Bersyukur atas Nikmat Allah swt

Oleh Drs. H. Abdul Gaffar Ruskhan, M.Hum.

Apa kabar saudaraku? Semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT dan menjadi hamba yang pandai bersyukur terhadap nikmat-Nya. Amin!

Allah SWT berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Allah SWT begitu sayang kepada hamba-Nya. Kasih sayang Allah SWT itu tidak melihat siapa yang diberikan. Semua makhluk-Nya mendapat kasih sayang dari-Nya. Wujud kasih sayang itu kita sebut nikmat atau karunia Allah SWT.

Nikmat Allah SWT kepada mukmin mencakup lima macam, yakni nikmat fitriah, nikmat ikhtiariah, nikmat alamiah, nikmat diniah, dan nikmat ukhrawiah. Empat nikmat pertama kita rasakan di dunia dan nikmat terakhir akan dirasakan di akhirat.

Pertama, nikmat fitriah. Nikmat itu dapat kita rasakan sendiri karena berkaitan dengan kelengkapan yang Allah SWT berikan kepada diri manusia. Kehidupan adalah nikmat fitriah yang kita rasakan. Nikmat jasad kita yang dilengkapi dengan sagala anggota tubuh, baik pancaindra maupun anggota dan organ tubuh yang lain. Jangankan pancaindra, rasanya rambut di kepala seandainya tidak ada, manusia akan merasakan ada yang kurang di kelapanya. Kapala yang botak pasti mengurangi nikmat yang ada pada tubuh manusia. Dapat dibayangkan jika salah satu organ penting saja yang cacat betapa manusia kekurangan sesuatu yang berharga di tubuhnya?

Allah SWT berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam kondisi tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78)

Apakah manusia tidak menyadari betapa besarnya nikmat Allah SWT berupa kehidupan dan kesempurnaan manusia dibanding makhluk Allah SWT yang lain? Masihkan manusia tidak bersyukur atas nikmat fitriah yang Allah berikan kepadanya?

Kedua, nikmat ikhtiariah. Selain nikmat fitriah yang menjadi penting dalam hidup, ada pula nikmat yang kita usahakan sendiri (nikmat ikhtiariah). Ilmu yang kita dapatkan, titel yang kita raih, harta yang kita peroleh, kendaraan yang kita punyai, dan kedudukan yang kita miliki merupakan nikmat yang kita dapatkan melalui usaha keras dan perjuangan yang tidak mengenal lelah. Nikmat itu tidak mudah memperolehnya dan perjuangan begitu hebat untak mendapatkannya. Coba kita renungkan sudah berapa banyak nikmat ikhtiariah itu yang talah kita miliki? Dari kita masih anak-anak, kemudian tumbuh ke jenjang pendidikan, lalu kita mendapat pekerjaan dan usaha untuk mendapatkan karunia Allah berupa rezeki? Begitu banyak hingga kalkulator pun tidak akan sanggup mengalkulasinya. Bahkan, banyak yang terlewat dari perhitungan kita. Kalau kita sudah berusia senja, terlalu banyak yang kita peroleh nikmat ikhtiariah itu. Namun, ada saja manusia yang merasa belum apa-apa terhadap nikmat itu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS Al-Baqarah: 172)

Masihkah manusia belum bersyukur terhadap nikmat ikhtiariah yang dianugerahkan Allah kepadanya? Akankah manusia masih memandang rezeki yang dia usahakan itu semata-mata kerja kerasnya? Terlalu sombongnya manusia jika rezeki Allah itu bukan karena kasih sayang Allah SWT.

Ketiga, nikmat alamiah. Untuk kehidupan, Allah menganugerahkan nikmat alamiah, berupa tanah dengan segala isinya, lautan dengan segala kandungan berupa air, ikan, dan mutiara di dasar lautan; siang dan malam, udara dan angin, binatang, pepohonan, dan sebagainya.Tanpa air manusia tidak bisa hidup dan bertahan dalam hidupnya. Tanpa udara manusia tidak akan bisa mengirup oksigen dan nitrogen yang diperlukan tubuh manusia dan makhluk hidup yang lain. Tanpa ada siang dengan adanya cahaya matahari dan malam dengan bulan dan taburan bintangnya manusia tidak dapat mencari rezeki Allah SWT dan beristirahat setelah letih berusaha dan bekerja. Tanpa angin manusia tidak akan menikmati hujan dan buah-buahan yang serbuk sarinya sangat membutuhkan kehadiran angin untuk memindahkannya.

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهِ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi. Maka, jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS Al-Mulk: 15)

Keempat, nikmat diniah. Nikmat diniah adalah nikmat agama Islam dan iman. Andaikan kita terlahir bukan dari rahim seorang muslimah bisa jadi saat ini kita menjadi nonmuslim dan tidak beriman. Islam dan iman yang telah kita terima sejak lahir merupakan nikmat diniah yang sangat berharga. Seorang mualaf yang telah mendapat nikmat diniah menjadi orang yang paling berbahagia karena dosa-dosanya sebelum bersyahadat dihapus oleh Allah SWT seperti halnya bayi yang baru lahir. Itu adalah nikmat diniah berupa hidayah yang diberikan Allah SWT. Allah SWT berfirman,

مَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

“Maka, apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam, lalu dia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka, celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” [QS Az-Zumar: 22]

Dapat dibayangkan jika risalah Nabi Muhammad tidak sampai kepada orang-orang tua kita? Kita tidak akan bisa merasakan nikmat diniah seperti sekarang. Alhamdulillah, itu ucapan yang pantas kita ungkapkan karena hidayah sudah datang kepada orang-orang tua kita terdahulu. Karena itu, kita harus bersyukur karena Allah SWT telah memilih kita sebagai orang beriman.

Begitu banyak nikmat Allah SWT yang telah dianugerahkan kepada kita. Wajar Allah SWT mempertanyakannya kepada hamba-Nya: manusia dan jin di dalam surah Ar-Rahman dengan mengulang sebanyak 31 kali.

فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rahman: 13 dan ada 30 ayat lagi yang sama)

Kelima, nikmat ukhrawiah. Nikmat itu adalah nikmat yang akan diberikan kepada orang beriman di akhirat kelak. Sebagai orang beriman kita akan menikmatinya karena orang beriman dan beramal saleh dijanjikan oleh Allah SWT mendapatkan surga. Janji Allah SWT itu pasti. Tinggal kita melakukan amal saleh yang dapat mengantarkan kita ke surga Allah SWT. Amal saleh itu tidak pula dilunturkan oleh amal yang dapat menghabiskan amal kita.

Untuk mendapatkan nikmat ukhrawiah, orang mukmin perlu mepersiapkan diri dengan ketaatan kepada Allah SWT dan melakukan amal saleh. Untuk ke akhirat diperlukan persediaan dan perbekalan yang cukup agar nikmat itu dapat kita raih. Banyak ayat yang menggambarkan indahnya nikmat ukhrawiah kepada orang beriman. Hal itu memang bergantung pada amal kita dan apa yang kita perbuat di dunia. Gambaran kehidupan dunia dan akhirat dijelaskan di dalam firman Allah SWT,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’am: 32)

Di dalam ayat lain Allah SWT berfirman,

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُوْلَىٰ

“Sungguh, yang kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan (dunia).” (QS Ad-Duha: 4)

Bagaimana caranya kita bersyukur terhadap nikmat Allah SWT itu? Imam Gazali memberikan kiat kepada mukmin untuk mensyukuri nikmat Allah, yakni (1) bersyukur dengan hati, (2) bersyukur dengan lisan, (3) bersyukur dengan tindakan, dan (4) bersyukur dengan merawat nikmat itu.

Pertama, bersyukur dengan hati. Hati memegang kendali dalam diri manusia. Dengan hati yang ikhlas, seorang mukmin harus meyakini dan membenarkan bahwa segala nikmat yang dirasakannya hanya berasal dari Allah SWT. Oleh karena itu, ia harus bersyukur terhadap nikmat itu dengan penuh keikhlasan.

وَ مَا بِکُمۡ مِّنۡ نِّعۡمَۃٍ فَمِنَ اللّٰہِ ثُمَّ اِذَا مَسَّکُمُ الضُّرُّ فَاِلَیۡہِ تَجۡـَٔرُوۡنَ

” Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kesengsaraan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS An-Nahl: 53).

Kedua, bersyukur dengan lisan dilakukan melalui pengakuan dengan hati, lalu terucap dari lisannya bahwa segala nikmat itu merupakan kemurahan Allah SWT kepadanya. Berapa pun nikmat Allah yang diterimanya walaupun itu sekecil biji sawi, dari mulutnya akan terucap, “Alhamdulillah, ini dari Tuhanku.” Hal itu telah dicontohkan oleh Nabi Sulaiman a.s. atas anugerah Allah SWT kepadanya berupa kerajaan dan kekayaan yang ang dinukilkan di dalam firman Allah SWT,

قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Ia (Sulaiman) pun berkata, “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan siapa yang ingkar, sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS An-Nahl: 40)

Ketiga, bersyukur dengan tindakan. Bersyukur dalam hal ini dilakukan dengan memanfaatkan semua nikmat yang diperoleh itu kepada hal-hal yang diridai Allah SWT. Pandai-pandai menggunakan nikmat Allah SWT ke jalan yang benar merupakan wujud syukur dalam bentuk tindakan. Apakah nikmat Allah SWT itu disedekahkan, diinfakkan, atau diwakafkan kepada yang berhak menerimanya. Cara seperti itu akan menambah keberkatan terhadap harta atau kekayaan yang kita miliki. Tindakan nyata dengan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT juga merupakan wujud syukur kita kepada-Nya. Allah SWT berfirman,

ٱعْمَلُوٓا۟ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ

“Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba:13)

Ayat itu menunjukkan kepada kita tentang Nabi Sulaiman a.s. dengan bala tentaranya melakukan sesuatu dalam rangka bersyukur kepada Allah SWT. Bahkan, Imam Zamakhsyari memberikan penafsiran tentang petikan ayat, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah”. Menurutnya, ayat itu memerintahkan kita untuk senantiasa bekerja dan mengabdi kepada Allah SWT dengan motivasi mensyukuri atas segala karunia-Nya. Ayat itu juga menjadi argumentasi yang kuat bahwa ibadah hendaknya dijalankan dalam rangka mensyukuri Allah SWT.

Keempat, merawat nikmat. Cara itu dilakukan sebagai wujud syukur kita kepada Pemberi nikmat. Wajah kita sudah bagus, hidung sudah serasi dengan paras, mulut kita sudah sesuai dengan wajah, alis bak semut beriring. Jangan sampai keindahan itu “dipermak” lagi dengan memancungkan hidung, menjuntaikan dagu, mengubah bentuk bibir, dan mencukur alis dan diganti dengan tato atau semacamnya. Hal itu tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Bisa jadi seseorang ingin memiliki wajah yang lebih bagus lagi justru dengan “perombakan” itu akan memperburuk wajahnya. Bukankah banyak terjadi gagal operasi atau setelah operasi ternyata tidak ada lagi biaya perawatannya. Seharusnya, lakukanlah perawatan karunia yang ada dengan memakan makanan bergizi, menjaga kebugaran tubuh, dan mengelola hati dengan baik sehingga nikmat Allah SWT itu akan menjadi bemakna bagi kehidupan kita.

Hindari kesombongan diri terhadap nikmat Allah SWT sebagaimana yang dilakukan oleh Qarun yang dinukilkan do Al-Qur’an,

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki.” (QS. Al-Qashash: 78).

Akhirnya, mukmin yang hakiki harus menyadari betapa banyak nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya. Berbagai nikmat itu harus disyukuri sebagai bakti kita kepada Pemberi nikmat. Syukur itu dilakukan dengan pengakuan bahwa Allah SWT yang menganugerahkanya, pengungkapan dengan lisan sebagai tanda kesyukuran, tindakan nyata, dan perawatan nikmat itu sehingga Allah SWT akan makin rida terhadapnya. Siapa yang bersyukur terhadap nikmat Allah SWT pasti akan dilimpahkan lagi tambahan nikmat. Namun, siapa yang mengingkari nikmat Allah SWT itu akan ditimpakan kepadanya siksa yang sangat pedih.

Nauzulbillah!
Wallahu a’lam bis-sawab

Wassalamualaikum wr.wb.

Tangerang, 20 Juni 2020

++++++

Telah dibuka Pendaftaran Pondok Pesantren Modern Almuflihun Putra.

Formulir pendaftaran sebagai berikut:
https://bit.ly/3d9LaR0

Kontak: 0813-9278-8570

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899