PP Muhammadiyah Tolak UU Terorisme untuk Jerat Pelaku Hoax

Sudah sejak lama Muhammadiyah memberi perhatian serius soal terorisme Indonesia. Bagi Muhammadiyah, semua tindakan terorisme oleh siapapun dan oleh siapapun itu adalah musuh agama dan kemanusiaan. Hanya penanganannya harus sesuai hukum, profesional, independen, dan mengedepankan prinsp-prinsip HAM.

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah kembali memberikan perhatian serius terkait rencana penerapan UU Terorisme untuk menjerat pelaku hoax.

Muhammadiyah menemukan puncak momentumnya ketika bergulirnya kasus Siyono. Dalam konteks kasus Siyono tersebut, selain menjadi Tim Kuasa Hukum bagi Keluarga Siyono, Muhammadiyah juga memberikan beberapa usulan pada revisi UU Terorisme.

“Catatan yang paling mendasar oleh Muhammadiyah terkait dengan penanganan terorisme adalah penanganan yang dilakukan oleh Densus 88, yang diduga keluar dari koridor penegakan hukum (rule of law) dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)”, tegas Dr Maneger Nasution, selaku wakil ketua MHH PP Muhammadiyah.

Melihat hal tersebut, nampaknya sangat berlebihan jika saat ini Menkopolhukam Wiranto ingin menerapkan UU Terorisme dalam menangani kasus Hoax dalam Pemilu 2019 ini. Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah khawatir jika ini diterapkan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU Terorisme.

Mengingat ada perbedaan filosofis yang sangat mendasar antara UU Terorisme dengan UU ITE. Apatah lagi, beberapa ketentuan dalam UU Terorisme tersebut belum terdapat peraturan pelaksanaannya, seperti halnya lembaga pengawasan yang akan mengawasi penerapan UU Terorisme ini. Ini sungguh mengkhatirkan dan menebar syiar ketakutan publik.

Sedangkan dalam penerapan UU ITE dalam kasus hoax tersebut saat ini juga ada banyak catatan yang harus menjadi perhatian pemerintah. Prinsip imparsialitas dalam penanganan kasus hoax diduga tidak terpenuhi sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan di dalam masyarakat, maka sangat membahayakan jika kasus hoax ditangani dengan UU Terorisme. Kami, juga dunia kemanusiaan, tidak menginginkan adanya Siyono-siyono baru dalam kasus hoax jika UU terorirme tersebut diterapkan.

“Pemerintah dan Kepolisian sebaiknya membenahi dulu beberapa regulasi pelaksanaan yang menjadi mandat UU Terorisme juga tata kelola penanganan kasus terorisme, sebelum hasrat menerapkan UU Terorisme untuk kasus lain. Selain itu Pemerintah dan DPR diharapkan segera memenuhi peraturan untuk pelaksanaan UU tersebut”, tutup Manager.