IMM Surabaya Gelar Demo Tolak Revisi UU KPK

Aksi penolakan revisi Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), terjadi di Surabaya, Selasa (17/9). Massa aksi bahkan terlibat insiden saling dorong dengan aparat kepolisian setelah mendengar Rapat Paripurna DPR mengesahkan perubahan UU KPK jadi undang-undang.
Ratusan massa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Surabaya, dan BEM Peguruan Tinggi Muhammadiyah Kota Surabaya juga membentangkan spanduk bernada protes, ‘Tolak Revisi UU KPK’.
Tak hanya protes, mereka juga menenteng spanduk bertuliskan dukungan untuk KPK seperti ‘Kami bersama KPK’ dan ‘IMM untuk KPK’.
Aksi saling dorong itu bermula saat mahasiswa meminta para Anggota DPRD Jatim menemui massa untuk menyampaikan aspirasinya. Namun permintaan tersebut tak digubris anggota dewan.
“Kami meminta DPR turun temui kami,” teriak salah satu orator.
Tak berselang lama, mahasiswa pun mulai mendorong gerbang Kantor DPRD Jatim, yang tingginya sekitar satu meter atas sedada orang dewasa, hingga hampir roboh. Demi mencegah pagar roboh, petugas kepolisian pun sigap menahannya.
Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik IMM Surabaya yang menjadi Koordinator Aksi, Syarifuddin, mengatakan aksi ini adalah bentuk kekecewaan pihaknya atas disahkannya RUU KPK oleh DPR.
Menurutnya UU KPK yang baru itu bisa melemahkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. RUU ini, menurutnya juga akan berdampak pada tinnginya jumlah praktik korupsi.
“Sebagai mahasiswa kami sangat prihatin [revisi] UU yang saat ini kita demo-kan, kita lawan ternyata sudah disahkan, secara diam-diam,” kata Syarifuddin.
Dia mengatakan ada sejumlah pasal-pasal yang bisa melemahkan tugas, fungsi, dan wewenang KPK dalam perubahan undang-undang tersebut.
Beberapa di antaranya yakni pasal pengangkatan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Lalu pasal penyadapan, penggeledahan dan penyitaan yang harus seizin Dewan Pengawas.
Lalu, pasal penyidik hanya boleh dari unsur kepolisian dan kejaksaan, dan tak ada penyidik independent. Dalam pasal itu KPK dibatasi untuk mengangkat penyidiknya secara mandiri.
Kemudian, pasal pemberlakuan penerbitan surat pemberhentian penyelidikan perkara (SP3) terhadap kasus korupsi yang melewati jangka waktu tertentu. Menurutnya pasal tersebut bisa mengganggu proses penyidikan di tengah jalan.
Apalagi, sambung Syarifuddin, pelemahan KPK itu disinyalir pula terpengaruh oleh pimpinan terpilih yang telah melakukan pelanggaran etik kategori berat.
“Hal tersebut merupakan preseden buruk. Karena lahirnya KPK pascareformasi adakah untuk memperbaiki supremasi hukum pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama ini gagal dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berwajib lainnya,” kata dia.
Salah satu anggota DPRD Jatim, Kuswanto, pun akhirnya menemui massa. Mediasi pun dilakukan. Namun ditengah jalan, massa kembali memanas dan melakukan aksi dorong.
Hal itu dipicu dari pernyataan Kuswanto yang mengaku tak bisa berbuat apa-apa menyikapi tuntutan massa. Ia menyebutkan RUU KPK itu bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan tupoksi pemerintahan pusat.
“Revisi UU KPK, itu produksi pemerintah pusat DPR RI, itu bukan ruang bahasan kita, karena kita hanya diberikan kewenangan untuk Perda saja. Yang bisa kami lakukan, menampung dan menerima, untuk kita teruskan,” kata dia.
Sempat memanas, mahasiswa pun akhirnya mau membubarkan diri. Mereka mengaku akan datang dengan massa yang lebih besar lagi. Syarifuddin juga mengaku akan mengkaji gugatan hukum terhadap Revisi UU KPK ini.
“Langkah kongkretnya, kami mungkin melakukan aksi yang lebih besar, dan gugatan hukum, judicial review, bersama lembaga hukum,” kata Syarifuddin menimpali.(cnnind)