

Kelima, mereka yang siap berkorban dengan jiwa dan harta untuk Islam

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS Al-Hujurat [49]: 15).

Keenam, pemuda yang taat beribadah kepada Allah dan hatinya senantiasa terpaut dengan masjid

Rasulullah saw. bersabda, ”Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya, (yaitu), antara lain, … orang laki-laki (pemuda) yang hatinya terpaut dengan masjid….” (HR Bukhari dan Muslim).

Orang yang masih merasa muda harus berpikir bahwa suatu waktu jika Allah memanjangkan umurnya akan menjadi tua. Itu sudah pasti. Allah SWT berfirman,

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

“Siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya. Maka, apakah mereka tidak memikirkannya?” [QS Yaasiin/36:68]

Bagaimana jika yang muda sudah memasuki masa tua? Yang pasti orang yang tua telah melewati masa mudanya? Masihkah dapat diandalkan kekuatan dan kebugaran jika dibandingkan dengan masa mudanya? Pada saat tua baru sadar akan makna kehidupan dan arti keberadaannya sebagai hamba Tuhan? Sadar selagi tua masih syukur daripada sudah tua masih jauh dari ketaatan kepada Allah SWT. Namun, selagi muda sudah taat, rajin ibadah, suka beramal, dan mau berjuang demi menegakkan agama Islam, itu yang sangat diharapkan. Yakinlah bahwa pada masa tua kebiasaan itu akan berlanjut.

Masa tua adalah masa-masa untuk menjalani akhir kehidupan dunia. Kenikmatan hidup sudah banyak dirasakan. Dulu semasa muda betapa gagah/cantiknya seseorang sehingga dunia ini seolah-olah miliknya. Mudanya kuat, sehat, bugar, kekar, ganteng/cantik, cerdas, disegani, gigi rapat, dan rambut hitam. Pada masa tua fisik sudah lemah, menyusut, kulit sudah keriput, ingatan sudah lemah mungkin ada yang pikun, orang tidak segan lagi, gigi sudah ompong atau rontok semua, rambut sudah penuh uban, dan badan sudah mulai bongkok. Itu adalah sunatullah yang pasti dilalui oleh setiap orang yang beranjak ke masa tua. Orang tua tidak perlu lagi menyesal, “Kenapa saya ini tidak lagi seperti dulu?” Jalani saja hidup itu dengan penuh rasa syukur. Alhamdulillah, saya sudah pernah seperti anak muda itu. Tinggal makin akrab dengan sang Pencipta yang mengatur hidup dari tiada, kecil, dewasa, setengah baya, sampai ke tua.

Seberapa pun tuanya, rata-rata umur umat Nabi Muhammad berkisar antara 60–70 tahun.

أَعْمَارُ أُمَّتـِيْ مَا بَيــْنَ سِتِّيْنَ وَسَبْعِيْنَ. وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ

*Usia umatku (umat Islam) antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit dari mereka yang melewatinya.” [HR At-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah]

Jika ada yang sudah melewati usia 70 tahun, bersyukurlah mudah-mudahan Allah SWT menjaganya agar hidupnya senantiasa menjadi orang yang dicintai Allah SWT.

Pada masa tua masih ada harapan kita agar kita termasuk kelompok yang tidak dicampakkan oleh ke neraka atau dipikunkan karena kita memiliki iman dan amal saleh, seperti yang disebutkan dalam surah At-Tin:6,

إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“… kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Maka, bagi mereka ada pahala yang tiada putus-putusnya.”

Akhirnya, manfaatkanlah kesempatan masa muda untuk beribadah dan beramal saleh karena saat itu manusia masih segar bugar dan memiliki semangat yang tinggi. Tapi, jangan lupa bahwa masa muda akan berlanjut dengan masa tua yang semua kekuatan, kebugaran, kemolekan tubuh, dan kecerdasan akal akan berkurang atau sirna. Orang yang bersyukur kapada Allah SWT serta memiliki iman yang kuat dan amal saleh yang banyak akan dapat menyalani kehidupan yang diridai Allah SWT pada masa tuanya.
Amin!
Wallahu al-muwafiq ila aqwami at-tariq.

Wassalamualaikum wr. wb.

Ciledug, 1 Juni 2020

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899