Menjawab Tuduhan Muhammadiyah Pro-Terorisme

Beberapa hari ini ada beberapa pihak yang mencoba menggoreng isu bahwa Muhammadiyah pro teroris. Pernyataan yang digoreng adalah statement ketum PP PM yang tidak dikutip secara utuh. Padahal jikalau mau jujur, sebenarnya statement tersebut bukanlah bentuk keberpihakan terhadap ideologi dan tindakan terorisme.

Ada juga yang mencoba mengungkit masa lalu saat PP PM mengadvokasi Siyono. Siyono adalah tersangka terduga teroris yang meninggal di tangan Densus. Cerita masa lalu ini digunakan untuk menguatkan bahwa Muhammadiyah pro terorisme. Terakhir ada yang menuduh Muhammadiyah pro terorisme karena ada teroris alumni sekolah atau didikan Muhammadiyah.

Lantas benarkah tuduhan tersebut? Jawabannya tidak, tuduhan tersebut hanyalah bentuk gorengan isu dari orang yang memang tidak tahu atau orang yang sudah terlanjur benci dengan Muhammadiyah. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, soal statement ketum PP PM di twitter sudah kita bahas pada postingan sebelum ini. Intinya memang kalau kita baca semua twitnya, ketum menyatakan bersimpatik dengan korban tewas dan menganggap ISIS membajak Islam. Memang terlihat beliau kritis terhadap polri soal keamanan ahok. Mungkin tidak pas suasananya, walau patut diakui memang ada unsur keteledoran polisi dalam kasus kemarin. Keteledoran ini yang dikritik oleh ketum, bukan berarti ketum menganggap peristiwa di mako brimob tersebut settingan atau teori konspirasi.

Kedua, soal advokasi terhadap Siyono. Setiap kunjungan ke daerah, ketum selalu cerita soal ini. Dia mengatakan alasan mengadvokasi Siyono adalah agar tidak tumbuh bibit teroris baru, bukan karena setuju dengan ideologi ekstrem. Coba kita bayangkan bagaimana seorang anak dari Siyono melihat ayahnya terbunuh, kalau tidak didampingi untuk diberikan perawatan psikologis, mungkin anaknya akan menuntut balas saat dewasa.

Kita bisa ibaratkan seorang muslim ekstremis itu adalah anak geng motor. Pertanyaannya kalau geng motor ini ditembaki sampai mati apakah ideologi geng motor akan punah? Mungkin anak buahnya akan membalas dendam dan membuat geng motor baru. Ketum PP PM tidak ingin hal ini terjadi, maka beliau menggunakan pendekatan soft untuk mengubah ideologi ekstremis. Sayangnya pendekatan soft ini dimaknai sebagai pembelaan, padahal bukan.

Terakhir soal ada alumni lembaga Muhammadiyah yang tertuduh teroris itu sesat fikir. Misalnya ada seorang koruptor lulusan kampus ternama, apakah kampus ternama tersebut pro koruptor? Ada yang mencoba menganalisis bahwa salah satu variabel penyebab dari munculnya teroris adalah ideologi wahabisme. Saya fikir asumsi ini perlu diuji secara seksama. Jangan-jangan ada variabel lain yang lebih signifikan pengaruhnya. Faktanya kaum yang tak menganut wahabisme pun pernah melakukan kekerasan.

Sebagai kesimpulan, mari kita lihat secara jujur, apakah Muhammadiyah pro teroris atau tidak? Jikalau memang kita masih diselimuti sentimen maka akan susah melihat dengan jernih. Adapun kalau masih banyak rasa benci dalam diri kita, maka kita akan percaya hoax bahwa Muhammadiyah pro teroris.