Ketua PP Muhammadiyah: Kesenjangan Ekonomi Jangan Dianggap Enteng

Sangpencerah.id – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas menyatakan, masalah kesenjangan ekonomi yang ada saat ini tidak boleh dianggap enteng.

“Karena dia merupakan bom waktu yang pada saatnya akan meledak dan kalau sudah meledak maka negeri ini akan kacau dan kita semua akan panik dibuatnya,” ujarnya di Jakarta, Senin (02/07/2018).

Untuk itu, katanya, bentuk dan struktur masyarakat Indonesia hari ini yang seperti piramid dengan kebijakan yang bersifat affirmatif action (diskriminasi positif/positive discrimination/langkah-langkah khusus yang dilakukan), harus bisa ditransformasikan menjadi bentuk seperti belah ketupat.

“Dimana jumlah kelas atas yang superkaya itu jumlahnya cukup 2 persen, kelas menengah 95 persen, dan kelas bawah 3 persen,” terangnya.

Tetapi persoalannya, paparnya, untuk memperbesar jumlah kelas menengah tersebut jelas tidak mudah. Karena untuk itu perlu ada proses diseminasi mentalitas entrepreneurship dan intrapreneurship yang bersifat masif.

“Terutama di kalangan anak-anak didik kita,” imbuhnya.

“Bagi saudara-saudara kita dari etnis China hal ini tidak bermasalah, karena mereka umumnya sudah hidup dalam keluarga yang umumnya menghormati dan memuliakan pekerjaan sebagai pengusaha dan atau pedagang,” tambahnya.

“Berbeda dengan kita-kita yang lebih menghormati pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, tentara, dan atau polisi,” lanjut Anwar.

Untuk menumbuhkan dan mengembangkan entrepreneurship dan atau intrapreneurship mentality di kalangan anak-anak bangsa, tentu, menurutnya, jelas tidak mudah. Karena mileu dan atau dukungan dari lingkungan keluarga kurang.

Untuk itu, peran dari dunia pendidikan dalam menciptakan mentalitas kewirausahaan di kalangan anak-didik tentu jelas sangat diharapkan dengan melakukan sejumlah hal.

“Yaitu, bagaimana sekolah atau perguruan tinggi bisa memberikan pengetahuan atau teori dan praktek bisnis dan berbisnis secara teratur dan berketerusan,” jelasnya.

Karena dengan cara inilah, kata dia, akan bisa terbentuk kebiasaan berbisnis di kalangan anak-anak didik bangsa.

“Dan kalau berbisnis itu sudah biasa bagi mereka, maka tentu masalah berbisnis itu akan menjadi budaya dan atau mentality bagi sang anak,” ia berkeyakinan.(hidayatullah)