PARTAI SYETAN DAN PARTAI ALLAH

NURBANI YUSUF

Ini Pikiran dikotomis mengerikan. Kita bakal terseret pada perang simbol dan atribut bendera bukan substansi dan isi. Kita jauh mundur. Dan berada pada kubangan konflik berkepanjangan: satu Islam, satu iman, dan satu agama, yang membedakan adalah baju dan atribut simbol partai. Tapi kita akan berhadapan head to head.

Islam dibenam pada kepentingan politik praktis karena sejatinya kita tidak memperjuangkan Islam tapi menjadikan Islam sebagai alat perjuangan kepentingan dan atribut kita. Kita tidak sedang mengibarkan bendera Islam tapi mengibarkan bendera partai yang dicap stempel Islam. Al Islamu mahjubun bil muslimin”, begitu kira kira Syaikh Abduh memberi ilustrasi menarik, yang tetap up to date hingga hari ini.

Bisa saja kita shalat pada jamaah di masjid yang sama, mengucap Amiin yang sama, ruku’ bersama, sujud pada tanah yang sama, kemudian kita keluar bertengkar dengan membawa bendera partai berbeda. Saling merendahkan dan mencela.

*^^*
Tak bisa dibayang saudara saudara kita muslim yang kebetulan berada pada yang disebut ‘partai syetan’ itu mendengar Khutbah dari khatib yang kebetulan menganut ‘partai Allah’, se-khusyu apa mereka bisa bertahan, se-sabar apa mereka bisa berkenan dengan ucapan yang merendahkan di dalam masjid. Masya Allah…

Kita membuat perbedaan-perbedaan dan jurang pemisah yang makin dalam. Entah kita bawa kemana. Daniel Bell perlu merekonstruksi ulang tesisnya bahwa idelogi telah berakhir. Karena yang ada justru sebaliknya. Nyatanya Islam telah dibawa menjadi idelogi kecil-kecil yang berpandang sempit tapi keras, meski tak semua umat Islam bersetuju.

Hizbullah dan Hizbussyaithan memang hanya cara pandang, saya pun juga bersetuju tanpa syarat. Saya selalu berharap dan berdoa Hizbullah akan memenangi semua pertarungan dan menjadi penguasa ke-khilafah-an. Tapi menggolongkan hanya PAN, PKS DAN GERINDRA sebagai Hizbullah dan lainnya bukan Hizbullah itu soal lain. Itu pandang sempit dan mereduksi makna Hizbullah secara holistik.

*^^*
Siapa paling berhak sebut diri sebagai Partai Allah di siapa pula yang harus rela ‘di-partai syetan-kan’. Sayangnya sebutan dan klasifikasi macam begini tidak berdasar riset, tapi lebih hanya statement politik belaka. Dan itu realitas politik yang tidak dinafikkan.

*^^^*
Siapapun kita, berhak menyebut diri sebagai Hizbullah, meski bukan dari tiga partai yang telah disebutkan itu, mungkin PKB dan PPP juga harus legowo tidak disebut dalam barisan Partai Allah karena sejak awal dua partai ini tak pernah akur dengan yang menyebut dirinya kelompok partai Hizbullah. Sekali lagi, ini pengelompokan gegabah berdasar kepentingan politik praktis dan hanya akan menambah jauh perbedaan diantara umat Islam sendiri.

Dan percayalah model berpikir dikotomis begini, tidak akan memperkuat posisi umat Islam tapi malah membelah dan mereduksi makna politik Islam yang bermatabat. Yang berakhir pelemahan, saling curiga dan klaim politik aliran yang tak berkesudahan.

Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada satu pasukan menyerbu ka’bah, tatkala mereka berada di tanah yang lapang mereka dibenamkan (kedalam perut bumi) dari awal pasukan hingga yang paling akhir dari mereka. Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana dibenamkan dari awal hingga paling akhir dari mereka, padahal di dalamnya ada orang-orang pasar (orang awam) dan ada yang bukan dari mereka?” Beliau menjawab “Dibenamkan dari awal hingga akhir mereka kemudian mereka dibangkitkan berdasarkan niat-niat mereka.” (Muttafaq alaihi –disepakati keshahihannya oleh Al Bukhari dan Muslim)

Tidak semua politisi PAN, PKS dan Gerindra berniat Hizbullah dan tidak semua politisi PKB, PPP, Golkar, Hanura, Demokrat PDIP adalah hizbus syaithan.
Kita dibangkitkan berdasar niat bukan berdasar bendera partai.
Wallahu a’lam

Penulis adalah Ketua PDM Kota Batu dan Penggiat Komunitas Padhang Makhsyar