Sering Menolak Pengajian, Apakah Efek Kekalahan NU ?

by : Moeflich Hart

Sebagai pengamat, saya sangat menyanyangkan surat pengurus NU Garut ini. Surat ini menunjukkan kekalahan NU dalam “track balapan” atau persaingan dengan gerakan Islam baru atau kelompok Islam non mainstream.

Sejak kapan NU sibuk menjadi reaksioner melakukan penolakan dan penolakan pengajian sesama umat Islam dimana-mana? Ini sebenarnya bukan cirinya kaum Nahdhiyin. Mereka punya ulama-ulama dan kyai-kyai mumpuni yang mengelola banyak pesantren dengan ribuan santrinya. Itu rumah-rumah damai mereka. Kaum Nahdhiyin harusnya percaya diri dengan sosok-sosok ulama yang mereka miliki.

Mestinya, menurut saya, NU konsentrasi saja menggarap pesantren2 mereka sebagai amanat nubuwwah yaitu sistem pendidikan Islam tradisional pesantren yang sudah terbukti ketangguhannya.

Bukankah penolakan demi penolakan yang dilakukan NU itu menunjukkan kelemahan diri yaitu kekalahan dalam persaingan perebutan meraih simpati umat sehingga disibukkan oleh hal-hal yang sifatnya reaksioner? Penolakan ini membesarkan Ust. Bahtiar Nasir dan Ust. Felix di tempat lain.

Mudah2an NU kembali ke khittahnya untuk menjaga basis tradisionalnya sebagai khazanah Islam Indonesia.

Kerugiannya reaksioner adalah, NU dan para kyainya menjadi disibukkan oleh mereaksi kelompok-kelompok Islam lain dengan pikiran, tenaga dan konsentrasi mereka tercurahkan kesitu.

Dikhawatirkan, pesantren-pesantren menjadi tak terurus dan terbengkalai karena para kyainya disibukkan merespon dan mereaksi yang sebenarnya bukan siapa-siapa melainkan saudara-saudara seiman dan seislam mereka sendiri yang berbeda tugas wilayah dakwahnya.

Para santrinya nanti mencontoh mereka, atau merasa diwarisi tradisi konflik para pemimpinnya, para kyainya dan guru-guru mereka, bukannya keteladanan akhlak untuk menerima kebenaran dari manapun datangnya apalagi dari saudara-saudara sesama Muslim mereka selama tauhidnya lurus, syahadatnya sama, Qur’annya sama, Nabinya sama. Wallahu a’lam.