Nazhar Menjadi Daya Dorong Kebangkitan Peradaban (Bagian XXV)

Matan:
اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Syarah:
Kata Kunci: وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (Mereka berpendapat bahwa nashar (memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah), adalah wajib menurut ajaran Agama).
Ungkapan di atas memberikan gambaran kepada kita mengenai sarana untuk mengenal Allah Sang Maha Pencipta. Sarana itu di antaranya adalah dengan melihat al-kaun atau alam fisik, yang kemudian dijadikan sebagai bukti untuk mengenal keberadaan Zat yang berada di alam metafisik. Alam raya menjadi ayat kauniyah yang terbentang dan nyata, serta dapat disaksikan oleh semua umat manusia. Alam raya menjadi bukti tak terbantahkan bahwa ia membutuhkan Sang Pencipta, Tuhan semesta alam.
Ungkapan di atas sekaligus memberikan arahan bagi jamaah Muhammadiyah agar dapat memanfaatkan dan menundukkan alam raya demi kemaslahatan umat manusia. Makrifat Allah bukan sekadar memandang dan melihat, namun juga mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Di antara perintah yang sangat penting bagi umat manusia, tentu menjadi khalifah, atau wakil Tuhan di muka bumi untuk menata dan membangun peradaban.
Manusia hendaknya selalu menggali dan mencari ilmu Allah agar dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu Allah sesungguhnya sekadar setitik anugerah Allah yang diberikan kepada umat manusia guna mengemban amanat yang sangat besar, yaitu membangun peradaban. Tugas peradaban tidak akan lepas dari ilmu pengetahuan. Maka bekal pertama yang diberikan Allah kepada bapak seluruh umat manusia, Nabi Adam as adalah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu, Allah perintahkan seluruh malaikat dan iblis untuk sujud hormat kepada nabi Adam as.
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! `(QS. Al-Baqarah: 31)
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:Sujudlah kamu kepada Adam,maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.(QS. Al-Baqarah: 34)
Peradaban yang dimaksud adalah peradaban rabbani, yaitu membangun manusia seutuhnya (insan kamil), yang memadukan antara kebutuhan jasmani dan ruhani, materiil dan spirituil. Peradaban yang berorientasi kepada nilai ketuhanan dengan menjadikan Tuhan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam berbagai aktivitas manusia. Juga peradaban yang mengusung dua kebahagiaan, yaitu dunia dan akhirat.
رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka. (QS. Al-Baqarah: 201)
Banyak yang menuding bahwa ulama kalam anti ilmu pengetahuan. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi dengan mengatakan bahwa ilmu kalam menjadi sebab mundurnya ilmu pengetahuan. Mereka yang berpendapat demikian, hampir bisa dipastikn belum pernah membaca kitab-kitab ilmu kalam, atau jika membaca pun tidak tuntas. Ia sekadar membuka satu dua artikel, lalu bersegera memberikan kesimpulan.
Jika kita membuka kitab-kitab ilmu kalam yang memberikan keterangan lebih rinci terkait dengan ma’rifatullah, seperti kitab Syarhu Maqashid karya Tiftazani, Al-Ibkar fi Ushuliddin karya Imam Amidi, Asyamil karya Imam Haramain, Syarhul Mawaqif karya Idudin al-Iji, dan lain sebagainya, kita akan mendapatkan bahasan ilmu eksakta yang luar biasa dan mendetail. Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan mengenai bahasan atom, gerak benda, makna diam, gerak, ruang, waktu, ruang hampa, kosmologi, pergerakan bumi, perubahan musim, bahkan sampai pada anatomi tubuh dan ilmu geografi.
Ini menunjukkan bahwa dalam memandang alam raya, para ilmuan kita tidak sekadar melihat secara sederhana. Melihat alam raya, maksudnya adalah menyingkap rahasia-rahasia di balik alam raya. Tidak mengherankan jika ilmu pengetahuan dan sains di masa keemasan peradaban Islam berkembang sangat pesat. Muncullah para ilmuan muslim seperti Ibnu Sina, Al-Bairuni, Ibnu Rusyd, Ar-Razi, al-Khawarizmi, Jabir Ibnu al-Hayyan, Ibnu Ismail al-Jazari, Abu al-Zahrawi, Ibnu Haitsam, Al-Jahiz, dan masih banyak lagi. Mereka adalah para dokter, astronom, matematikawan, fisikawan, pakar biologi, dan lain sebagainya. Pemahaman tentang al-kaun, benar-benar menjadi daya dorong untuk memajukan ilmu pengetahuan.
Inilah kesadaran khalifatullah itu. Ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, juga akan digunakan sebaik mungkin guna kemajuan dan kemaslahatan umat manusia. Para ulama kita terdahulu sangat menyadari bahwa Ilmu sesungguhnya datang dan anugerah Allah untuk manusia dan demi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Ulama kita terdahulu telah memberikan teladan yang baik terkait pandangan mereka terhadap ilmu pengetahuan, tujuan dan etika ilmu pengetahuan. Ilmu bukan sekadar untuk ilmu saja. Ilmu yang hanya untuk ilmu, dapat berimplikasi negatif terhadap nilai moral manusia. Ilmu tanpa kesadaran moral religius hanya akan menghancurkan umat manusia. Lebih jauh lagi, ilmu menjadi sarana manusia untuk mempertebal iman. Bukan sebaliknya, menjadikan ilmuan bersikap atheis dan mentuhankan materi.Ilmuan yang menganggap bahwa gerakan yang terjadi di alam raya, dianggap sebagai bagian dari dialektika materi saja.
Ilmu seperti ini justru akan menghancurkan umat manusia. Ilmu yang membuat Irak, Afghanistan, Suria, Libia dan belahan dunia lainnya porak poranda. Ilmu yang menjadikan kapitalisme global sebagai penguasa dunia. Maka muncullah berbagai terma menyesatkan dan materialis, seperti ungkapan bahwa sejarah telah berahir, kata Fukuyama. Terjadi perang peradaban, kata Huntington. Dunia mengikuti teori seleksi alam, kata Darwin. Manusia sebagai pusat ego, kata Jean-Paul Sartre. Tuhan sudah mati, Kata Nietzsch. Aktivitas dunia merupakan wujud dari dialektika materi, kata Karl Marx. Aktivitas manusia sejak dini digerakkan oleh nafsu seksnya, kata Sigmund Freud. sejatinya merupakan hasil kesepakatan bersama, kata Roso.
Jadi, Tuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan aktivitas manusia. Tuhan telah beristirahat. Manusia atau materi beralih fungsi menjadi Tuhan-tuhan baru menggantikan posisi Tuhan yang sudah mati. Manusia menjadi hamba materi.
Tidak heran jika kapitalisme global menghisap ekonomi negara lemah negara-negara ketiga. Bukan sekadar menjerat negara ketiga dengan sistem ribawinya, namun mereka tidak segan untuk melakukan ekspansi bersenjata dengan menghancurkan dan meluluhlantakkan bangsa lain seperti kasus Irak, Afganista, serta sejarah penjajahan di berbagai belahan bumi. Atau mereka membuat kerusakan dan perang saudara di dalam suatu negara, guna mendapatkan kepuasan materi. Hal ini mereka lakukan manakala suatu Negara tidak mau tunduk kepada kepentingan mereka. Peperangan dan membunuh bangsa lain dianggap legal dan tidak terlarang bagi mereka. Kasusu suku Aborigin dan Indian, menjadi bukti tak terbantahkan betapa mereka sangat kejam terhadap bangsa lian.
Kasus yang terjadi di berbagai belahan dunia, baik zaman kolonial klasik, atau kolonial kontemporer melalui gehemoni ekonomi, politik, militer, media dan sejenisnya, menjadi bukti riil mengenai keganasan manusia yang hidup hanya berorientasi kepada materi. Pemusnahan masal dan menghilangkan nyawa manusia bagi mereka menjadi suatu tindakan legal jika sarana tersebut dapat dijadikan sarana untuk mencapai ambisi politik dan ekonomi. Semua bertumpu dan bersumber pada materi.
Ulama kita terdahulu, termasuk juga para ulama kalam mengajarkan kepada kita bahwa segalanya datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Ulama kalam memberikan teladan mengenai tata cara kita memandang dunia. Ulama kalam mengajarkan kita untuk mengenal posisi kita di muka bumi yang sekadar sebagai hamba Allah saja. Itulah makrifatullah melalui alam raya, nazhar melalui alam metafisik menuju alam fisik, seperti yang terungkap dalam HPT Muhammadiyah.
Sayangnya, apa yang telah diajarkan panjang lebar oleh ulama kalam, saat ini seakan banyak terabaikan. Barat dijadikan sebagai rujukan dalam berbagai model dan tata nilai kehidupan. Barat menjadi simbul komodernan. Umat menginduk apapun yang datang dari Barat. Bahkan untuk mengatur ekonomi umat dan cara berpolitikpun, harus belajar dari Barat. Seakan-akan kita tidak pernah belajar fikih. Seakan-akan turas Islam kosong dari berbagai cabang ilmu tersebut.
Padahal turas Islam sangat melimpah. Ilmu yang diajarkan di pesantren, berhenti sampai buku saja. Karena dalam kehidupan, tata nilai yang diterapkan oleh umat, berbeda dengan apa yang tertulis secara rapi dalam kitab-kitab yang mereka baca itu.
Umat terninabobokkan dengan peradaban Barat modern. Kita menjadi bangsa subodordinat. Apalagi dengan kekuatan media, seperti TV dan internet, semua informasi menjadi super cepat. Nilai-nilai peradaban Barat dapat dengan mudah masuk ke dalam pribadi setiap insan muslim tanpa banyak hambatan. Maka dengan mudah juga umat mengikuti tata nilai mereka. Hidup menjadi hidonis dan pemikirannya hanya berorientasi kepada materi. Tidak heran jika para pejabat kita korup. Jabatan sekadar dijadikan sebagai bancakan untuk menumpuk materi. Padahal mereka melaksanakan shalat, puasa, dan bahkan berhaji hingga berulang kali.
Tuhan hanya ditaruh dipojak masjid. Keluar dari tempat ibadah, maka ikut keluar pula Tuhan dari hati mereka. Kehidupan insan muslim benar-benar sangat sekuler. Segala sesuatu selalu didasarkan pada kalkulasi matematik yang bersifat materi. Bahkan upacara keagamaan yang dulunya sakral, seperti yasinan, tahlilan dan sejenisnya, kondangan pernikahan, di sebagian kalangan saat ini sudah mulai bergeser dan bernilai materi.
Egoisme dan individualisme menjadi ciri tak terpisahkan manusia modern. Sayangnya sikap seperti ini diikuti oleh umat Islam. Pembakaran hutan pun mereka lakukan, meski mengorbankan banyak jiwa, menghambat aktivitas ekonomi, merusak ekosistem dan kerugian lainnya, demi mengejar materi.
Di sini, benar sabda Rasulullah saw bahwa kita akan selalu mengikuti umat lain.
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ
قُلنا : يا رسولَ اللهِ ! اليهودُ والنَّصارَى ؟ قال :فمَن ؟

Artinya: “Sungguh, kalian akan mengikuti jejak langkah orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sehingga jika mereka masuk masuk ke lubang dhob pun, pasti kamu akan mengikuti mereka.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, mereka itu Yahudi dan Nasara?” Nabi sallAllahu `alaihi wasallam menjawab: “Lalu siapa lagi?” (HR. Muslim).
Saatnya umat bangkit. Umat Islam berani melawan hegemoni peradaban Barat dan berada di garda depan untuk meluruskan kiblat ilmu pengetahuan dari Barat menuju Islam. Jamaah Muhammadiyah sejatinya bergerak menyadarkan umat agar bangun dan tidak terlalu lama terlelap dalam mimpi-mimpi yang penuh dengan ilusi.
HPT Muhammadiyah telah memberikan sinyal kebangkitan. HPT Muhammadiyah secara jelas mencantumkan nazhar dan makrifatullah melalui kaun sebagai alam fisik, guna mengetahui Tuhan Yang Maha Esa yang meta fisik. Jadi, nazhar bagi warga persyarikatan sesungguhnya merupakan pemantik dan daya dorong guna membangun peradaban Islam modern.

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899