Memprihatinkan, Prostitusi LGBT Depok Marak di Medsos

Tolak LGBT

Astagfirullah. Lesbi, Gay, Biseksual, dan Trandgender (LGBT) marak di Depok, bukanlah isapan jempol. Bahkan, para pelaku LGBT sudah terang-terangan menunjukkan identitas diri dan komunitasnya. Coba cari di mesin pencarian google dan ketik kata kunci lesbi atau gay Depok dan prostitusi gay atau waria Depok, maka banyak muncul nama komunitas lesbi atau gay. Bahkan juga bermunculan prostitusi online lesbi, gay dan waria dengan menggunakan beragam aplikasi jejaring sosial seperti instagram, twitter, facebook, badoo dan girndr.

Republika mencoba menelusuri beberapa akun prostitusi LGBT di pencarian google, muncul beberapa akun, diantaranya @aliyawariadepok, @marisawariadepok, @gayberondongdpk, @gaymargonda, @belogmargonda, @smalesbidepok

Salah satu akun twitter yang mencantumkan nomor handphone coba dihubungi. Terdengar suara serak-serak lembut yang memperkenalkan diri dengan nama, sebut saja Feby. Setelah percakapan basa-basi, dia dengan terang-terangan menawarkan layanan sex dengan tarif Rp 300 ribu untuk short time.

Setelah terjadi kesepakatan, Feby memberitahu tempat pertemuan di sebuah salon kecantikan. Tak begitu susah menemukan alamat salon yang disebutkan yakni di ruko yang terletak di Jalan Arif Rahman Hakim (ARH), Depok.

Sosok waria yang lumayan bahenol menyambut dengan ramah di ruangan salon ber AC berukuran 3 meter x 5 meter. Terjadi perbincangan ringan diselingi dengan canda khas waria. Feby mengaku, bernama asli Febrianto berusia 29 tahun. “Aku sih nyembong (nyambi) aja. Puas dapat duit juga sih,” ujar Feby Kamis (11/1).

Feby yang tampil dengan pakaian wanita yang cukup modis ini ternyata bersama dua teman waria lainnya, Ani (27) dan Larisa (27), berprofesi sebagai kapster salon. “Ini usaha kami bertiga sejak 2014. Aku sama Marisa tinggal di sini, kalau Ana ngekos bersama cowok brondong-nya (pria muda) di Margonda,” ucap Feby.

Perbincangan dengan tiga waria yang lumayan cantik ini semakin seru. “Pelanggan salon juga banyak pria. Kami juga beri layanan lebih bagi para pria pengemar waria, hahaha. Ada kamarnya dibelakang. Dijamin nyaman dan aman kok,” tuturnya.

Menurut Feby, praktik layanan seks dilakukan usai salon tutup, pukul 22.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB. Namun, kadang tak masalah layanan seks dilakukan saat salon masih beroperasi, jika suasana sepi. Layanan seks juga ditawarkan melalui instagram, twitter dan facebook. “Hampir setiap hari, kami bertiga layani 10 pria yang butuh layanan seks, ada yang usai potong rambut ada juga yang datang hanya butuh layanan seks saja,” ungkapnya.

Marak komunitas gay

Berdasarkan informasi yang didapat, ternyata cukup banyak komunitas gay, waria dan lesbi di Depok. Ada komunitas namanya Gay ARH (komunitas gay dan lesbi di tempat fitnes dan aerobic di kawasan Jalan ARH). Ada juga komunitas Gay Beji, Margonda Gay Community, Gay Margonda-Cimanggis, Gretong Top Community, Waria Bening Beji, Waria Margonda, Waria Sejajar Rel (Waria yang biasa menjajakan diri di Jalan Sejajar Rel).

Untuk komunitas lesbi di antaranya ada nama, Depok Belog Community, ARH Lesbi, Group Margonda Belog, Asyik Belog Community, Cantik-Cantik Belog, Genk Jobekerz, Depok dan SMA Lesbi Depok.

“Kelompok aku namanya Waria Bening Beji. So pasti cantik dan mulusbo. Tarifnya juga beda, hahaha. Kalau yang murah, ada tuh waria di Jalan Sejajar Rel,” jelas Feby.

Komunitas-komunitas tersebut lebih sering berkumpul di salon, tempat fitnes, kos-kosan dan apartemen. Hanya sekali-sekali para komunitas berkumpul di mal, kafe, dan karaoke. “Sekali kita berkumpul cari hiburan, nongkrong dan makan. Kalau hiburan kita nonton atau ke karaoke,” terang seorang lesbi yang biasa dipanggil Julia (23 tahun) saat ditemui di kos-kosannya di kawasan Margonda, Depok, Jumat (12/1) malam.

Tak begitu sulit bertemu dengan komunitas Julia yang lebih terbuka dibandingkan menemui kelompok gay yang sangat tertutup untuk orang yang belum dikenal atau bukan dari kelompok gay. “Kalau kami sih cuek aja apa kata orang, yang penting kami nggak menganggu,” tutur mahasiswi cantik di salah satu universitas swasta di Depok.

Julia kos bersama kekasihnya yakni seorang wanita berambut cepak, berpenampilan pria, sebut saja namanya Bayu (24). Selain Julia, juga ada wanita yang akrab disapa Adel (20) yang juga kos bersama kekasih wanitanya. Di kompleks kos ini, terdapat empat pasang lesbi yang merupakan kelompok Margonda Belog Community.

Kebutuhan sehari-sehari, biaya kuliah, penampilan dan gaya hidup membuat Julia diperbolehkan kekasih wanitanya dengan menjajakan diri ke ‘pria hidung belang’, di tempat karaoke atau melalui instagram, twitter dan facebook.

“Lagian aku masih doyan laki juga kok. Tapi aku lebih suka berhubungan dengan gadun (om-om), lebih royal dibandingkan brondong (anak muda) karena ngga ada duitnya,” terang Julia yang mengaku bertarif Rp 500 ribu untuk short time.

Menurut Julia, dikalangan lesbi yang menjadi pria disebut Buchi dan yang wanitanya disebut Femm. Untuk para Buchi sudah ‘dingin’ dengan pria sedangkan para Femm yang masih tertarik sama pria disebut Adro.

“Komunitas lesbi di Depok banyak kok. Anak-anak SMA juga banyak yang lesbi. Biasanya mereka nongkrong di foodcourt mal dan juga di tempat karaoke. Mereka juga ada basecamp di kos-kosan dan apartemen,” paparnya.

Tindakan aparat

Aparat kepolisian sebenarnya tak tinggal diam untuk bertindak tegas membekuk praktik prostitusi LGBT melalui medsos yang marak di Depok. Bahkan, seorang waria berinisial IE alias Ika (34) dibekuk polisi di rumah kontrakan di Jalan Arif Rahman Hakim (ARH) Gang H Kani Beji Depok pada 2016 lalu.

Waria yang terbilang cantik itu menawarkan jasa esek-eseknya kepada sesama jenis melalui media Twitter dengan nama akun @ikawaria bertarif Rp 800 ribu sekali kencan.

Masih di wilayah Beji, Depok, aparat kepolisian juga menggrebek kos-kosan yang dijadikan tempat prostitusi gay pada September 2017 lalu. Kanit Reskrim Polres Depok, AKP Firdaus mengatakan, pihaknya akan bertindak tegas memberantas segala bentuk prostitusi dan pastinya akan mengusut prostitusi melalui online, terutama maraknya prostitusi LGBT di Depok melalui medsos.

“Kami akan menelusuri akun-akun prostitusi LGBT medsos dan memastikan unsur pidananya,” tegas Firdaus.

Kantor Kesbangpol dan Linmas Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menyatakan, sudah melakukan penelusuran maraknya komunitas LGBT di Depok. “Saya sudah lama mendalami kasus ini, tapi semua data samar,” ucap Kepala Kesbangpol dan Linmas Pemkot Depok.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Pemkot Depok Sidik Mulyono mengutarakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melarang para LGBT melakukan komunikasi melalui medsos. Namun, ada beberapa rencana pencegahan, antara lain dengan melakukan berbagai kegiatan, di antaranya memberikan literasi digital kepada masyarakat, khususnya remaja, melalui kegiatan sosialisasi bahaya dari dampak aktivitas LGBT.

“Dalam kegiatan ini disampaikan juga berbagai informasi serta bukti-bukti peristiwa mengenai maraknya LGBT dan bahayanya melalui medsos dan media mainstream,” papar Sidik.

Pemerhati masalah Depok Kota Layak Anak (KLA), Jeanne Noveline Tedja sangat prihatin, di Kota Depok yang dikenal religius, komunitas LGBT tumbuh subur. Menurutnya, penyandang LGBT tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai religius karena fitrah manusia adalah berpasangan (laki-laki dan perempuan). Selain itu, dengan tumbuh suburnya komunitas LGBT membuat jumlah angka penderita penyakit HIV/AIDS juga meningkat di Kota Depok.

“Ini masalah serius, Pemkot Depok harus membentuk tim yang melibatkan pihak-pihak terkait lalu dibicarakan pendekatan apa yang akan diambil untuk merazia dan membubarkan komunitas LGBT di Depok. Tidak boleh didiamkan. Saya tidak rela Depok jadi surga LGBT,” pungkasnya.(sp/rol)