Pemaaf Sosok Orang Bertakwa

Oleh Abdul Gaffar Ruskhan

Apa kabar Saudaraku?
Semoga Anda sehat walafiat, diberi keluasan hati dan pelindungan dari Allah SWT. Amin!

Allah SWT berfirman,

خُذِ الْعَفْوَ وَاْمُرْ بِالْعُرْفِ وَ اَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ. 

“Jadilah engkau pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang makruf, dan berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” [QS Al-A’raf : 199]

Suasana Idulfitri membudayakan mukmin itu untuk memiliki perilaku mulia. Karena kemuliaan hari raya itu, mukmin yang sudah melaksanakan kewajiban puasanya saling bermaafan dengam sesama.

Sifat maaf diperlukan di dalam bergaul dan bermasyarakat. Sifat itu akan memberikan kesejukan dan harmonisan dalam berintraksi antarsesama. Oleh karena itu, seorang mukmin diminta untuk memberi maaf kepada orang lain.

Memberi maaf merupakan sifat yang paling berat dilakukan oleh seseorang. Betapa tidak, ada orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita justru kita dituntut untuk memaafkan sebelum orang itu minta maaf. Yang lazim dilakukan adalah minta maaf karena merasa bersalah seperti yang dilakukan dalam suasana Lebaran. Itu sudah bisa, tetapi memberi maaf itu luar biasa.

Di dalam Al-Qur’an memberi maaf merupakan sifat orang mulia yang dimiliki oleh orang bertakwa. Hal itu tercantum dalam surah Ali Imran: 134,

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ* ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“…dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Ayat itu didahului oleh surah Ali Imran: 133,

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Salah satu ciri orang yang bertakwa pada ayat 134 adalah orang yang memaafkan orang lain.

Ada sahabat yang bertanya kepada Rasulullah tentang memberi maaf yang dapat disimak dalam hadis berikut.

يَا رَسُول اللَّه، إِنَّ لِي قَرابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُوني، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِم وَيُسِيئُونَ إِليَّ، وأَحْلُمُ عنهُمْ وَيَجْهَلُونَ علَيَّ، فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ المَلَّ، وَلا يَزَالُ معكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلكَ

“Wahai Rasulullah, saya memiliki kerabat. Saya sambung, tetapi mereka malah memutuskannya. Mereka berbuat buruk kepada saya, tetapi saya berusaha untuk berbuat baik kepada mereka. Mereka berbuat jahil kepada saya, tetapi saya sabar tidak ingin membalas dengan yang sama. Maka, Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika yang kamu katakan itu benar, seakan-akan kamu menaburkan debu panas ke wajahnya dan senantiasa Allah akan menolong kamu selama kamu terus berbuat seperti itu.’” (HR Muslim)

Sifat memberi maaf tidak dimiliki oleh setiap orang. Itu hanya dimiliki oleh orang yang betul-betul bartakwa kepada Allah. Ketakwaan itu diasah dengan keimanan dan keikhlasan yang tinggi. Artinya, hatinya sudah dipenuhi dengan sikap batin yang tulus, tidak ada rasa sakit hati, benci, dan sebagainya. Namun, orang yang masih memiliki hati yang belum tertata dan cenderung beremosi tinggi akan sulit memiliki sifat suka memberi maaf. Orang yang setaraf Abu Bakar Siddiq saja pernah ditegur oleh Allah di dalam Al-Qur’an karena tidak memaafkan sahabatnya yang turut menyebarkan berita fitnah terhadap anak kandungnya, Aisyah, istri junjungan kita Nabi Muhammad saw. Salah seorang penyebar berita bohong itu adalah kerabatnya yang kehidupannya selama ini ditanggung oleh Abu Bakar, diberi makan, disantuni karena kemiskinannya, dan diberikan perhatian selama ini. Namun, kesalnya Abu Bakar karena orang dekatnya turut menyebarkan berita bohong bahwa Aisyah telah berbuat serong dengan orang lain. Berita bohong itu dinukilkan dalam Al-Qur’an,

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS An-Nur: 11)

Ayat itu menyelaskan bantahan tentang berita bohong bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan Shafwan bin al-Mu’aththal as-Sullami adz-Dzakwani. Saat itu Aisyah dalam perjalanan ke Madinah tertidur di bawah pohon di saat hari sudah agak gelap. Di belakang ternyata Shafwan tertinggal dari rombongan dan melihat sosok berbaju hitam tertidur. Namun, Shafwan mengawasi dan tidak berkata sepatah kata pun. Di sini pangkal ceritanya yang dihembuskan oleh gembong munafik, Abdullah bin Ubai bin Salul.

Sebagai seorang ayah, Abu Bakar merasa tidak berkenan tentang berita itu yang dihembuskan oleh orang munafik ke seluruh Medinah, termasuk kerabatnya sendiri. Sikap tidak mau memaafkan itu ditegur oleh Allah SWT dengan turun ayat ini kepada Rasulullah saw.,

أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّـهُ لَكُمْ

“Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? ” (QS An-Nur [24]: 22)

Mendengarkan ayat itu disampaikan Rasulullah,
Abu Bakar berkata, “Iya, aku rida, Allah mengampuni dosaku.” Kemudian, Abu Bakar memaafkan saudaranya dan seterusnya kembali berbuat baik kepada kerabatnya itu.

Mengapa kita harus memberi maaf kepada orang yang bersalah kepada kita?

  1. Maaf yang tidak kita berikan kepada yang bersalah tidak akan menambah harga diri kita meningkat, tetapi justru makin memperburuk keadaan dan membuat harga diri kita terpuruk.
  2. Memaafkan justru akan memulihkan kondisi jiwa agar tidak digerogoti oleh kebenciaan yang berkelanjutan.
  3. Memaafkan memang tidak akan menjadikan masa lalu kita menjadi baik, tetapi justru menjadikan masa kini dan nanti yang baik dan damai.
  4. Memberi maaf bukanlah milik orang orang yang lemah, tetapi milik orang yang berjiwa besar dan berhati mulia.
  5. Menyimpan marah dan dendam tidak akan berpengaruh pada orang yang bersalah, tetapi justru akan selalu menyayat hati kita hingga luluh.
  6. Memaafkan akan menghilangkan masalah yang ada dalam diri kita sehingga hati akan menjadi damai dan tenteram.

Saat ini adalah suasana Idulfitri. Kita tidak harus menunggu orang minta maaf, tetapi berilah kemaafan kepada orang lain. Itu yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Memang memberi maaf itu berat, tetapi itulah cara untuk meningkatkan derajat ketakwaan kita, suatu derajat yang paling tinggi disandang oleh mukmin sejati. Amin!

Innallaaha kaana Afuwwan Gafuura.

Wassalamualaikum wr. wb.

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899