Madzhab Nazhar (Bagian XVIII)

بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1( مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2( وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Syarah:
Kata Kunci: النَّظْرَ (Nazhar/proses berfikir)

Secara bahasa, nazar bisa diartikan melihat, menunggu, bertemu, berfikir dan merenung.
Dalam ilmu kalam, nazar lebih identik dengan makna berfikir atau merenung atas sesuatu. Jika seseorang melihat benda, lalu bentuk benda muncul dalam gambaran otaoknya, lalu mulai ada reaksi terhadap benda tersebut, bearti ia sudah mulai proses nazhar. ia mulai berfikir dan membayangkan terhdap benda yang ada di hadapannya. Proses berfikir tadi, guna memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul dalam benaknya. oleh karena itu, Qadhi Abu Bakar menyatakan bahwa nazar merupakan proses berfikir untuk menghasilkan pengetahuan atau mendapatkan prasangka yang dekat dengan pengetahuan/ilmu

Nazhar bisa terkait dengan persoalan yang lebih luas. misalnya untuk memecahkan persoalan matematis, melihat gejala sosial untuk dianalisa, mengamati kejadian alam semesta, dan lain sebagainya. karena nazhar sangat luas, maka proses nazhar juga luas. Nazhar umumnya melihat sesuatu secara spesifik sehingga lebih focus. dengan demikian, apa yang dihasilkan juga lebih sesuai dengan harapan. Karena nazhar cakupannya sangat luas, maka nazhar membutuhkan sarana yang benar. sarana nazhar tadi, umum disebut dengan metodologi berfikir.

.
Para ulama kalam membagi nazhar menjadi dua, yaitu:

  1. Nazar terhadap sesuatu obyek dan permasalahan dengan cara pandang yang benar. Jika ini dilakukan, maka nilai yang dihasilkan akan benar. contoh ketika ia memecahkan persoalan matematis dengan rumus-rumus yang sesuai. Hasilnya pun benar dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ketika ia meneliti tema lain, maka ia akan menggunakan metodologi lain yang sesuai dengan fokus bahasan..
  2. Nazar terhadap obyek persoalan, namun dengan sarana yang salah. Nilai yang dihasilkan, tentu akan salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. nazahr seperti ini sekadar. Ibaranya seseorang yang ingin minum teh, namun yang diseduh adalah air kopi. tentu selamanya tidak akan menghasilkan air teh.

Syarat ytama dapat melakukan nazar adalah akal. Tanpa adanya akal, seseorang tidak akan dapat melakukan proses berfikir. Oleh karena itu, nazhar hanya dapat dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia yang dapat berfikir dan membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang layak dan tidak. Dalam al-Quran, banyak sekali ayat yang memerintahkan kita untuk melakukan nazhar dengan melihat alam raya sehingga ada proses berfikir dalam otak manusia. Proses berfikir tadi, bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada pengakuan adanya sang pencipta seperti firman Allah berikut ini:

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
• Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS:Ali Imran: 191)

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
• Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS:Fushshilat: 53)

اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Artinya: “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.” (QS:Ar-Ra’d: 2)

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ
Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (QS. Luqman:: 10)

Dikatakan di atas bahwa syarat untuk proses berfikir (nazhar) adalah dengan akal pikiran. pertanyaannya, apakah akal itu? Menurut para filsuf, akal adalah esensi independen inmateri. Ia wujud namun tidak berbentuk. Ia sebagai sarana ilmu pengetahuan. Para filsuf kadang melihat bahwa wujud yang lepas dari dunia materi, disebut dengan akal. Bahkan akal dianggap sebagai sumber atas sesuatu. Tuhan sendiri, mereka namakan sebagai akal pertama. wujud lain yang muncul, dianggap sebagai pancara atau bersumber dari akal pertama tadi.
Nadzar sesungguhnya adalah sebuah episteme dalam ilmu kalam. nazhar merupakan sebuah terminology yang mempunyai makna khusus yang membahas tentang sumber dan cara memperoleh pengetahuan. Nazhar sesungguhnya bukan sekadar poses berfkir saja, namun bagaimana seseorang dapat mempleh suatu pemikiran dan ilmu pengetahuan, caa mengolahnya dan juga hasil dari ilmu pengetahuan tersebut. Nadzar menjadi sebuah episteme bagaimana manusia dapat mengenal dan membuktikan adanya Tuhan.
Dalam pemikiran Islam, setidaknya ada tiga episteme untuk mengenal dan membuktikan adanya Tuhan, yaitu pertama adalah madzhab nazhar , kedua madzhab fitah dan keiga madzhab irfan. Yang disebut dengan madzhab nashar adalah par ulama yang menggunakan akal dan logika untuk mengenal Tuhan.
Di sini, madzhab nazhar ada dua aliran, pertama kalangan mutakallmn ata ulama kalam dan kedua kalangan filsuf. Untuk mutakallmun, mereka menggunakan dalilul hudus, yaitu bahwa dunia seisinya aau alam raya merruan makhlk Allah yang awalnya ta bermula. Ia ada, karena dicitakan Allah dari ketiadaan. Allah berkehendak, maka segala yang diinginkan Allah akan wujud. Argument yang digunakan disebut dengan istilah dalilul hudus.
Keda adalah kalangan flsuf. Mereka juga menggunakan logika untuk mengenal Tuhan, utamanya logika Aristettes mereka juga melhat alam raya sebagai ttk awal untuk mengenal Tuhan. Hanya saja, di sini ada pebedaan antara kalangan filsuf dan mutallmun ddaam memandang aam raya. Para filsuf tidak melihat aam raya sebagai ciaan dari ketiadaan, namun ia ada karena adanya Tuhan Yang Maha Ada. Ia adalah pancara dari Tuhan itu sendiri. Wujudnya alam, sifatnya qadim dan bukan hadis. Ia merupakan illat kedua yang keberadaannya selalu membutuhkan illat pertama yaitu Tuhan.
Kedua adalah madzhab irafan yang beranggapan bahwa untuk mengenal Tuhan, sesungguhnya dapat dilakukan dengan olah spiritual. Jika hati manusia bersih, maka pancaran sinar ketuhanan akan masuk ke dalam hatinya. Ia akan mengenal Tuhan dengan nurani yang suci. Adapun alam raya, sesungguhnya sekadar alam materi saja. Tuhan sifatnya non materi dan hanya data didekati manakala manusia meninggalkan materi. Kelmpok ini diikuti oleh para sufi dengan berbagai thariqatnya.
Ketga adalah madzhab ftrah yang beranggapan bahwa manusia sesungguhnya secara fitrah telah mengenal Tuhan. Manusia sewaktu dikandungan teah disumpah oleh Allah dan mengakui ketuhanan Allah. Oleh karenanya, jika manusia ditanya mengenai alam ciannya, siapakah yang mencipakan? Dalam hati nurani yang terdalam, akan berkata bahwa pencitanya adalah Allah Tuhan Yang Maha Pencita.
Tiga episteme ini, terkadang satu sama lain saling menegasikan dan bahkan terjadi ptarungan yang sangat sengit. Par ulama kalam memberikan kritkan tajam kepada para sufi. Pengikut madzhab fitrah menyerang ulama kalam dan filsuf. Sementara itu, kalangan para ulama kalam jga memberikan kritikan tajam terhadap madzhab fitrah.
Hanya saja, dalam satu waktu, terkadang terjadi kompromi, seperti yang kita lihat pada imam Ghazali yang beliau itu adalah seorang ulama kalam, namun juga sufi yang terkenal. Atau Ibnu Taimiyah yang beliau itu pengikut madzhab fitrah, namun juga menulis buku tentang ahwal dan maqamat yang merupakan buku sufi.

—++—-+——–

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun yang diasuh oleh ust. Wahyudi Sarju Abdurrahmim, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899