Bertawakal kepada Allah SWT

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Assalamualaikum wr. wb.

Apa kabar saudaraku? Semoga kita senantiasa dianugerahi oleh Allah SWT kesehatan agar dapat beribadah kepada-Nya dengan sempurna serta selalu bertawakal kepada-Nya. Amin!

Allah SWT berfirman,

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Al-Maidah: 23)

Tawakal merupakan ciri dari keimanan seorang muslim kepada Allah SWT.Tawakal adalah salah satu akhlak seorang hamba kepada Allah SWT. Kita sering menggunakan istilah tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Maknanya pun sudah akrab dengan kita. Bahasa sederhananya tawakal adalah berserah diri kepada Allah SWT. Banyak pendapat para ulama tentang makna tawakal. Namun, intinya bahwa tawakal adalah sifat batin yang tulus untuk berserah diri dan menyandarkan segala sesuatu kepada Allah SWT.

Bertawakal itu apakah berarti bahwa dalam hidup ini yang penting kita menyerahkan segalanya kepada Allah SWT sehingga hidup kita akan terjamin? Apakah kita tidak perlu berusaha untuk mengatasi segala persoalan hidup, tetapi cukup berserah diri kepada Allah SWT? Pandangan itu jelas keliru. Tawakal dan usaha tidak dapat dipisahkan, Bahkan, untuk sampal ke tawakal, usaha lebih dahulu dilakukan. Oleh karena itu, jika ada orang yang belum berusaha dan langsung menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, itu adalah kasalahan fatal.

Ada tiga sahabat yang sama-sama menamatkan studi di perguruan tinggi dengan menyandang titel sarjana. Masing-masing menjalani kehidupannya sendiri-sendiri pula.
Teman yang pertama selepas perguruan tinggi membuat lamaran ke berbagai perusahaan dengan keyakinan bahwa dengan titel yang ia miliki pasti bisa mendapatkan pekerjaan. Usahanya itu berhasil dan dia mendapatkan pekerjaan di suatu perusahaan. Jadilah dia bekerja dengan keyakinan diri dan kemampuan latar pendidikannya itu.

Teman yang kedua juga mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan. Akan tetapi, sampai temannya itu mendapat pekerjaan lamarannya belum satu pun yang diterima. Seraya berserah diri kepada Allah SWT, ia mencoba lagi mengajukan lamaran ke perusahaan lain. Alhamdulillah, dia diterima di perusahaan minyak dengan gaji yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan teman yang pertama. Dia menjadi karyawan di perusahaan yang memang sebelumnya tidak terpikir bahwa dia bisa mendapatkan pekerjaan di sana.

Teman yang ketiga tidak mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan sebagaimana yang dilakukan oleh teman yang pertama dan kedua. Dia hanya yakin bahwa Allah SWT akan memberikan pekerjaannya dengan bekal tawakal kepada Allah SWT. Di dalam pikirannya yang selama ini ada keyakininan bahwa modal tawakal sudah cukup mendapat pekerjaan. Usaha itu tidak penting karena jika Allah SWT mengendaki ada pekerjaan, dia pasti akan mendapatkannya. Ternyata setelah bertahun-tahun dia masih saja seperti selesai mendapatkan ijazah tanpa pekerjaan tetap. Hidupnya tidak menentu, tetapi dia yakin Allah SWT pasti akan memberikan pekerjaan yang tepat untuknya.

Dari gambaran tiga orang berteman itu dapat kita pahami peran tawakal yang sebenarnya. Dalam bertawakal peran usaha begitu dominan dalam menentukan masa depan seseorang atau mengatasi solusi kehidupan. Teman yang pertama dengan usahanya mendapat pekerjaannya karena Allah pun menjelaskan bahwa “bekerjalah maka Allah, Rasul-Nya, dan orang beriman akan melihat pekerjaanmu” seperti firman Allah SWT,

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah, ‘Bekerjalah kamu! Maka, Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu serta kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah: 105)

Bekerja dalam konteks teman pertama tadi adalah berusaha untuk mengajukan lamaran untuk mendapatkan pekerjaan. Dia pun mendapatkan hasil usahanya itu. Namun, tidak terbetik ucapan tawakal kepada Allah SWT dalam usahanya itu. Allah SWT pun memberi kemudahan karena usahannya itu dengan pekerjaan sehingga dia tidak menganggur dan memiliki pekerjaan tetap.

Sementara itu, teman kedua dengan hasil usahanya melamar pekerjaan yang disertai dengan tawakal kepada Allah SWT sehingga mendapatkan pekerjaan yang di luar dugaannya dengan imbalan gaji yang lebih baik daripada temannya yang pertama. Di situlah peran tawakal bahwa gagal di bebarapa lamarannya dan mengulang lagi lamaran ke suatu perusahaan mengandung hikmah di balik itu. Rencana Allah SWT berkat tawakalnya itu lebih baik untuk dirinya.

Tentu berbeda dengan teman yang ketiga. Tawakal bukan berarti menyerahkan bulat-bulan segala urusan hamba kepada Allah SWT tanpa ada usaha. Rasulullah pun mengingatkan bahwa tawakal kepada Allah SWT tidaklah berarti meninggalkan usaha. Hadis Rasulullah saw. dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata,

قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرْسِلُ نَاقَتِيْ وَأَتَوَ كُّلُ قَالَ : اِغْقِلهَا وَتَوَ كَّلْ

“Seseorang berkata kepada Nabi saw., ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal?’ Nabi saw. bersabda, ‘Ikatlah, kemudian bertawakallah! [HR Ibnu Hibban dan Hakim]

Berdasarkan hadis itu usaha menjadi lebih utama dan diikuti dengan tawakal kepada Allah SWT. Mengikat unta merupakan upaya yang dilakukan agar unta tidak pergi ke mana-mana. Jika unta telah diikat, pemilikinya bertawakal kepada Allah SWT. Andaikata unta itu masih lepas dan menghilang, tawakal menjadi penting karena itu di luar usahanya.

Di dalam kehidupan setiap orang memiliki berbagai keinginan dan keperluan. Untuk mewujudkan keinginan dan keperluan itu, seseorang perlu bekerja keras. Apa pun hasil yang akan terjadi dan diperoleh, ia harus menerima dengan senang hati. Pada saat bekerja dan berusaha, ia harus menyerahkan sepenuhnya apa yang akan diperoleh itu kepada Allah SWT. Jika hal itu dilakukan, tidak akan ada kekecewaan dan penyesalan terhadap apa pun hasil yang didapatkan.

Rasulullah saw. mendorong umatnya agar bekerja dengan penuh semangat untuk mendapatkan apa pun sehingga bermanfaat bagi dirinya. Namun, keberadaan Allah SWT sebagai yang akan memberikan yang terbaik terhadap seseorang jangan diabaikan. Rasulullah saw. bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Bersemangatlah kalian terhadap hal-hal yang bermanfaat bagi kalian dan mohonlah pertolongan kepada Allah.“ (HR Muslim 2664)

Betapa pentingnya tawakal kepada Allah SWT sehingga akan dicukupkan segala keperluan mukmin. Namun, Allah mengawali dengan bertakwa kepada-Nya. Hal itu berarti bahwa tawakal itu didahului dengan ketakwaan.

Takwa harus dimiliki oleh setiap mukmin agar kehidupan dan rezekinya dimudahkan oleh Allah SWT. Ketakwaan akan menjadi modal dalam menapaki kehidupan. Allah SWT akan mencarikan solusi bagi orang yang bertakwa dengan memberikan rezeki yang tak terduga. Di samping itu, tawakal akan melengkapi seorang mukmin untuk mendapatkan kemudahan dari Allah SWT dengan kecukupan dalam kehidupan yang dijamin oleh Allah SWT. Allah berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya) dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya.” (QS Ath-Thalaq: 2-3)

Bahkan, dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menjelaskan bahwa orang yang bertawakal kepada Allah SWT akan diberi rezeki seperti burung yang berangkat pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang.

و أنكم كنتم توَكَّلُون على الله حق توَكُّلِهِ لرزقكم كما يرزق الطير، تَغْدُو خِمَاصَاً، وتَرُوحُ بِطَانا

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya niscaya Dia memberi rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki. Dia pergi pagi dalam keadaan perut kempes dan pulang sore hari dalam keadaan buncit (kenyang).” (HR Ahmad 1/30, Tirmidzi No. 2344, Ibnu Majah No. 4164, Ibnu Hibban No. 730, dan Hakim No. 7894)

Hadis itu harus dipahami dengan cermat agar jangan salah memahami karena dengan modal tawakal, Allah SWT pasti menjamin rezeki seseorang. Namun, kita harus belajar dari burung bahwa burung tidak tinggal di sarang, lalu Allah SWT mendatangkan makanan ke hadapan burung. Burung berangkat pagi dengan terbang jauh dan mencari rezeki di mana pun sehingga sore burung pulang dalam keadaan kenyang. Hal itu membuktikan bahwa burung bekerja keras mengais dan mematuk makanannya. Berkat usaha dan kesabarannya mencari rezeki, pada sore burung pulang dengan perutnya yang kenyang.

Suatu ketika Umar bin Khattab melihat ada sekelompok orang yang salah memahami firman Allah SWT yang terkait dengan tawakal, yakni surah Hud ayat 123,

وَ لِلّٰہِ غَیۡبُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اِلَیۡہِ یُرۡجَعُ الۡاَمۡرُ کُلُّہٗ فَاعۡبُدۡہُ وَ تَوَکَّلۡ عَلَیۡہِ ؕ وَ مَا رَبُّکَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ

“Milik Allah meliputi rahasia langit ‎dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.”‎ (QS Hūd: 123)

Umar bin Khattab kesal karena mereka meninggalkan pekerjaan sehingga menjadi lemah dan malas. Umar berkata, “Mengapa kalian ‎demikian?”Jawab mereka, “Kami bertawakal kepada Allah.” Lantas, Umar berkata, “Kamu bohong, kamu bukan ‎bertawakal, tetapi malas.”‎

Setiap muslim pasti ingin dicintai Allah SWT. Di antara orang yang dicintai Allah SWT adalah orang yang bertawakal kepada-Nya. Hal itu dijelaskan Allah SWT dengan firman-Nya ketika Rasulullah berangkat mengatur pasukan dalam suatu peperangan karena meninggalkan keluarga beliau,

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقاعِدَ لِلْقِتالِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (121) إِذْ هَمَّتْ طائِفَتانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلا وَاللَّهُ وَلِيُّهُما وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

“(Ingatlah) ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Ali Imran: 121-122)

Tawakal yang dimiliki orang beriman akan mendatang manfaat dalam kehidupan. Dari uraian itu manfaatnya adalah (1) giat dan bersemangat dalam bekerja, (2) senantiasa berserah diri kepada Allah SWT sambil berdoa, (3) bersyukur jika mendapat kebahagiaan, bersabar apabila mengalami kegagalan, dan berusaha mengatasi kegagalan, (4) memperoleh rezeki dari Allah SWT setelah berusaha, (5) mendapatkan kecukupan dari Allah SWT, (6) terhindar dari kesombongan karena keberhasilan itu bukan semata-mata hasil pekerjaan seseorang, tetapi atas pertolongan dan kehendak Allah SWT, (7) tenang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari karena ada Allah SWT sebagai tempat bersandarnya, dan (8) dicintai oleh Allah SWT.

Fa’alallahi falyatakkalil-mu’minun__

Wassalamualikum wr. wb__
.
Tangerang, 21 Juni 2020

++++++

Telah dibuka Pendaftaran Pondok Pesantren Modern Almuflihun Putra.

Formulir pendaftaran sebagai berikut:
https://bit.ly/3d9LaR0

Kontak: 0813-9278-8570

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899