Salat yang Sempurna


Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Assalamualaikum wr. wb.

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dianugerahi oleh Allah SWT kesehatan dan kemantapan iman yang ditunjukkan dengan kesempurnaan salat yang kita lakukan. Amin!

Rasulullah saw. bersabda tentang orang terbaik,

خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبَ فِي الصَّلَاة

“Sebaik-baiknya kamu adalah yang paling lentur bahunya ketika salat.” (HR Abu Daud No. 672])

Salah satu orang yang terbaik menurut pandangan Rasulullah saw. adalah orang yang lentur bahunya ketika salat. Sabda Rasulullah saw. merupakan metafota terhadap orang yang betul-betul melaksanakan salat dengan sebaik-baiknya.

Salat merupakan kewajiban setiap muslim sebagai bentuk ketaatan hamba kepada Allah SWT. Karena sebagai kewajiban, muslim harus melakukannya dengan baik dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Ada rukun dan syarat untuk melaksanakan salat dengan baik. Manakala syaratnya tidak terpenuhi, salat tidak akan sah. Jika salat tidak sah, kewajiban salat belum tertunaikan dengan baik.

Dalam salat ada tiga rukun yang berperan, yakni rukun fikli (perbuatan), rukun qauli (perkataan), dan rukun qalbi (hati). Masing-masing merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Rukun fikli mencakup semua perbuatan atau akhtivitas tubuh dalam salat, seperti berdiri, duduk, dan sujud. Hal itu dilakukan karena salat tidak akan terlaksana tanpa ada gerakan yang dilakukan dalam salat, kecuali dalam keadaan sakit yang salatnya berbaring. Oleh karena itu, salat perlu mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., sesuai dengan sabda beliau,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan salat” (HR Bukhari)

Rukun qauli adalah segala ucapan di dalam salat yang sudah diajarkan Rasulullah dan telah dikuatkan oleh para imam fikih, seperti Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Semuanya diucapkan dalam bahasa Arab dengan lafal bacaan yang jelas dan pasti. Oleh karena itu, dalam salat tidak dapat digunakan bahasa lain selain bahasa Arab. Walaupun ada keinginan kelompok “nyeleneh” yang membolohkan, bahkan mengharuskan, salat dalam bahasa masing-masing. Itu adalah pandangan yang keliru dan tidak mengikuti sunah. Karena salat berbahasa Arab itu, siapa pun di dunia ini yang menjadi makmum dlam salat, khususnya berjamaah dengan dijaharkan, tidak ada makmum yang akan protes karena ketidakpahaman bahasa yang diucapkan imam. Oleh karena itu, pikiran atau keinginan untuk mengganti bacaan salat dengan bahasa Indonesia, misalnya, merupakan pikiran, pandangan, dan tindakan yang menyimpang. Itu boleh ditolak mentah-mentah dan jangan smpai diikuti. Mulai dari takbir sampai dengan salam tetap menggunakan bahasa Arab.

Selanjutnya, rukun qalbi berkaitan dengan sikap hati dalam melakukan salat. Apakah hati seseorang yang salat itu khusyuk, menerawang ke mana-mana, atau hati dan pikirannya tidak ada sama sekali berada dalam salat. Orang yang hatinya khusyuk terlihat dari hadirnya hatinya selama salat. Menerawang ke mana-mana berarti hati dan pikiran sebagian dalam salat dan sebagian lagi di luar salat. Sementara itu, orang yang hatiya sama sekali tidak ada dalam salat, itulah salatnya orang munafik yang justru sepanjang salat pikiran dan hatinya di luar salat. Kalaupun ada, pikiran dan hatinya hanya sedikit, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur’an,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan salat) di hadapan manusia. Tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali.” [An-Nisȃ’/4:142]

Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman,

وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُون
َ
“…dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. [QS At-Taubah/9:54]

Untuk menjadikan salat kita berkualitas, ada baiknya diperhatikan hal-hal yang dilakukan sebelum salat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Badan harus suci dan pakaian harus bersih dari kotoran dan najis. Untuk menjadikan salat itu baik dan benar, wudu sebagai syarat salat harus sempurna. Kesempurnaan wudu dilakukan dengan mengikuti tata cara wudu yang benar.
Kadang-kadang orang mengabaikan kesempurnaan wudu. Ketika berwudu, niat dilupakan karena tidak dibiasakan. Yang paling fatal adalah ketika berwudu, anggota wudu tidak mengenai bagian yang harus terkena air. Yang paling sering diabaikan adalah tidak sampainya air minimal ke siku ketika membasuh tangan. Begitu pula mata kaki atau di belakang mata kaki tidak terkena air wudu. Allah SWT berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS Al-Maidah: 6)

Ada lagi hal yang tidak diperhatikan dalam berwudu, yakni ada yang membasuh tangan dimulai dari siku ke ujung jari dan membasuh kaki yang dimulai dari mata kaki ke ujung kaki. Padahal, aturan membasuh tangan dimulai dari ujung jari ke siku dan membasuh kaki dimulai dari ujung jari kaki ke mata kaki, seperti yang disebutkan dalam surah Al-Maidah: 6. Apakah salat yang dilakukan sempurna karena syarat salat tidak dilakukan pula dengan sempurna? Oleh karena itu, salat baru sah dan sempurna jika wudu dilakukan pula dengan sah dan sempurna.

Untuk mencapai kesempurnaan salat, orang yang salat bukan saja memperhatikan kesempurnaanan wudu dan rukun salat, melainkan juga memperhatikan ketenangan dan kekhusyukan dalam salat. Hal itu penting untuk mencapai tingkat orang terbaik menurut Rasulullah, yakni yang paling tenang salatnya, ada tumakninah dalam salatnya, dan khusyuk sepanjang salatnya.

Ketenangan ada yang sifatnya rukun fikli dan ada pula yang terkait dengan rukun qalbi. Ketenangan rukun fikli dalam salat dapat dilihat dari gerakan yang dilakukan orang yang salat. Mulai dari takbir sampai ke salam apakah memperlihatkan gerakan yang benar sebagai rukun fikli atau tidak? Rukun fikli sudah tetap dan diatur dalam salat. Takbir dengan gerakan tangan, gerakan rukuk, iktidal, sujud, duduk di antara dua sujud, sujud kedua, sampai duduk terakhir (tawaruk) tergolong rukun fikli. Semuanya dilakukan dengan tuntunan yang benar yang gerakannya sudah tidak berubah.

Bagaimana dengan gerakan-gerakan di luar rukun fikli? Apakah sah atau tidak salat seseorang? Ada gerakan yang membatalkan salat dan ada pula yang mengurangi kesempunaan salat. Gerakan yang sengaja dilakukan di luar rukun fikli yang menyebabkan salat itu rusak, seperti menambah atau mengurangi jumlah rakaat salat, melihat ke kiri dan ke kanan sambil berpindah-pindah tempat akan membatalkan salat. Itu pun harus dilihat dari urgensinya. Jika perlu atau memaksa harus melakukan gerakan tambahan, bisa tidak membatalkan salat, tetapi akan mengurangi kesempurnaan salat, misalnya, menggendong bayi di dalam salat, memindahkan sorban yang jatuh, dan menggeser sesuatu yang menghalangi tempat sujud. Namun, hal itu pasti mengurangi ketenangan dalam salat. Padahal, ketenangan, termasuk salah satu bentuk yang akan menjadikan seseorang yang terbaik.

Di samping ada rukun fikli, ada pula rukun qauli (perkataan) yang dikaitkan dengan gerakan perbuatan, yakni sesaat berada pada rukun fikli yang satu dan rukun fikli yang lain. Perpindahan satu rukun fikli ke rukun fikli pun ada yang harus diperhatikan, yaitu tumakninah. Misalnya setelah membaca setiap bacaan di daam rukun fikli berhenti sejenak agar ada pemisah antara rukun yang satu dan yang lain. Tumaininah setelah bacaan rukuk ke iktidal, dari iktidal ke sujud, dan selanjutnya ada berhenti sejenak (iktidal) agar tidak langsung bersambung bacaan takbir pada rukun yang satu dan yang lain.

Selanjutnya, di dalam salat seseorang dituntut untuk khusyuk sebagai rukun qalbi sejak takbir sampai salam. Khusuk adalah kondisi seseorang dalam salat dengan penuh konsentrasi sehingga salat yang dilakukan secara ikhlas meresap ke dalam pikiran, hati, dan perasaannya. Khusyuk menyebabkan orang yang salat terjauh dari ganguan, bercabangnya hati dan pikiran ke hal yang lain-lain.

Untuk sampai ke khusyuk yang maksimal, seseorang harus melalui latihan. Salat harus dihayati dan diresapi sehingga hati, pikiran, dan perasaan tertuju pada salat. Pikiran kita hanya tertuju pada apa yang kita baca dan kita lakukan, hati kita tidak melanglang buana ke mana-mana. Perasaan kita ditimbulkan dalam bacaan kita. Jika ada bacaan tentang bencana dan azab neraka, perasaan kita menyentuh hati sehingga kita sedih. Jika bacaan kita memohon ampunan kepada Allah, perasaan dan hati terbawa ke arah kehinaan kita di hadapan Allah layaknya seorang pengemis yang sedang meminta-minta. Sebaliknya, jika ada bacaan kita terkait dengan janji Allah SWT untuk memberikan balasan surga, hati dan perasaan seolah-olah terbang ke tempat indah yang mata tak pernah melihatnya, telinga tak pernah mendengarnya, pikiran belum dapat membayangkannya, dan hati belum tergetar selama ini untuk menjangkaunya.

Khusyuk dalam salat itu akan menjadikan orang yang salat menjadi orang yang sukses. Kesuksesan itu adakalanya di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS Al-Mukminun: 1-2)

Dalam hadis, Rasulullah menjelaskan keadaan beliau saat salat menghadap ke langit. Begitu turun ayat itu langsung beliau menghadap ke tempat sujud.

Abi Hurairah berkata bahwa dahulu Rasulullah bila salat mengarahkan pandangannya ke langit. Maka, turunlah ayat: orang yang di dalam salatnya khusyuk. Maka, beliau menundukkan pandangannya. (HR Al-Hakim)

Salat yang kita lakukan diharapkan dapat diterima Allah SWT. Agar diterima, salat dilakukan dengan sesempurna mungkin. Namun, ada orang yang sudah merasa yakin bahwa setiap salat yang dilakukannya sudah (bahkan ada yang mengatakan pasti) diterima Allah SWT. Diterima atau tidaknya salat kita adalah hak Allah SWT. Kualitas salat kita bergantung pada kekhusyukan. Oleh karena itu, setiap orang tidak sama kualitas salatnya. Yang penting kita malaksanakan salat dengan sebaik mungkin. Rasulullah menggambarkan kualitas salat yang dilakukan seseorang dalam hadis yang artinya,

“Sesungguhnya pelaku ibadah itu mengira telah menengakkan salat (seutuhnya). Padahal, tidaklah tertulis baginya, kecuali setengah salat, sepertiga, seperempat, seperlima, atau sepersepuluhnya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Rasulullah saw. bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

“Tidaklah seorang muslim mendapati salat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudu, khusyuk, dan rukuknya, kecuali akan menjadi penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu selama tidak melakukan dosa besar; dan ini untuk sepanjang masa.” [HR Muslim]

Apakah dalam salat itu mata diarahkan ke atas atau ke bawah, tempat sujud? Untuk kekhusyukan, mata tidak diarahkan ke atas karena itu dilarang oleh Rasulullah saw. dengan sabda beliau,

مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ

“Kenapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang salat?” Suara beliau makin tinggi hingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” [HR Bukhari dari Anas bin Malik]

Pandangan yang dimaksudkan adalah selalu ke tempat sujud. Hadis yang digunakan oleh para ulama adalah hadis riwayat Aisyah,

دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم الكعبة ما خلف بصره موضع سجوده حتى خرج منها
“Rasulullah saw. masuk Kakbah tidak melepas pandangannya dari tempat sujudnya sampai keluar darinya.” [HR Ibnu Hibban, 4/332 dan Hakim, 1/652]

Imam Gazali menyampaikan beberapa kiat dalam salat agar khusyuk.

  1. Menghadirkan hati, yakni dengan mengosongkannya dari hal yang tiada sangkut pautnya dengan salat dan antara gerak jasmani dan pikiran harus dipimpin oleh hati agar hati itu tidak melayang ke mana-mana.
  2. Mengerti makna bacaan salat, yakni makna dan apa-apa yang tersurat dan tersirat dari bacaan salat harus dipahami secara baik sehingga salat itu akan mampu mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar.
  3. Meagungkan Allah dalam salat, yakni setiap amal hanya dapat dilakukan dengan pemahaman atas dua makrifat: (a) makrifat kepada Allah pada keagungan, kebesaran, dan kemuliaan-Nya dan (b) makrifat kepada keberadaan diri terkait dengan kehinaan dan kerendahan diri di hadapan Allah SWT.
  4. Menghadirkan ketakutan dan ketakwaan kepada Allah SWT yang didasarkan kemutlakan kekuasaan dan kehendak-Nya semata atas segala sesuatu yang diciptakan-Nya.
  5. Berpengharapan (raja’) kepada Allah SWT sehingga tidak berpuas diri untuk mengejar kebaikan-Nya seperti pahala yang dikaruniakan dan janji-Nya yang pasti diberikan kepada hamba-Nya yang takwa berupa surga.
  6. Memiliki rasa malu dengan mengingat diri yang suka lalai dan banyak kekurangan dalam beribadat dan menyadari jiwa yang lemah.

Semoga salat yang kita lakukan akan berdampak dalam kehidupan kita karena dapat mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. Hal itu dilakukan dengan menyempurnakan rukun qauli, fikli, dan qalbi sehingga salat kita berkualitas di sisi Allah SWT. Manakala salat sudah kita lakukan dengan maksimal sesuai dengan syarat dan rukunnya, kemuliaan dan kesuksesan yang dijanjikan Allah SWT dapat terwujud. Derajat sebagai orang yang terbaik akan kita raih. Oleh karena itu, mari kita sempunakan wudu dan salat, baik rukun qauli, rukun fikli, dan rukun qalbi, sehingga salat dilakukan dengan sebaik mungkin. Amin!

Wallahul-muwafiq ila aqwamit-tariq.

Wassalamualaikum wr. wb.

Tangerang, 12 Juni 2020

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Wasalamualaikum wr. wb.