Kenangan Salim A Fillah Bersama Buya Yunahar Ilyas

YANG TERJAGA dan YANG TERLELAP
@salimafillah

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

Ketika kabar wafatnya Buya Prof. Dr. KH. Yunahar Ilyas tiba; sergapan duka itu membuat saya beberapa saat tak tahu harus berbuat apa. Ya, wafatnya ‘ulama adalah tercabutnya satu tonggak ilmu; tertutupnya satu pintu fiqh; tercerainya satu simpul ajaran; dan terputusnya teladan akhlaq. Ia dukanya sejagat. Ia kehilangannya semesta.

Di lisan, tulisan, dan perihidup Buya Yunahar; Islam menjelma jadi ajaran yang sederhana dan mudah diamalkan. Penjelasan beliau runtut, penalarannya tertata, dalilnya kokoh, dan poin-poinnya praktis. Allaahumma’jurnaa fii mushibatinaa wakhluf lanaa khayran minhaa..😭

Saya mencoba mencari foto saya bersama beliau, qadarallaahu wa maa syaa-a fa’al; agaknya semua tersimpan di peranti genggam lama dan terhapus. Yang tersisa hanya foto aneh ini; foto saya terlelap di ruang tunggu keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta.

Iya. Yang istimewa di foto ini bukanlah yang dipotret. Yang istimewa adalah pemotretnya, guru saya Ust. Habiburrahman Elshirazy (@kangabik), dan terlebih istimewa lagi adalah background-nya; punggung junjungan kami Buya Yunahar Ilyas; Wakil Ketua Umum MUI dan Ketua PP Muhammadiyah. Iya. Itu betul-betul punggung beliau.

Dari foto inilah kami selalu menginsyafkan diri bahwa para ‘Ulama selalu terjaga dan menjaga ummat. Sementara kita, saya maksudnya, adalah beban bagi beliau-beliau; ummat yang lelap padahal musuh yang siap memangsa ada di depan mata. Terlelap bukan karena lelah berjuang karenaNya; tapi mungkin karena sia-sia atau bahkan dosa. Pada lelap seperti sosok dalam potret ini, betapa tajam sindiran Imam Asy Syafi’i;

مَا رَأَيْت مِثْلَ الْجَنَّةِ نَامَ طَالِبُهَا، وَمَا رَأَيْت مِثْلَ النَّارِ نَامَ هَارِبُهَا

“Tiada kulihat yang semisal surga, bagaimana bisa tidur pemburunya. Dan tiada kulihat yang seperti neraka, bagaimana bisa tidur buruannya.”

Yaa Rabb; kami bersaksi atas ilmu, dakwah, ‘amal, dan akhlaq Buya Yunahar yang istimewa. Ampunilah segala dosanya, rahmati, dan lapangkan kuburnya; serta jadikanlah surga tempat kembalinya.

Seperti dikisahkan dalam #sangpangerandanjanissaryterakhir, #SangPangeran #Diponegoro punya guru dari Ranah Minang bernama Kyai Taptoyani alias Syaikh Taftazzani; Buya Yunahar adalah ‘Alim Minangkabau yang berkhidmah dari Yogyakarta. Semoga kamipun layak dianggap muridnya dan kelak menyusul membersamai dalam surgaNya. Aamiin.