Adakah Dalil Shahih Sholat 2 Rekaat Sebelum Sholat Taraweh ?

Dalam melaksanakan shalat lail atau qiyamu Ramadhan, di kalangan umat Islam ada yang mengawalinya dengan shalat dua rakaat dan ada pula yang langsung melakukan qiyamu Ramadhan. Bagaimana tuntunan yang benar menurut Hadits Nabi saw?

Jawaban :

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dibaca ulang hadits-hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang pelaksanaan shalat iftitah.

Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tentang pelaksanaan shalat iftitah adalah sebagai berikut:
1- عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه مسلم، باب الدعاء فى صلاة الليل وقيامه]

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai (membuka) shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan.” [HR Muslim, bab ad-Du’a fi shalat al-lail wa qiyaamih]

2- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه مسلم، باب الدعاء فى صلاة الليل وقيامه]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: Apabila salah saeorang dari kamu akan melakukan shalat lail, hendaklah memulai (membuka) shalatnya dengan dua rakaat yang ringan-ringan.” [HR Muslim, bab ad-Du’a fi shalat al-lail wa qiyaamih]

3- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه ابو داود، باب افتتاح صلاة الليل بركعتين]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu akan melaksanakan shalat lail, hendalah ia melakukan shalat dua rakaat yang ringan-ringan.” [HR Abu Dawud, bab Iftitah Shalat al-Lail bi Rak’atain]

4- عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَأَرْمُقَنَّ صَلاَةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّيْلَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ أَوْتَرَ فَذَلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً. [رواه ابو داود باب فى صلاة الليل]

Artinya: “Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata, sungguh saya mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu malam, beliau shalat dua rakaat yang ringan-ringan, kemudian shalat dua rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu kemudian melakukan witir. Maka demikianlah, shalat tigabelas rakaat.” [HR Abu Dawud, bab fi Shalat al-Lail]

5- عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قُلْتُ لَأَرْمُقَنَّ صَلاَةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّيْلَةَ فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ فَتِلْكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً. [ابن ماجه: ما جاء فى كم يصلى بالليل]

Artinya: “Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata, sungguh saya mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu malam, beliau shalat dua rakaat yang ringan-ringan, kemudian shalat dua rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya,lalu kemudian melakukan witir. Maka demikianlah, shalat tigabelas rakaat.” [HR Ibnu Majah, bab Maa Ja-a fi Kam Yushalli bi al-Lail]

6- عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يُصَلِّي افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. [رواه احمد]

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw. apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan.” [HR Ahmad]

7- عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا. [رواه البخارى، كتاب صلاة التراويح، باب من قام رمضان: 1874]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Salamah Ibn ‘Abdul Rahman bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah ra bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadlan. ‘Aisyah menjawab: Baik di bulan Ramadlan ataupun bukan bulan Ramadlan Rasulullah saw melakukan shalat (lail) tidak lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at; dan jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Kemudian shalat lagi empat raka’at; (demikian pula) jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Lalu beliau shalat tiga raka’at.” [HR al-Bukhari, Kitab Shalat at-Tarawih, Bab Man Qama Ramadhan]

8- عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا. [رواه مسلم: كتاب صلاة المسافرين وقصرها، باب صلاة الليل وعدد ركعات النبى فى الليل: 1219)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Salamah Ibn ‘Abdul Rahman bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah ra bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadlan. ‘Aisyah menjawab: Baik di bulan Ramadlan ataupun bukan bulan Ramadlan Rasulullah saw melakukan shalat (lail) tidak lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at; dan jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Kemudian shalat lagi empat raka’at; (demikian pula) jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Lalu beliau shalat tiga raka’at.” [HR Muslim]

Keterangan:
Hadits pertama (hadits riwayat Muslim dari Aisyah) menjelaskan bahwa Nabi saw apabila beliau bangun malam untuk melakukan shalat lail, beliau memulai shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan.

Hadits kedua dan ketiga (hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud dari Abu Hurairah) menjelaskan bahwa beliau bersabda: apabila salah seorang akan melakukan shalat lail hendaklah memulai shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan.

Hadits keempat dan kelima (hadits riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Zaed bin Khalid al-Juhany menceritakan berdasarkan pencermatan Zaed bin Khalid al-Juhany bahwa Rasulullah melakukan shalat dua rakaat yang ringan-ringan kemudian dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat yang kesemuanya panjang-panjang lalu melaksanakan witir (satu rakaat)

Hadits keenam (hadits riwayat Ahmad dari Aisyah) menjelaskan bahwa Rasulullah saw apabila melakukan shalat lail membukanya dengan dua rakaat yang ringan-ringan.

Hadits ketujuh dan kedelapan (hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Salamah bin Abdirrahman) menjelaskan bahwa menurut Aisyah, shalat lail Rasulullah baik pada bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan tidak lebih dari sebelas rakaat dan kedua hadits tersebut tidak menjelaskan adanya shalat iftitah.

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kalau kita lihat sepintas, seakan-akan hadits-hadits tersebut saling bertentangan satu sama lainnya. Satu riwayat Aisyah menyebutkan bahwa Nabi shalat lail sebelas raka’at sedang riwayat lain, yaitu Zaed bin Khalid al-Juhaniy menjelaskan bahwa Nabi saw shalat lail tiga belas raka’at. Sebenarnya hadis-hadis tersebut tidak saling bertentangan, tetapi bisa dipahami secara utuh bahwa kalau dalam hadis disebutkan tiga belas raka’at, maka masuk di dalamnya dua raka’at khafifatain.

Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT) beberapa hadits Nabi saw yang dijadikan dasar dalam HPT tentang persoalan ini (hal. 346-352), dan dapat disimpulkan bahwa:
1. Shalat malam diawali dengan dua rakaat yang ringan-ringan (rak’atain khafifatain).
2. Beberapa tuntunan dalam tata cara pelaksanaan shalat iftitah tersebut adalah;
a. Adanya bacaan do’a iftitah pada rakaat pertama dalam shalat khafifatain (baca diktum putusan No. 19 hal. 342 dengan berdasarkan dalil No. 19 hal. 350).
b. Bacaan yang dibaca pada tiap-tiap raka’at, yaitu pada rakaat pertama setelah membaca do’a iftitah dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah, sedang pada raka’at kedua hanya membaca surat al-Fatihah (baca diktum putusan No. 20 hal. 342 dengan berdasarkan dalil No. 20 hal. 350)

Cara Pelaksanaan Shalat Iftitah (sendiri-sendiri atau berjamaah)?
Dalam hal ini kita bisa membaca ulang bagaimana cara Rasulullah melakukan shalat iftitah. Adapun hadits-hadits yang bisa dijadikan dasar dalam pelaksanaan shalat iftitah sebagai berikut:

1- عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ بَاتَ عِنْدَ مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْضِ وِسَادَةٍ وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي طُولِهَا فَنَامَ حَتَّى انْتَصَفَ اللَّيْلُ أَوْ قَرِيبًا مِنْهُ فَاسْتَيْقَظَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ آلِ عِمْرَانَ ثُمَّ قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شَنٍّ مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَصَنَعْتُ مِثْلَهُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبهِ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي وَأَخَذَ بِأُذُنِي يَفْتِلُهَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى جَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ. [رواه البخارى، باب ما جاء فى الوتر]
2- عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ أَنَّ كُرَيْبًا مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ قَالَ بِتُّ عِنْدَهُ لَيْلَةً وَهُوَ عِنْدَ مَيْمُونَةَ فَنَامَ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفُهُ اسْتَيْقَظَ فَقَامَ إِلَى شَنٍّ فِيهِ مَاءٌ فَتَوَضَّأَ وَتَوَضَّأْتُ مَعَهُ ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ عَلَى يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَلَى يَمِينِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِي كَأَنَّهُ يَمَسُّ أُذُنِي كَأَنَّهُ يُوقِظُنِي فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَدْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى حَتَّى صَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً بِالْوِتْرِ ثُمَّ نَامَ فَأَتَاهُ بِلاَلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ يَا رَسُولَ اللهِ فَقَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى لِلنَّاسِ. [رواه ابو داود]

Keterangan:
Hadits pertama (hadits riwayat al-Bukhari dari Aisyah) dan hadits kedua (hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah) menjelaskan bahwa Ibnu Abbas pernah bermalam di tempat Maemunah, ketika waktu telah habis dua pertiga malam atau setengah malam Nabi saw bangun dari tidurnya kemudian berwudlu lalu berdiri (untuk melaksanakan shalat) dan ia (Ibnu Abbas) berdiri di sebelah kirinya dan beliau memindahkan Ibnu Abbas ke sebelah kanannya kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat ringan-ringan. Dan dari kedua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan shalat khafifatain sebagaimana pelaksanaan qiyamu Ramadhan sebelas rakaat dapat dilaksanakan secara berjamaah.

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah