Mata Elang Kasus Novel Baswedan & Algojo Bagi Kebebasan Berpendapat yang Terancam

oleh : Gan Gan r.a

Tragedi penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang mengotori lembaran sejarah penegakan hukum di republik ini, sampai detik ini pun tersangka yang melakukan tindakan diluar batas kemanusiaan tersebut masih berkeliaran di luar dengan leluasa serta menjadi gumpalan misteri yang memunculkan berbagai spekulasi penilaian negatif yang ditujukan kepada aparat penegak hukum,Polri.

Berangkat dari keprihatinan yang mendalam,banyak pihak meragukan keseriusan Polri dalam membongkar kasus ini, termasuk Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammdiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak yang mengawal kasus ini dengan berbagai kritik pedas yang membuat panas telinga para perwira tinggi Polri.

Statement Dahnil Anzar pada tayangan Metro Realitas yang disiarkan Metro TV, 8 Januari 2018 berjudul “Benang Kusut Kasus Novel”, memantik percikan kontroversi dari pihak kepolisian. Berdasarkan laporan dari Sdr. Yasri Yudha Yahya atas pernyataan Dahnil di program acara Metro TV di atas, Panglima Kokam Muhammadiyah tersebut dipanggil pihak Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangannya sebagai saksi terkait pernyataan Dahnil Anzar tentang Mata Elang sebagai sang penagih utang & keterlibatan “orang dalam” penyelidikan Kasus Novel yang memerintahkan pion dilapangan sebagai eksekutor.

Tindakan pemanggilan pihak Polda Metro Jaya terhadap Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar memancing reaksi keras para aktivis dunia hukum & pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya aktivis pemuda Muhammdiyah.Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah yang dipimpin oleh aktivis anti korupsi, Sdr. Gufroni,SH.,MH telah membentuk sebuah team yang terdiri dari advokat & penggiat dunia hukum untuk mendampingi Dahnil Anzar memberikan advokasi atas kasus yang menjeratnya.

Ditengah berbagai isu politik yang bergulir menjadi bola liar, Polri semestinya lebih bijak dalam hal menanggapi terhadap pemikiran-pemikiran kritis dari tokoh pemuda yang mendambakan Law Inforcement bisa dilaksanakan dengan baik oleh para penegak hukum.

Fakta menujukan kepada publik bahwa Kasus Novel seperti jalan di tempat. Sementara korupsi telah menjadi bagian dari mesin birokrasi yang membuat negeri ini menjadi terpuruk, hancur & para mafia yang merampok uang negara dengan penuh kewajaran berlindung di balik meja kekuasaaan.

Ada beberapa analisa atas pemanggilan Sdr.Dahnil Anzar sebagai saksi :

1. Metro TV seringkali melakukan praming atas berbagai kasus besar yang tengah bergulir juga terhadap tokoh aktivis dunia Islam.
Kita mengetahui siapa sesungguhnya pemilik stasiun TV tersebut & kepentingan pemilik modal yang berpihak pada arah angin penguasa.
Apakah Sdr.Dahnil masuk dalam perangkat ?
Terlalu prematur jika kita membuat kesimpulannya sekarang.

2. Pemanggilan Dahnil sebagai saksi menjadi peluang besar untuk membongkar Kasus Novel sampai ke akar-akarnya. Ini adalah medan pertempuran hukum melawan algojo kekuasaan yang harus dilengkapi oleh amunisi data-data yang akurat.

3. Polri di rezim “revolusi sandal jepit” ini tengah bermetamorsis menjadi algojo yang menghunus pedang & menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan untuk membungkam pemikiran-pemikiran kritis yang tidak sejalan dengan selera penguasa.
Tahun 2018 adalah tahun politik yang gaduh oleh bertaburannya isu. Membidik seorang aktivis yang menjadi rising star di tengah kegelapan era demokrasi menjadi jurus jitu untuk mengalihkan padangan terhadap kasus-kasus besar lainnya & kebijakan-kebijakan pemerintahan yang tidak pro rakyat.

Di tengah kontroversi impor beras yang membuat para petani & rakyat menjerit.
Kebebasan berpendapat kembali terancam.
Sejarah menujukan bahwa tindakan kriminalisasi terhadap para aktivis anti korupsi adalah langkah fatal penguasa yang hidup disebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Penguasa manapun jika mempertahankan langkah fatal ini,dia akan terjungkal & berakhir dengan bergantinya rezim yang baru.

Demokrasi dibangun untuk mewujudkan sebuah sistem pemerintahan yang bersinergi dengan dinamika perbedaan pemikiran,karena azas demokrasi salah satunya adalah kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh amanat konstitusi,Pasal 28 UUD 1945. Tanpa kebebasan berpendapat,demokrasi adalah nonsen belaka.
Tanpa kebebasan berpendapat,demokrasi menjadi sebuah medan pertempuran pemikiran yang sunyi,menjadi corong besi yang memperdengarkan keseragaman “paduan suara” dari pemikiran yang ditekan oleh tafsir hukum kekuasaan.

*Penyair yang tengah mendalami ilmu hukum
*Pengurus Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah