Manusia dalam al-Quran: Upaya Memahami Diri


اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق الانسان من علق اقرأ وربك الأكرم
الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم

“Bacalah dengan(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”
(Al-‘Alaq [96]: 1-5)

Al-Qur’an, yang secara harfiyah berarti bacaan adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk umat manusia. Ia adalah bukti kuasa Tuhan yang terus terjaga dari generasi ke genarasi, yang dipelajari tidak terbatas pada susunan redaksi dan kosa katanya akan tetapi juga kandungannya yang tersirat dan yang tersurat, bahkan sampai pada pemahaman dan kesan yang ditimbulkannya.
Wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Muhammad, iqra’, berasal dari akar kata qaraa yang berarti menghimpun, tidak harus selalu diartikan membaca teks tertulis dengan aksara tertentu. Dari kata “menghimpun”, lahir beragam makna; menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, membaca, dan lainnya. Begitu luasnya pemahaman yang bisa ditangkap dari perintah Allah ini, menunjukkan bahwa objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya, baik ayât masyhudah ataupun ayât maqru’ah, dengan tujuan meningkatkan kemampuan manusia.
Pengulangan perintah iqra’ oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. saat wahyu pertama, mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan akan menimbulkan pengetahuan dan wawasan baru, demikian pula dengan al-Qur’an, membaca ayat-ayatnya secara berulang-ulang akan menghasilkan penafsiran baru, pengembangan wawasan dan menambah kesucian serta kesejehteraan batin. Itulah yang terkandung dalam ayat, iqra’ wa rabbuka al-akram (bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah), atas kemurahan-Nya lah wawasan, pengetahuan dan kesejehteraan tercapai.
Manusia dalam bahasa Arab disebut al-insan, merupakan bukti adanya Allah di antara sekian banyak tanda lainnya. Saat manusia ingin memahami Allah dengan melihat setiap kuasa-Nya, maka hal terdekat yang dapat ia lakukan adalah berfikir dan merenungi tentang manusia atau dirinya sendiri, selain tanda-tanda lain pada makhluk-Nya.

وفي الارض ايات للموقنين وفي أنفسكم أفلا تبصرون

“dan pada bumi itu ada tanda-tanda bagi orang yang yakin begitu juga pada diri kamu, apakah kamu tidak berfikir?”

Selain dibekali dengan akal, manusialah satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh ilahi, dan kita tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali hanya sedikit(al-Isrâ’: 85), sebagaimana ia juga adalah makhluk dengan masalah multikompleks yang terus muncul dan berkembang. Barangkali itulah yang menjadi penyebab utama (bukan satu-satunya) mengapa kita mengalami kesulitan memahami hakekat manusia, mengapa kita hanya mampu mengenal sebagian dari dimensi hidup manusia.
Untuk memahami manusia secara utuh kita harus kembali kepada Al-Qur’an, mengulas sedikit ilmu Allah di dalamnya, karena Dialah yang mencipta, tidak hanya merujuk pada satu-dua ayat, tapi kepada semua ayat Al-Qur’an atau paling tidak ayat-ayat pokok sesuai dengan masalah yang akan dikaji, menyesuaikannya dengan konteks, kemudian dikuatkan dengan sunnah-sunnah Rasul. Itulah kiranya yang disebut dengan metode penafsiran Al-Qur’an secara tematis, sesuai dengan kajian kita kali ini.
Karena begitu kompleksnya pembahasan tentang manusia, penulis hanya memilih beberapa masalah tentang manusia dalam makalah ini, itupun masih perlu diadakan usaha membaca ulang dan terus-menerus untuk menghasilkan penafsiran ataupun wawasan baru tentang manusia, Iqra’ wa Rabbuka al-Akram!

Memahami Terminologi Al-Insan Dalam Al-Qur’an
Ada beberapa pendapat tentang pengertian al-insan secara etimologis. Dalam kamus al-Wâfî karya Abu ‘Amru, al-insan berasal dari akar kata anasa atau nasiya yang berarti lupa Adapula yang menyebutkan bahwa al-insan berasal dari kata nâsa-yanusu yang artinya berguncang.
Sedangkan dalam Mufradât Alfâdzi’l-Qur’an, al-Ashfahani berkata, “sebagian berpendapat bahwa manusia disebut insan karena ia tidak bisa hidup sendiri, ia saling menopang kehidupan manusia lainnya. Atau, karena ia berbuat lembut kepada siapa yang berlemah lembut kepadanya. Ada juga yang berpendapat, insan berasal dari kata insiyan, dinamakan demikian karena ia telah diberi amanah oleh Allah tapi melupakannya”.
Hal yang perlu diperhatikan ketika membahas tentang manusia dalam Al-Qur’an adalah terma yang biasa digunakan untuk menunjuk manusia. Paling tidak, ada tiga padanan kata al-insan dalam al-Qur’an;

  1. Basyar.
    Kata basyar berasal dari kata basyara yang berarti hasuna (baik), jamula (indah) atau bisa juga fariha (senang) . Mulanya ia adalah penampakan sesuatu dengan baik dan indah, kemudian dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit dan manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas.
    Dalam al-Qur’an basyar biasa digunakan untuk menunjuk manusia sebagai makhluq yang memiliki kebutuhan biologis; makan, minum, istirahat, tidur dan sebagainya (ya’kulu at-tha’âm wa yamsyi fi’l-aswâq). Kata ini tertera dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali. Sebagian ayat menjelaskan tentang sisi-sisi kemanusian para nabi dan rasul yang menyerupai seluruh manusia secara jelas (Al-Kahfi: 110) dan sebagian lain tidak dinyatakan dengan jelas, walau pada hakikatnya menunjukkan hal tersebut.
  2. Kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin, seperti; al-ins, an-nâs, unâs..
    An-nâs, dalam al-Qur’an tertera sekitar 240 kali, yang dengan jelas menunjuk kepada keturunan Adam As. secara umum.
    Al-ins, adalah sinonim dari al-insan yang juga berasal dari anasa. Namun penggunaan keduanya dalam Al-Qur’an berbeda; al-ins selalu dihubungkan dengan al-jin dalam hubungan oposisi (kebalikan). Ia tertera dalam Al-Qur’an dalam 18 ayat. Mengapa hubungan oposisi? Karena kita adalah makhluk yang nyata, berbeda dengan jin yang abstrak, atau biasa kita sebut dengan makhluk halus, yang hidup di alam lain dan tidak tampak oleh mata kita.
    Sedangkan al-insan adalah terma yang digunakan tidak terbatas pada manusia sebagai makhluk abstrak (ins), ataupun manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan biologis (basyar), tapi ia digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya, yang berbeda dengan makhluk lain dan diberi amanah untuk menjadi khalifatu’l-Lah fi’l-ardl.
    kaa kata
  3. Bani adam dan Dzurriyat Adam
    Yaitu, seluruh keturunan dan anak cucu Adam As.

Asal Mula Penciptaan Manusia
فلينظر الانسان ممّ خلق
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. (QS. At-Thariq: 5)

Allah memerintahkan manusia untuk merenungi asal penciptaannya. Ia juga menjelaskan setiap priode hidup manusia dalam Al-Qur’an, sejak awal penciptaan hingga ia dibangkitkan kembali. Sebenarnya, ada pelajaran yang ingin disampaikan Allah kepada manusia. Tidak sekedar agar manusia tahu tahap demi tahap priode itu berlangsung, tapi agar saat mereka membaca ayat tersebut mereka dapat menyesuaikan apa yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dengan priode hidup yang mereka jalani. Jadi ada usaha untuk memadukan antara teks dan realita. Saat hal itu mampu manusia lakukan, akan ada pengaruh dalam hati mereka, seakan-akan ayat itu berbicara khusus kepada mereka.

يا أيها الناس ان كنتم في ريب من البعث فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم و نقرّ في الأرحام ما نشاء الى أجل مسمّى ثم نُخرجُكم طفلاً ثم لتبلغوا أشدكم ومنكم من يتوفى ومنكم من يرد الى أرذل العمر لكيلا يعلم من بعد علم شيئاَ

“Wahai manusia, jika kamu masih meragukan hari kebangkitan, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari tanah kemudian dari tetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kalian. Dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi kemudian(dengan berangsur-angsur) kalian sampai pada kedewasaan dan di antara kalian ada yang diwaftkatan dan(adapula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun supaya dia tidak mengetahui sesuatu yang dulu diketahuinya…” (QS. Al-Hajj: 5)

Adapun tentang asal mula penciptaan manusia, selain ayat di atas, ayat di bawah ini juga menjelaskan hal tersebut:

ولقد خلقنا الانسانَ من سلالةٍ من طينٍ* ثم جعلناه نطفةً في قرارٍ مكينٍ * ثم خلقنا النطفةَ علقةً فخلقنا العلقةَ مضغةً فخلقنا المضغةَ عظاماً فكسونا العظامَ لحماً ثم أنشأناه خلقاً آخرَ فتبارك الله أحسنُ الخالقينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.(QS. Al-Mu’minun: 12-14)

Fase Penciptaan Manusia Dari Tanah
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia dicipta dari sulâlâh min thin. Dalam menafsirkan ayat ini, ada beberapa pendapat ulama. Pertama, Alfarisi dan Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-insan dalam ayat ini adalah nabi Adam As yang diciptakan dari saripati (sulâlâh) setiap jenis tanah. Kedua, pendapat Abu Shalih, yang mengatakan bahwa al-insan adalah bani Adam dan sulâlâh adalah nabi Adam. Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa sulâlâh min thin adalah sperma dan sel telur, keduanya berasal dari makanan, dan makanan asalnya adalah tanah.
ولقد خلقنا الانسانَ من سلالةٍ من طين

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati(berasal) dari tanah”. (QS. Al-Mu’minun: 12)

Jika kita telaah ayat-ayat Al-Qur’an, ada beberapa kata yang digunakan untuk menunjukkan asal penciptaan manusia. Untuk itu beberapa mufassir mencoba berijtihad membuat urutan priode dari kata-kata tersebut sesuai dengan penciptaan Adam dan anak cucunya;

  1. Debu( (من تراب, menunjukkan pada penciptaan awal.
  2. Tanah liat((من طين, menunjukkan pada bercampurnya tanah dan air.
  3. Lumpur hitam yang dibentuk ((من حماء ٍمسنون, menunjukkan pada tanah liat yang sudah dibentuk dan sedikit berubah karena udara.
  4. Tanah yang lekat atau tetap (من طين لازب), menunjukkan pada tanah liat yang sudah memiliki bentuk yang tetap.
  5. Tanah liat yang kering ((من صلصالٍ من حماء ٍمسنون, menunjukkan bahwa tanah yang memiliki bentuk tetap tadi sudah kering dan bisa menimbulkan suara.
  6. Tanah kering seperti tembikar (( من صلصالٍ كالفخَّارِ, yaitu yang sudah disempurnakan dengan memasukkannya ke dalam api, seperti porselen.
  7. Kemudian Allah Swt. mengabarkan tentang ditiupnya ruh kedalam jasad tadi dan sempurnalah penciptaannya.

Fase Penciptaan Dalam Rahim

يخلقكم في بطون أمهاتكم خلقاً من بعد خلق في ظلمات ثلاث
“Dialah (Allah) yang menjadikan kalian dalam perut ibu kalian kejadian demi kejadian, dalam tiga kegelapan” (QS. az-Zumar: 6)

  1. An-Nuthfah
    ثم جعلناه نطفةً في قرارٍ مكينٍ
    “Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”. (QS. Al-Mu’minun: 12-14)

Inilah fase awal terjadinya manusia. Nuthfah adalah air mani yang berasal dari sperma laki-laki dan sel telur wanita, dan masing-masing memiliki peran seimbang. Ayat di atas dimulai dengan sebuah kataثم yang mungkin tidak membutuhkan waktu lama untuk membahasnya. Tapi, berapa lama jarak antara penciptaan Adam dan penciptaan kita dari nuthfah?
Kata ini meski sederhana tapi memiliki makna yang dalam. Tsumma dalam ayat ini, menunjukkan hubungan antara permulaan species, Adam As.(sebagai manusia pertama), dan permulaan setiap manusia. Betapa antara Adam dan setiap manusia di dunia memiliki hubungan yang terus berkesinambungan dan tak pernah terpisah. Jika saja ada di antara hubungan itu yang terpisah, maka adakah manusia lain selain keturunan Adam?
Nuthfah(zygote), yang merupakan hasil dari pembuahan ovum oleh sperma, terus berkembang dalam rahim ibu, membelah dan menjadi bagian-bagian yang lebih banyak. Ia bergerak dalam rahim ibu dan mendapatkan makanan dari sari-sari makanan ibu yang ada di dalamnya. Saat sel-sel tadi terbelah, ada kejadian di mana sel terbelah sempurna menjadi bagian-bagian yang sama dan berkembang menjadi 2 individu yang kita kenal dengan kembar identik. Nuthfah terus berkembang, ia mengelompok dan menjadi gumpalan darah yang disebut ‘Alaqoh.

  1. Al-‘Alaqoh (Merula)
    ثم خلقنا النطفةَ علقةً
    Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah (QS. Al-Mu’minun: 14)

Pada awalnya ‘alaqoh bergerak bebas di dalam ovarium dan mendapatkan makanan dari sari makanan ibu. Kemudian secara perlahan, ia bergerak keluar dari ovarium dan mulai menempel di dinding rahim, untuk berproses menjadi mudghah.

  1. Al-Mudghah
    فخلقنا العلقةَ مضغةً
    Maka segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al-Mu’minun: 14)

Mudghah adalah gumpalan daging yang manjadi wadah dari gumpalan darah. Fase ini dimulai pada minggu ke-4 masa kehamilan dan dikenal dengan fase awal tumbuhnya anggota vital dari tubuh manusia.
Mudghah inilah yang kemudian membelah dirinya menjadi 2 lapisan, yaitu:

  • Mukhallaqoh (Lapisan Dalam)
    Mudghah Mukhallaqoh, yang sempurna kejadiannya, atau lapisan dalam dari mudghah inilah yang kemudian berproses menjadi embrio atau calon bayi
  • Ghairu Mukhallaqoh (Lapisan Luar)
    Mudghah Gairu Mukhallaqoh, yang tidak sempurna kejadiannya, atau lapisan luar dari mudghah, kemudian berproses menjadi plasenta atau ari-ari yang di antara fungsinya adalah untuk menyalurkan makanan kepada bayi.
  1. Al-‘Idzâm dan Al-Lahm
    فخلقنا المضغةَ عظاماً فكسونا العظامَ لحماً
    “Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. (QS. Al-Mu’minun: 12-14)

Sebagian Mufassir mengatakan bahwa perubahan gumpalan daging menjadi tulang belulang bisa seluruhnya, bisa pula sebagian dari daging. Dan setelah diadakan penelitian ilmiah, proses perubahan menjadi tulang hanya melibatkan sebagian dari gumpalan daging.
Mengapa Al-Qur’an memisahkan fase gumpalan darah dan fase pembentukan tulang? Allah A’lam- karena Al-Qur’an mengidentifikasikan setiap fase sesuai proses terpenting yang terjadi, pada fase ini yang terpenting adalah pembentukan tulang, yaitu berubahnya mudghah menjadi ‘idzam, atau gumpalan kecil darah menjadi tulang belulang yeng merupakan rangka dari tubuh manusia.
Bersamaan dengan perubahan menjadi tulang, muncul pula daging lengket yang membungkus tulang. Menurut ilmu kedokteran, hal ini terjadi pada minggu ke-4, karena ilmu kedokteran tidak memisahkan antara fase mudghah, ‘idzam dan lahm. Tapi ada kesesuian dengan Al-Qur’an tentang urutan kejadian setiap fase pada minggu ke-4 ini.

  1. Al-Khalq Al-Akhar
    ثم أنشأناه خلقاً آخرَ فتبارك الله أحسنُ الخالقينَ
    “Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. Al-Mu’minun: 14)

Ayat ini menjelaskan tentang proses kejadian manusia dalam kandungan setelah melewati 4 bulan pertama, yang oleh sebagian ulama disebut dengan dzulumat tsalats (40 hari pertama di dalam ovarium, 40 hari kedua, sejak ‘alaqoh dalam ovarium berproses menjadi mudghah dan berpindah ke dalam rahim. 40 hari terakhir, saat embrio terbungkus kuat dalam suatu selaput yang disebut Tuba Fallopy (kulit ketuban).
Kata ansya-a yang digunakan dalam ayat ini, menunjukkan ketelitian penciptaan manusia, karena kata insya’ berarti mencipta sesuatu dan mengatur/mendidiknya. Adapun tentang khalq akhar, Ibnu Katsir mengatakan bahwa proses perubahan manusia menjadi khalq akhar adalah saat dimana Allah meniupkan ruh hingga ia menjadi makhluk yang memiliki pendengaran, penglihatan, pengetahuan gerakan dan sebagainya. Serupa dengan Ibnu Katsir, Al-Khudzri, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi hatim menafsirkan ayat tersebut dengan penafsiran yang sama.
Ada pula yang menafsirkan ayat tadi dengan lahirnya manusia atau tumbuhnya rambut, tumbuhnya gigi atau perubahan keadaan setelah lahir ke dunia, dari sejak baru lahir kemudian menyusui, dan seterusnya hingga mati.
Pada hakekatnya, pertumbuhan janin dalam rahim berbeda antara satu dan lainnya, sebagaimana perbedaan pertumbuhan manusia setelah dilahirkan. Maka, setelah memasuki bulan ketiga dari masa kehamilan, terjadi perbedaan perkembangan antar tiap janin. Tapi, setiap janin yang sudah memasuki bulan keempat, akan memasuki fase baru dalam pertumbuhannya, karena telah memiliki organ-organ vital dalam dirinya.
Demikian janin terus berkembang hingga saat memasuki usia 7 bulan, ia sudah dapat bertahan hidup dengan organ tubuh yang lengkap tapi belum sempurna. Setelah berusia 9 bulan, maka ia mulai siap dilahirkan ke dunia.

Manusia; Tujuan Penciptaan
أفحسبتم أنما خلقناكم عبثاً وأنكم الينا لا ترجعون
“Maka apakah kamu emngira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115)

Allah Swt. melarang kita untuk melakukan perbuatan sia-sia. Maka sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, ada tujuan jelas dalam setiap iradahNya. Termasuk pula dalam penciptaan manusia, yang pada awalnya dipertanyakan oleh malaikat. Bukan sebuah sikap menentang, tapi sikap yang timbul karena rasa khawatir, padahal mereka selalu menyembah dan memuji Allah.
Allah Maha Tahu akan apa yang diperbuat-Nya. Penciptaan manusia ditujukan agar mereka menjadi Khalifatu’l-Lâh fi’l-ardl, sebuah amanah yang besar.

و اذ قال ربك للملائكة اني جاعل في الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال اني أعلم مالا تعلمون

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesuangguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. (QS. Al-Baqaroh: 30)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat tersebut, “maksud dari khalifah bukan hanya Adam As.,…”. Mengapa manusia dipilih? Untuk menguji mereka atas anugerah yang Allah berikan (QS. Al-An’am: 165) dan untuk melihat apa yang mereka perbuat dengan nikmat itu (QS. Yunus: 14). Selain itu manusia adalah makhluk yang dianugrahi dengan akal, pengetahuan dan pemahaman.
Bagaimana manusia melaksanakan tugas kekhalifahan? Allah Swt. sudah mengajarkan kepada mereka ilmu dan pengetahuan(QS. Al-Baqarah: 31), menetapkan standar-standar kehidupan (QS. Al-A’raf: 26), memperingatkan mereka dari gangguan syetan(QS. Fathir: 6), mengirim rasul untuk membawa risalah Tuhan(QS. Al-A’raf: 35) serta mengingatkan mereka janji awal antara manusia dan Tuhannya (QS. Al-A’raf:172).
Selain sebagai khalifah, manusia juga memiliki peran sebagai abid. Dalam surah Al-Dzariyat ayat 56-57, Allah berfirman:

وما خلقت الجن والانس الا ليعبدونِ * ما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمونِ

“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki sedikitpun rizki dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberiKu makan” (QS. Al-Dzariyat: 56-57)

Menjadi hamba Allah berarti menyerahkan seluruh hidup kita untuk tujuan mencapai kehendak dan ridha-Nya. Yakni beramal sebaik mungkin tanpa henti untuk mendapatkan ridha Allah, hanya takut kepada Allah dan mengarahkan seluruh pikiran dan perkataan serta perbuatan untuk tujuan tersebut. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an bahwa penghambaan kepada-Nya meliputi seluruh kehidupan individu:

قل ان صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين

Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.’ QS. Al-An’am: 162)