Aliran Marxisme Gagal Mewujudkan Perekonomian Yang Berkeadilan

Prof. Dr. Abdullah Hasan  Barakat

Dekan Fakultas Dakwah dan Wawasan Keislaman Jurusan Perbandingan Agama –Universitas Al-Azhar, Kairo.

Beliau juga aktif diberbagai lembaga-lembaga riset keislaman.

Islam juga memiliki titik persamaan dengan kaum Sosialis atau Marxis bahwa Islam tidak menolak adanya kepemilikan kolektif dan adanya persamaan antar umat manusia. Namun, Islam menolak kedhaliman dan pemaksaan yang dilakukan negara

Bagaimana anda melihat eksistensi aliran Marxisme dan para tokoh-tokohnya ditinjau dari dimensi sosio-historis?

Bismillâhirrahmânirrahîm. Aliran Sosialis atau Marxis merupakan antitesis dari keberadaan aliran Kapitalis yang bertindak sewenang-wenang terhadap kondisi pereknomian yang menyatakan bahwa seorang pemilik barang modal berhak memonopoli para pekerjanya dengan memberikan beban seberat-beratnya kepada mereka. Namun upah yang diberikan kepada pekerja sangat tidak sesuai dengan pekerjaan mereka. Karena para pemilik modal hanya menginginkan keuntungan tanpa memperhatikan jerih payah seseorang.

Misalnya saja pekerjaan yang seharusnya dikerjakan sepuluh orang akan tetapi dikerjakan oleh lima orang. Tentu dalam hal ini satu orang akan mendapatkan beban yang seharusnya ditanggung oleh dua orang. Meski demikian, ketika memberikan upah, dia hanya diberikan upah satu orang, sehingga pemilik modal dengan mengambil pekerja yang sedikit akan mendapatkan keuntungan yang banyak.

Aliran ini bisa disebut dengan feodalis (al-iqthâ’) atau Kapitalis yang telah banyak mendholimi rakyat terutama di Eropa. Maka dalam kondisi seperti ini, timbullah aliran yang menamakan dirinya dengan Komunis atau  lebih dikenal dengan Sosialis-Marxis dengan dalih menolong kaum tertindas. Dalam hal ini, sesungguhnya Komunisme bertujuan untuk meruntuhkan aliran Kapitalisme.

Secara substansial, aliran komunis adalah lawan dari Kapitalis yang tidak mengakui kepemilikan pribadi dan hanya mengakui kepemilikan kolektif. Maka sebagai konskwensi logis dari aliran ini setiap orang yang ingin memiliki sesuatu, seperti ingin makan dan minum, membeli pakaian, dan lain-lain, harus terlebih dahulu memiliki kartu yang berlebel negara, dengan kata lain, meminta izin dari negara. Sebab semua sumber daya alam hanyalah milik negara dan tidak seorang pun memilikinya.

Rakyat hanya berkerja untuk negara, kemudian hasilnya dibagi oleh negara tanpa memandang tingkatan sosial dan kuantitas jasa rakyat. Sistem seperti ini menurut kaum komunis lebih ideal untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang maju. Berbeda dengan kaum Kapitalis yang memonopoli hasil rakyat dan menindas mereka. Secara teoritis sebenarnya pemikiran komunis berawal dari pemikiran Hegel. Namun kemudian berkembang kepada pemikiran Lenin, setelah itu dikembangkan oleh Karl Max sehingga disebut aliran Marxis.

Realitanya, aliran Marxisme sendiri tidak mampu mewujudkan sistem perekonomian yang mereka banggakan. Hal ini bisa kita lihat kegagalan Uni Soviet maupun negara-negara lain yang mencoba menerapkan sistem Komunis. Sebabnya adalah sistem sosialis mengakui adanya kepemilikan, namun ia tidak memberiakan porsi yang sesuai, misalnya seorang menteri yang berstatus sosial tinggi dalam negara diperlakukan sama dengan seorang buruh dalam hal kepemilikan hasil kerjanya seperti pakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya.

Tindakan seperti ini tentu tidak adil, karena pekerjaan dan tanggung jawab seorang menteri jauh berbeda dengan seorang buruh. Dari sini terlihat jelas, bahwa sebenarnya dari tataran praktis mereka telah gagal. Sedangkan secara logis, paham tersebut bertentangan dengan fitrah dan kecenderungan manusia untuk memiliki hak prerogratif dalam masalah-masalah tertentu.

Dalam Islam, seorang manusia akan mendapatkan pahala dan dosa sesuai dengan amal perbuatannnya sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:

“Barang siapa yang mengerjakan perbuatan jelek meskipun sebesar biji jarah maka ia akan melihatnya; dan barang siapa yang mengerjakan perbuatan baik meskipun sebesar

 biji jarah maka ia juga akan melihatnya”.

Oleh sebab itu, dalam sistem komunis seseorang yang tidak dapat bekerja disebabkan sakit misalnya, atau ingin cuti sejenak untuk istirahat, negara bisa saja membunuhnya dengan dalih bahwa pembunuhan tersebut adalah wujud kasih sayang negara terhadap mereka. Namun sebenarnya bukan karena kasih sayang, akan tetapi lebih dikarenakan bahwa orang tersebut tidak dapat bekerja atau menghasilkan sesuatu untuk negara. Sementara bagi mereka, orang seperti ibarat sampah yang harus disingkirkan.

Kehidupan yang baik dan aman tidak akan dapat berjalan dengan sistem seperti ini. Namun demikian di dalam bermasyarakat dan bernegara tetap harus ada solidaritas sosial, sikap saling menghargai dan tolong-menolong antar sesama.

Berangkat dari dua sistem yang saling bersebrangan ini, sebenarnya tidak ada yang menguntungkan masyarakat dalam arti terwujudnya masyarakat yang sempurna. Bahakan justru akan terjadi kekacauan sosial, sebab kekayaan alam hanya dinikmati oleh segelintir orang, padahal untuk menghasilkannya menyedot seluruh keringat rakyat. Bukankah ini namanya kedhaliman?

Nah, dalam hal ini, Islam mengambil jalan tengah; Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi sebagai hasil dari jerih payah setiap individu. Barang siapa yang bekerja, maka ia layak untuk mendapatkan hasilnya. Kendati demikian Islam sangat berbeda dengan kapitalis di mana kekuasaan hanya dipegang oleh kaum pemilik modal. Islam tidak mengenal kedhaliman yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Islam juga mengecam sikap otoriter yang memakan harta buruh memonopoli pekerja.

Sebaliknya, Islam menganjurkan untuk memberikan upah kepada para pekerja sebelum keringat mereka kering. Bahkan Allah Swt., menerima doa tiga pemuda yang terkunci di dalam gua, karena bertawassul dengan perbuatan baik yang pernah mereka lakukan. Salah seorang di antara mereka mempunyai buruh yang bekerja untuknya, akan tetapi suatu hari pekerja tersebut pulang sebelum  mengambil upahnya. Setelah beberapa lama, ia pun kembali untuk menagih upahnya, kemudian ia berkata, ” Wahai tuan! Ingatlah engakau suatau hari aku pernah bekerja untuk mu dan aku belum menerima upah darimu? Sekarang akau menginginkan uapah tersebut”.

Ia pun menjawab. “semua kambing, kerbau dan unta yang ada di sini saya berikan kepadamu”. Pekerja tadi langsung terheran dan mengatakan, “apakah tuan bercanda dengan saya?”.

Lalu tuannya menjawab, “tidak”.

Maka dengan senang hati pekerja tersebut pergi membawa seluruh hewan ternak yang diberikan kepadanya. Ternyata lelaki yang menjadi tuannya tersebut tidak hanya menyimpan gaji pekerjanya karena belum diambil olehnya, akan tetapi ia menganggapnya sebagai patner untuk mengembangbiakkan hewan ternak kepunyaannya sehingga bertambah banyak. Akhirnya ketika si pekerja tersebut meminta upahnya ternyata sudah bertambah. Maka dengan amalan itulah ia bertawassul kepada Allah dan berdoa.

Islam memberikan empat kewajiban kepada pemilik harta:

  1. Bahwa di dalam harta hasil upahnya tersebut ada hak milik orang miskin dan anak yatim piatu atau yang disebut dengan zakat harta dan wajib dikeluarkan oleh pemilik harta seteleh mencapai nisab yang telah ditentukan.
  2. Sedekah yang diberikan si pemilik harta kepada orang yang membutuhkan.
  3. Memberikan hak kepada orang yang bekerja sesuai dengan pekerjaannya, memberikan hak untuk umum, tidak mengganggu kepentingan orang banyak, tidak menimbun barang, tidak menipu dan sebagainya.
  4. Islam juga menganjurkan untuk menumbuhkan solidaritas sosial atau sifat dermawan, tidak pelit terhadap harta kekayaan, peka terhadap kondisi perekonomian sesama masyarakat dan ringan tangan untuk membantu orang-orang yang sedang ditimpa musibah.

Keempat poin di atas adalah yang membedakan antara sistem Islami dan sistem Kapitalis dalam hal kekayaan atau kepemilikan modal. Sekali lagi saya mengatakan bahwa sistem Komunis atau Sosialis dan Marxis tidak akan bisa memakmurkan suatu bangsa dan negara, sebab ia sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Sistem tersebut hanya akan membawa kerusakan dan sikap diskriminsai terhadap rakyat, serta dapat menghilangkan naluri manusia untuk bekerja sesuai kemampuannya dan memiliki harta kekayaan sesuai dengan hasil jerih payahnya.

Islam mengatakan bahwa barang siapa yang bekerja keras dan berusaha maka ia akan berhasil, dan barang siapa yang giat bekerja serta ikhlas maka ia akan beruntung. Sebaliknya orang yang tidak bekerja tentu ia tidak akan beruntung dan tidak akan memiliki apa-apa.

Jadi, Islam dalam hal ini lebih memiliki konsep netral dan moderat yang tidak condong kepada Kapitalis dan tidak juga kepada Sosialis. Bisakah anda menjelaskan lebih detai lagi konsep netral yang anda maksud tersebut?

Dalam hal ini Islam memiliki kesamaan dengan kaum Kapitalis, hanya pada tataran pengakuan adanya kepemilikan pribadi, tidak lebih dari itu. Adapun segala cara untuk memperoleh keuntungan dan diskriminasi para pekerja serta monopoli dagang yang dilakukan kaum Kapitalis, maka tindakan seperti itu sangat diharamkan dalam Islam.

Islam juga memiliki titik persamaan dengan kaum Sosialis atau Marxis bahwa Islam tidak menolak adanya kepemilikan kolektif dan adanya persamaan antar umat Islam. Namun, Islam menolak kedhaliman dan pemaksaan yang dilakukan negara.

Perlu digarisbawahi bahwa Islam sudah lebih dahulu menganjurkan dan menerapkan sistem kepemilikan yang menghargai keduanya (kepemilikan pribadi dan kolektif) serta adanya beberapa kewajiban yang dibebankan Islam kepada umatnya seperti zakat, infak, shadakah, hadiah, wasiat, warisan, serta saling menyayangi dan menghormati yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis jauh dari keserakahan dan ketamakan.

Dari sini jelas bahwa Islam tidak serta merta mengadopsi konsep tersebut dari kedua aliran yang saling kontroversial. Akan tetapi Islam memiliki sistem dan konsep sendiri mengenai perekonomian.

Jika demikian, sistem perekonomian dalam Islam sebenarnya seperti apa, bisakah anda menjelaskannya?

Sebelumnya anda terlebih dahulu harus membatasi sistem perekonomian yang ingin kita bahas pada kesempatan ini, karena sistem perekonomian dalam Islam memiliki segmen-segmen yang sangat luas. Segmen mana yang anda inginkan, apakah sistem pekerjaan, sistem upah pekerja, apakah sistem keuntungan, ataukah sistem investasi bank. Ini yang harus anda batasi terlebih dahulu sebab semuanya telah memiliki aturan dalam Islam.

Misalnya dalam investasi bank, Islam sangat mengharamkan riba dalam bentuk apapun. Dalam Islam peminjaman hanya berlaku dengan cara yang baik tanpa ada pihak yang dirugikan apalagi sampai didhalimi. Sistem peminjaman yang memanfaatkan kesulitan seseorang dengan melipatgandakan pembayaran adalah riba dan sangat dikecam dalam Islam.

Sebuah lembaga penelitian ekonomi di Barat telah mengeluarkan sebuah keputusan bahwa sistem peminjaman dengan pihak bank dimana peminjam harus melunasi hutangnya dengan bunga besar dalam jangka waktu yang telah disepakati adalah hal yang wajar, sebab menurut mereka kedua belah pihak mendapatkan keuntungan. Hal ini sangat bertentangan dalam Islam.

Disamping itu, kita juga melihat saat ini banyak masyarakat yang hidup dengan kartu deposito, kartu visa dan sarana-saran modern lainnya, dengan cara berhutang kepada bank, sehingga pada akhirnya mereka akan hidup dalam lilitan hutang. Mereka hanya sanggup untuk menutupi bunga dari pinjaman tersebut, sementara hutang mereka tidak pernah berkurang. Sebab semakin lama hutang dilunasi, maka bunganya akan besar. Bukankah ini namanya pendhaliman? Seseorang yang sudah kesulitan justru dipersulit.

Islam juga mengjaramkan penimpunan barang-barang untuk menaikan harga sehingga mendapat keuntungan yang besar. Islam juga mengharamkan monopoli dagang yang mengacaukan kondisi perekonomian suatu negara atau pun penipuan dalam jual beli.

Dalam Islam ada tiga hal yang tidak boleh dimiliki oleh personal. Semua elemen masyarakat berhak atasnya sebagaimana terdapat dalam hadist Rasullah Saw., yaitu: air, udara dan rumput. Jika ada orang yang memiliki udara, niscaya banyak orang yang mati karena tidak sanggup membelinya, begitu juga halnya dengan air dan rumput.

Ini masih sebagian kecil dari sistem perekonomian yang diatur dalam Islam dan masih banyak lagi aspek-aspek lainnya yang kesemuanya harus tunduk dalam naungan Islam. Kalau tidak, maka kita hanya tinggal menuggu kehancuran dan kerusakannya, sebab Islam selalu mengatur segala sesuatu dengan memperhatikan fitrah dan naluri manusia untuk mencapai kemashlahatan bersama.

Kalau kita perhatikan dominasi subtansial sistem Marxisme, Sosialisme maupun kapitalisme, sebenarnya lebih menekankan aspek sosial dan perekonomian masyarakat. Apakah aliran ini juga punya pandangan tersendiri mengenai agama?

Aliran Marxisme atau yang lebih dikenal dengan Sosialisme bila ditinaju dari aspek agama atau keyakinan adalah musuh agama, dengan kata lain mereka adalah penganut ajaran atheis yang anti agama. Karl Marx sebagai tokoh Marxisme mengatakan bahwa agama ibarat candu bagi manusia yang hanya menjadikan manusia budak. Begitu juga ungkapan Lenin yang mengingkari adanya Tuhan dan hari Kiamat. Ia hanya mempercayai dunia semata. Maka mengingkari keberadaan tuhan sebagai pencipta alam semesta ini adalah kafir. Mereka hanya percaya dengan alam semesta yang dapat mematikan dan menghidupkan manusia, sementara hal-hal ghaib lainnya adalah mustahil. Hal ini juga disinggung al-Qur’an:

“Kami di dunia ini hanya hidup dan mati; dan zamanlah yang akan memusnahkan kami”.

Dalam ayat lain juga disebutkan sikap orang-orang atheis tersebut:

“Kehidupan kami hanyalah dunia, kami mati dan kami hidup di dunia, dan kami tidak akan pernah dibagkitkan kembali”,

Serta masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan argumentasi serta keyakinan mereka tentang agama. Ini dari aspek keyakinan, adapun aspek ekonomi, Islam tidak lantas radikal seperti halnya Sosialis dan kapitalis. Islam memiliki sikap dan tujuan yang jelas dengan sangat memperhatikan segala aspek manusia ketika akan memutuskan suatu hukum sehingga dapat mengarahkan umat manusia dari kehancuran kepada kemashlahatan.

Berbeda dengan aliran Marxisme dan Kapitalisme yang berusaha memperhatikan satu aspek dan mengabaikan aspek lainnya. Sosialisme berusaha menyelamatkan kaum tertinda dengan sistem kepemilikan kolektif dan persamaan hak rakyat, akan tetapi mengabaikan aspek lain, yaitu naluri manusia yang cenderung untuk memilih, bukan dipaksa untuk bekerja. Juga mengabaikan naluri manusia untuk memiliki sesuatu dari hasil jerih payahnya.

Sehingga sistem ini dapat menghancurkan obsesi manusia untuk bekerja sesuai kemampuan dan kebutuhannya, sebab dalam sistem ini manusia hanya dipaksa untuk menghasilkan sedangkan hasilnya diberikan kepada negara untuk selanjutnya negaralah yang berhak membagikan hasil tersebut kepada rakyat.

Apakah Marxisme atau Sosialisme juga berkembang di negara-negara Arab terutama di Mesir? Kalau ada, apa faktor yang menyebabkan aliran pemikiran ini dapat diterima? Apakah aliran tersebut masih eksis hingga saat ini?

Memang benar bahwa sebagian orang ada yang terlena oleh pemikiran Sosialis atau Marxis, bahkan berusaha untuk menerapkan paham tersebut dalam kehidupan. Salah satu faktor yang menyebabkan pemikiran ini tersebar adalah kelihaian mereka dalam mengeksploitasi teori-teorinya dan menyakinkan masyarakat dengan berbagai argumentasi, seperti pengakuan mereka bahwa sistem Sosialis mengakui adanya Tuhan dan menolak kekafiran. Atau bahwa kaum Sosialis adalah kaum yang memelihara hubungan vertikal dangan tuhan seperti melaksanakan shalat dan puasa.

Ada dua faktor yang menyebabkan aliran pemikiran ini diterima oelh masyarakat. Pertama: kebodohan sebagian masyarakat terhadap sistem perekonomian dalam Islam yang sangat komprehensif dan sempurna sehingga mereka mencari alternatif dari sistem lain yang dianggap akan bisa memenuhi keinginan mereka, meskipun akhirnya mereka tertipu dan sengsara. Kedua: masyarakat tersebut telah mengetahui sistem perekonomian Islam, akan tetapi mereka lebih mengutamakan dan memilih sistim Sosialis atau Kapitalis.

Kondisi masyarakat yang pertama bisa di atasi dengan meningkatkan kualitas keimanan mereka kepada Allah dan memohon hidayah-Nya untuk diberikan petunjuk dan jalan yang benar sesuai dengan syari’at Islam. Sedangkan kondisi masyarakat kedua kiranya mereka akan  menunggu murka dari Allah. Karena sesungguhnya orang-orang yan tidak menjadikan Islam sebagai landasan hukum adalah kafir dhalim dan munafik.

Terakhir, apa pesan dan saran anda kepada generasi Islam terutama para intelektual muslim agar tetap konsisten di bawah naungan al-Qur’an dan Sunnah Rasullah Saw., serta tidak mudah terpengaruh oleh berbagai aliran pemikiran yang merusak seperti Komunis, Sosialis, Marxis, maupun Kapitalis?

Saya menyarankan bagi generasi Islam, bahwa seorang muslim pertama sekali haruslah membentengi dirinya dengan wawasan keislaman yang murni, terutama dengan pemahaman yang baik tentang al-Qur’an dan Sunnah Rasullah Saw., serta mengaktualisasikan pemahaman tersebut ke dalam kehidupan.

Seseorang yang menguasai al-Qur’an dan mendapatkan kebenaran di dalamnya insyâ’allah akan selalu terjaga dari berbagai penetrasi aliran-aliran pemikiran yang membunuh naluri kemanusiaan serta merusak tatanan kemasyarakatan meskipun aliran tersebut hadir dengan berbagai macam wajah dan bentuk. Seorang muslim yang terlena oleh paradigma pemikiran aliran-aliran sesat ini adalah muslim yang sangat bodoh dan tidak mengetahui Islam secara universal. Permisalan muslim yang terlena oleh aliran pemikiran ini adalah seperti seseorang yang meminta beras kepada tetangganya, padahal di dalam rumahnya sendiri terdapat beras. Hal ini barangkali karena ia bodoh, sebab lebih memilih beras orang lain dari pada berasnya sendiri, atau barang kali kikir, atau mungkin ia adalah seorang penimbun barang yang sangat tamak dan rakus.

Seseorang yang memiliki kehormatan dan harga diri adalah orang yang lebih mengutamakan apa yang ada pada dirinya dari pada orang lain. Contoh di atas barang kali tidak jauh berbeda dengan seorang muslim yang mencari sistem perekonomian atau sistem kehidupan dari aliran pemikiran “sesat”, padahal di dalam Islam–-agamanya sendiri—justru sistem tersebut lebih detail, istimewa dan ideal untuk mewujudkan keinginan dan tujuannya.

Akan tetapi sangat disayangkan banyak dari generasi kita yang tidak tahu ajaran-ajaran Islam. Bahkan ironisnya mereka bukannya berusaha untuk tahu, namun lebih cenderung terlena oleh aliran-aliran pemikiran yang sangat kontradiktifdengan konsep Islami.

Apakah kemajuan negara-negara Barat dalam bidang teknologi mutakhir serta penemuan mereka akan peralatan-peralatan modern di era globalisasi ini sudah dapat kita jadikan standar untuk berkiblat kepada mereka?

Padahal kalau mau jujur, sebenarnya dasar atau akar teknologi ilmu pengetahuan bersumber dari ilmuan muslim terdahulu. Sedangkan ilmuan muslim sudah tentu mereka menggali dari al-Qur’an dan Hadist yang merupakan pedoman hidup kita, yang mengajarkan kita untuk meneliti apa-apa yang ada di langit dan bumi, yang menganjurkan kita untuk membaca alam agar dapat menggali wawasan dari hasil penciptaan Allah. Bahkan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.

Jadi, muslim yang bodoh adalah muslim yang mendhalimi dirinya sendiri. Untuk menghilangkan kebodohan itu tidak lain adalah mendalami al-Qur’an dan Hadist, sebab di sana terdapat segudang pengetahuan multidimensi baik ekonomi, politik, sosial, kelautan, udara, darat, negara, persaudaraan, peperangan, sejarah dan sebagainya. Para generasi muslim juga harus belajar dari ulama-ulama Islam.

Apabila seorang muslim sudah mengetahui Islam secara kâffah, niscaya ia tidak akan terlena sedikit pun oleh sistem non-Islam. Kedua: hendaklah para generasi Islam saat ini khususnya para ilmuan, intelektual dan pemikir muslim memperbaiki niat. Jangan sampai tergesa-gesa dalam mengambil sebuah keputusan tentang Islam sebelum membaca, memahami serta mempraktekkan apa-apa yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Rasullah Saw., agar ia dapat memberikan keputusan dengan dalil yang benar dan jelas. Setiap orang memiliki kebebasan memilih, setiap orang berhak menerima Islam atau menolaknya, sebab dalam Islam tidak ada unsur paksaan dalam beragama. Barang siapa yang percaya maka ia telah beriman dan barang siapa yang menolak maka dia telah kafir.

Terakhir, saya katakan bahwa sistem apa pun baik dalam konteks perekonomian, pemikiran, ideologi dan sebagainya yang sangat memperhatikan kemanusian dan kemashlahatan bersama hanyalah sistem Islam. (Pernah dimuat di majalah Sinar Muhammadiyah PCIM Cairo Mesir)