
oleh: wahyudi sarju Abdurrahim
فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.
Syarah HPT:
Kata Kunci: Kata Kunci: لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (Untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama).
Sebagaimana kami sampaikan sebelumnya bahwa untuk melakukan nazhar, dibutuhkan akal. Akal sendiri sifatnya abstak. Akal menjadi sarana seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian ulama menganggap bahwa akal adalah ilmu itu sendiri.
Adakah hubungan antara akal dengan jauhar (atom)? Akal yang sifatnya abstrak itu, oleh para ulama kalam tidak dapat disebut dengan jauhar. Hal ini karena jauhar sifatnya adalah sesuatu yang materi, sementara akal inmateri. Jauhar kasat mata, sementara akal sifatnya abstrak. Bagi ulama kalam, jauhar atau atom adalah pecahan terkecil dari sebuah benda. Susunan atom, akan membentuk sebuah benda. Atom sifatnya materi, sementara akal sifatnya non materi. Menganggap akal sebagai atom, sama artinya menyamakan antara akal dengan benda-benda materi lainnya.
Jadi tidak ada hubungan sama sekali antara akal dengan jauhar. Tentu ini berbeda dengan para filsuf yang menganggap bahwa sesuatu yang abstrakpun disebut dengan jauhar, sehingga akal dianggap sebagai jauhar.
Perbedaan sesungguhnya terletak di makna jauhar itu sendiri. Dalam kitab syarhul maqashid disebutkan bahwa menurut filsuf, jauhar dibagi menjadi dua macam, pertama jauhar latif yaitu jauhar yang sifatnya abstrak. Yang masuk di sini di antaranya adalah jin, malaikat, dan juga akal. Bahkan para filsuf memasukkan Tuhan ke dalam jauhar ini.
Hal ini yang ditentang oleh para ulama kalam. Bagi mereka, Tuhan tidak dapat disamakan dengan makhluk. Apalagi kemudian dimasukkan ke dalam jauhar, maka sama artinya membedakan Tuhan ini. Hal ini sama juga dengan akal. Bagi ulama kalam, akal sifatnya abstrak. Sementara itu, jauhar sifatnya materi. Oleh karena ia abstrak, maka akal bukanlah jauhar. Beda dengan otak manusia yang bersifat materi, sehingga otak manusia adalah jauhar.
Perlu dibedakan antara akal dengan otak manusia. Otak adalah materi yang terdiri dari jutaan sel. Ia berada dalam tempurung kepala manusia. Otak sebagai sebuah benda, dianggap sebagai susunan atau kumpulan dari atom atau jauhar.
Kaum Rasionalis, selain alam tabi’at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akallah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yang berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena menurut mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada.
Islam sendiri sangat menghormati akal, bahkan dalam banyak ayat sering timbul pertanyakan “Apakah kamu tidak berakal?” Dengan akal, manusia dapat merenungi alam semesta dan mencarikan solusi terhadap problematika yang sedang dihadapinya. Akal juga dapat mengantarkan manusia pada pengetahuan ketuhanan, bahwa alam tidak datang secara kebetulan.
Namun demikian Islam tidak mentuhankan akal, artinya bahwa segala sesuatu dapat di pecahkan lewat akal. Karena bagaimanapun juga, akal manusia juga memiliki sisi-sisi kelemahan. Akal manusia tidak dapat menjangkau sesuatu yang berada diluar rasional seperti al ghoibiyah.