Selain Mahasiswi Bercadar, UIN Yogya akan Pecat Dosen HTI

Sangpencerah.id – Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, telah menyatakan akan mengeluarkan mahasiswi yang tetap memilih memakai cadar saat menjalani proses belajar mengajar dan beraktivitas di dalam area kampus tersebut.

Namun, ternyata kebijakan itu tak hanya berlaku untuk mahasiswi saja, UIN Sunan Kalijaga, bakal memecat pengajar atau dosen bercadar dan dosen-dosen yang terindikasi ikut dalam organisasi terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI.

Menurut Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, hanya ada dua pilihan bagi dosen yang ikut HTI, yakni tetap boleh mengajar di UIN dan keluar dari HTI. Atau keluar dari UIN dan bergabung dengan HTI.

“HTI kan dilarang pemerintah maka kita harus ikuti larangan. Apalagi saat ini larangan tersebut belum dibatalkan lembaga peradilan,” ujar Yudian, Senin, 5 Maret 2018.

Meski kedua kebijakan itu bakal mendapatkan reaksi tak positif dari lingkungan UIN dan masyarakat luas, Yudian memastikan tetap akan melaksanakan kebijakan itu. Bahkan dia berani mempertaruhkan jabatannya sebagai rektor, jika aturan itu salah secara Undang-undang.

“Kalau masih nekat ya silakan keluar dari kampus. Toh kalau kebijakan itu salah, saya siap dipecat,” kata Yudian.

 

Terkait aturan pemecatan terhadap mahasiswi bercadar, Yudian mengatakan, aturan itu baru diberlakukan jika mahasiswi yang bercadar, tidak mau melepaskan cadarnya, setelah dilakukan pembinaan dan konseling dari tim UIN.

Yudian menuturkan, dari pendataan yang telah dilakukannya, diketahui terdapat lebih dari 40 mahasiswi UIN yang mengenakan cadar. UIN akan memberikan tujuh tahapan pembinaan kepada mahasiswi bercadar.

Sesuai Perjanjian

Kebijakan ini, kata Yudian, telah sesuai aturan surat resmi dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. dan kesepakatan bersama para mahasiswi bercadar tersebut. Kesepakatan telah tertuang dalam salah satu persyaratan ketika mahasiswi itu pertama kali masuk dan berkuliah di UIN.

“Kan ada perjanjian antara kampus dengan mahasiswi baru yang masuk,” kata Yudian.

Keberadaan mahasiswi bercadar di UIN dinilai telah memicu dampak negatif, seperti masuknya atribut organisasi terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI ke dalam kampus. Diketahui, organisasi ini telah resmi dibubarkan pemerintah.

“Kita juga tahu bahwa mahasiswa yang menggunakan cadar itu terkadang lupa dengan orang tuanya. Sehingga pihak kampus juga akan berkomunikasi dengan orang tua mahasiswi yang bercadar tersebut,” ucapnya.

 

Sementara itu, terkait hal ini, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi menilai pemakaian cadar merupakan hak dari setiap orang.

“Itu kan hak orang, jangan sampai diganggu gugat. Yang penting itu saja. Dia mau (memakai) jilbab, mau yang lain, silakan, itu hak orang,” ujar Menteri Ristek Dikti Mohamad Nasir di Istana Negara, Jakarta, Senin, 5 Maret 2018.

Meski demikian, Nasir menyampaikan, Kemenristek Dikti tidak akan melakukan intervensi agar UIN Yogyakarta membatalkan kebijakannya.

Persoalan cadar dinilai tidak memiliki sangkut paut dengan ajaran agama, melainkan lebih menjurus kepada budaya. Nasir meyakini UIN Yogyakarta memiliki pertimbangan sendiri untuk menjalankan kebijakan. “Saya serahkan rektor urusan seperti itu,” ujar Nasir.(viva)