Dakwah Sunyi Ustadz Yun

Oleh: *Mohammad Fauzil Adhim*

Ustadz Yun. Tentang kepakarannya, sudah banyak yang tahu. Tak diragukan lagi. Maka kalau beliau menyandang gelar professor, memang sudah sewajarnya dan sangat pantas gelar tersebut bagi beliau. Tetapi bukan ini yang meninggalkan kesan paling mendalam pada diri saya. Di tengah kesibukannya yang luar biasa, sangat terasa jiwa dakwah dalam diri beliau. Apa yang menonjol dari jiwa dakwah? Senantiasa ingin mengajak manusia kepada kebaikan, senang terhadap munculnya orang-orang muda yang bersemangat terhadap kebaikan dan memberi perhatian besar terhadap majelis ilmu.

Sebagai sosok yang memegang berbagai posisi penting di MUI, Muhammadiyah maupun kampus, Ustadz Yun jelas padat kegiatan. Tetapi ini tidak menyurutkan beliau untuk merawat majelis ilmu yang pesertanya sangat sedikit. Tak sampai 50 orang, bahkan 40 orang pun sepertinya kurang dari itu. Majelis emak-emak bersemangat yang sebagiannya sudah lansia, di antara sudah berusia di atas 70 tahun, tetapi beliau tetap hadir memberi kajian rutin yang digelar tiap Rabo pagi. Beliau rutin menyampaikan ilmu meski fisiknya tak lagi bugar. Beliau berhenti mengisi kajian ketika fisiknya sudah tak lagi memungkinkan karena harus istirahat total disebabkan sakit. Kelak sakit inilah yang mengantarkan beliau wafat.

Ini yang saya tahu. Di luar itu, boleh jadi banyak dakwah sunyi yang istiqamah beliau tempuh. Tak terdengar gaungnya, tetapi ibarat rumah, ia menyiapkan fondasi yang kokoh. Inilah jalan dakwah yang seharusnya kita tempuh agar ruh dakwah itu tetap ada pada diri kita. Risau kita risau agama. Dan kecintaan kita pun cinta yang digerakkan oleh agama. Bukan terperangkap ‘ashabiyah.

Sungguh, di antara musibah dakwah itu ialah padamnya ruh dakwah di kalangan penceramah maupun ahli Islam.

Majelis kecil adalah majelis yang senyap. Tak ada gebyar. Tetapi di majelis-majelis kecil seperti itulah justru bincang ilmu dapat dilakukan lebih matang dan pembahasan suatu masalah diurai lebih mendalam. Majelis seperti itu pula yang akan membekas lebih kuat di dalam dada, meskipun kita tidak tampil ke permukaan. Bukankah setiap gerakan besar dimulai dari majelis-majelis senyap yang istiqamah dan tertib?

Saya mulai mengenal Ustadz Yun dari majelis rutin di Masjid Mardhiyah yang ketika itu seolah-olah masjid kampus UGM. Beliau menerangkan dengan bahasa yang sederhana, runtut, mudah dipahami dan mendalam. Ini yang jarang kita temukan. Biasanya yang sederhana tidak mendalam. Tetapi Ustadz Yun beda. Beliau mampu menerangkan topik-topik pelik dengan bahasa yang ringan, jernih dan mudah dipahami. Ini menandakan penguasaan ilmunya yang matang dan mendalam.

Serupa penjelasannya di berbagai majelis ilmu, begitu pula buku-buku beliau. Banyak yang beliau tulis. Salah satunya adalah _Kuliah Akhlaq._ Ada pula buku beliau lainnya semisal _Kuliah Aqidah,_ tetapi saya suka menyebut buku _Kuliah Akhlaq_ karena kesederhanaannya dalam bertutur menjadikan materi tulisannya yang berbobot mudah dicerna oleh siapa saja. Bahasanya baku tapi tak bikin jemu, tulisannya bernas tetapi ringan dikunyah oleh mereka yang berpendidikan SMP maupun perguruan tinggi.

Beberapa tahun terakhir, saya lebih sering bertemu di pesawat, saat berangkat atau pulang ke Jogja. Sangat jarang saya merasa kikuk dan salah tingkah duduk bersebelahan dengan seseorang, tetapi ini saya rasakan saat harus berada di dekat beliau dalam suatu penerbangan. Perasaan itu hadir justru karena kebaikan akhlak beliau.

Hari ini, tugas kehidupan beliau telah usai. Ada kehilangan yang tak pernah tergantikan. Beliau wafat meninggalkan ilmu manfaat yang tak putus-putus. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla terima seluruh ‘amal ‘ibadah beliau serta ampuni segala khilaf dan salahnya. Kepada Allah ‘Azza wa Jalla kita berdo’a memohon:
.
اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ النَّارِ
.
“Ya Allah, ampunilah beliau, kasih sayangilah beliau, selamatkanlah beliau, maafkanlah beliau, muliakanlah tempat tinggalnya, dan lapangkanlah kuburannya. Mandikanlah beliau dengan air, es dan embun. Bersihkanlah beliau dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumah untuknya yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga yang lebih baik dari keluarganya (di dunia) dan pasangan hidup yang lebih baik dari pasangan hidupnya (di dunia). Masukkanlah beliau ke dalam surga, selamatkanlah beliau dari azab kubur dan azab neraka.”
.
.
Yogyakarta, 3 Januari 2020