Ilmu Tertinggi Dari Bela Diri, Inilah Yang Diajarkan di Muhammadiyah

Sudah menjadi rahasia umum, di masa perjuangan kemerdekaan ada sebagian pejuang kita yang percaya dengan kekuatan supranatural. Mereka pergi ke tempat-tempat yang dianggap keramat untuk mengisi senjata mereka misalnya bambu runcing,  tombak, keris, dan sebagainya agar memiliki kekuatan ghaib. Bukan saja para pejuang, bahkan Presiden Soekarno juga mempercayai amalan-amalan tertentu agar seseorang dapat memiliki kekuatan supranatural.

Suatu hari Ki Bagoes Hadikusumo sedang dalam perjalanan dengan kereta api menuju ke Jakarta untuk menghadiri sidang parlemen. TIba-tiba kereta api dihadang oleh gerombolan DI/TII dan dihujani dengan tembakan yang gencar. Para penumpang panik, sebagian besar wanita dan anak-anakk menjerit-jerit sambil merebahkan diri di lantai. Ki Bagoes sedang enak-enak duduk terlena di dekat jendela. Sebutir peluru mengenai tasnya yang diletakkan di tempat barang di atas kepala dan sebutir lagi mengenai peci di kepalanya. Peci itu terpental, berlubang hanya pada lapis luarnya dan peluru itu terselip dalam lipatan. Sesampainya di hotel Des Indes (sekarang Hotel Indonesia) di Jakarta, Ki Bagus membuka tasnya. Seketika dari dalam tas itu keluar bau yang amat harum memenuhi seluruh kamar. Dua lapis kulit  tas itu berlubang. Dari lipatan tengahnya, Ki Bagus mengeluarkan botol minyak wangi yang separohnya telah pecah dan isinya tumpah, dengan sebutir peluru bersarang dengan amannya dalam botol yang separoh pecah itu.

Bung Karno mengetahui hal tersebut lalu bertanya : “Apa do’anya kang mas?” Jawab Ki Bagoes : “Do’a tidaklah mampu meraih kebahagiaan atau menangkis bencana.. Do’a hanyalah permohonan, tapi bila Alloh telah mengabulkan maka tiada seorangpun dapat menolak, dan jika Alloh menolak permohonan itu maka tiada seorangpun yang kuasa menolongnya. Semua peristiwa dan nasib manusia telah diatur Alloh dengan takdir-Nya.” Muhammadiyah yang bercita-cita menciptakan masyarakat islam yang berkemajuan melihat bahwa antara kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan mempunyai kelindan dengan penyakit masyarakat berupa Tahayul, Bid’ah serta Churafat (TBC). Karena ketiga perilaku masyarakat itu dianggap sebagai penghambat kemajuan umat, serta menjadikan umat Islam terpuruk dan terkurung di dalam konsep-konsep atau pandangan mereka berkaitan dengan Tuhan, alam, dan hubungan sosial.

Kata tahayul berasal dari bahasa Arab yang artinya: berangan-angan tinggi, melamun, membayangkan atau menghayal (Kamus Munawwir).  Mengkait-kaitkan kejadian-kejadian yang dianggap aneh dengan sesuatu, yang mana tidak ada dasarnya di dalam ajaran Islam. Sebagai contoh tahayul adalah : mempercayai akan mendapatkan rejeki ketika orang tertimpa kotoran cicak. Atau suara burung yang dianggap akan ada tamu yang datang, dan lain sebagainya.

Sedangkan Churafat maknanya hampir sama dengan tahayul, tetapi lebih dikaitkan dengan aqidah. Menganggap sesuatu memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi manusia. Khurofat lebih dekat kepada syirik, sehingga sangat berbahaya dalam aqidah seseorang.

Adapun Bid’ah pada dasarnya berarti sesuatu yang baru. Bid’ah merupakan amalan baru dalam ibadah yang belum pernah ada di masa Rasulullah SAW. Bid’ah dalam ibadah sebuah kesesatan dan sesat akan masuk neraka. “Barangsiapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan kami ini (agama) padahal bukan dari bagiannya maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di awal berdirinya Muhammadiyah, perilaku umat Islam dalam bentuk ritual-ritual yang tidak sesuai dengan ajaran syari’at Agama Islam masih sangat kental. Maka kemudian Muhammadiyah melakukan langkah-langkah untuk pemurnian ajaran Islam dari kepercayaan yang masih singkret dengan ajaran animisme dan dinamisme. Ritual-ritual yang awalnya adalah budaya kemudian bergeser menjadi bagian dari ajaran Islam yang tidak boleh ditinggalkan, sehingga menimbulkan ketergantungan umat Islam tidak lagi kepada Tuhan dan usahanya sendiri. Tapak Suci sebagai sebuah perguruan beladiri, sebelum bergabung dengan Muhammadiyah selain mengajarkan ilmu beladiri berkelahi, namun juga sangat kental dengan ilmu supranatural dan ilmu pengebalan tubuh. Tetapi setelah bergabung ke Muhammadiyah dan melakukan audisi di depan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang pada waktu itu diketuai Bapak KH. Wardan Diponingrat (Pengulu Kraton Yogyakarta) maka disarankan agar ilmu tersebut dihilangkan. Menurut Majelis Tarjih, ilmu supranatural maupun kekebalan tubuh adalah sesuatu yang mendekati syirik dapat menimbulkan kesombongan di dunia.

Tapak Suci setelah melebur ke Muhammadiyah kemudian mengajarkan seni beladiri yang berlandaskan pada kekuatan, ketrampilan, keindahan, dan kecepatan dalam setiap jurus-jurusnya. Untuk menguatkan hubungan kepada Alloh SWT, setiap kader Tapak Suci akan membaca lafadz  “la haula wala quwwata illa billah” yang artinya “tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah” manakala menghadapi lawan-lawannya. Hal inilah yang menumbuhkan kepercayaan diri setiap siswa dan kader Tapak Suci di segala medan. Menurut salah satu pendiri Tapak Suci yakni Pendekar Besar H.M. Barie Irsyad ketika berdialog dengan penulis, ilmu tertinggi dari bela diri adalah ilmu Kaslametan (keselamatan). Yakni ilmu yang mengajarkan manusia selamat di dunia maupun di akhirat. Wallohua’lam.

Ditulis oleh: Muhammad Afnan Hadikusumo
(Ketua Umum Pimpinan Pusat Tapak Suci Putera Muhammadiyah / Anggota DPD RI Dapil DIY)